Bab 56

170 5 0
                                    

Fachri menelpon layanan kamar dan memesan dua menu paling spesial andalan hotel sebagai ganti makan siang Fitri meski terlambat.

"Baiklah, aku pesan lobster telur asin dan udang bakar madu, lengkap dengan nasi dan minumannya, antarkan secepatnya ke kamar!"
Setelah menutup teleponnya, Fachri kembali sibuk menyelesaikan acara makannya.

"Tunggu sebentar lagi, aku akan mengganti makan siangmu dengan yang lebih enak!"

Fitri tampak ingin protes, tapi diurungkannya niatnya itu karena sepertinya Fachri sedang tidak ingin diganggu.

Selang setengah jam, petugas hotel datang mengantarkan pesanan Fachri. Fachri sendiri yang menerimanya dan menghidangkannya untuk Fitri.

"Makanlah yang banyak, aku memesannya khusus untukmu...kepalaku masih pusing, aku mau tidur dulu!"

Fachri segera beranjak menuju tempat tidur tanpa memperdulikan Fitri lagi.
Sementara itu, Fitri menatap makanan yang ada di depannya dengan bingung. Semua hidangan itu tentu terlihat amat menggiurkan. Dengan asap mengepul dan menguarkan aroma yang menggoda. Namun tidak seharusnya Fitri menyantap makanan seperti itu karena....ah sudahlah! Perutnya terasa lapar sekarang dan harga makanan itu pastilah sangat mahal, tidak sepantasnya dia sia-siakan. Apalagi orang yang diharapkannya untuk makan bersama sepertinya sudah kekenyangan.

Fitri mengambil lobster berukuran jumbo dan mulai mencicipinya sedikit. Matanya membulat sempurna. Lobster itu sangat lezat dengan daging yang tebal dan gurih. Sudah kepalang tanggung, Fitri akhirnya lanjut memakan semua hidangan itu dengan lahap. Ah, nikmatnya. Apalagi udang bakar madu yang terlihat mengkilap. Rasa gurih, manis, legit, berpadu dengan daging udang yang lembut. Hmm...yummy.

Fitri tidak berhenti mengunyah sambil sesekali meneguk orange juice yang menjadi teman makannya.

Tanpa terasa semua hidangan itu ludes tak bersisa. Fitri pun tak percaya dirinya bisa makan sebanyak itu.
Fitri menyandarkan tubuhnya di sofa dan mengelus perutnya yang kekenyangan. Tidak berselang lama, Fitri mulai merasa gatal dan tidak nyaman.

Hal yang sudah diduganya benar-benar terjadi.

Sebelum kondisinya lebih parah, Fitri mengambil tasnya lalu berniat turun untuk membeli obat. Namun baru saja akan membuka pintu, tangannya sudah dicengkram oleh seseorang.

"Mau pergi kemana buru-buru sekali?", Tanya Fachri dengan curiga.

"Aku harus segera ke apotek untuk membeli obat!"

"Obat untuk apa? Jangan mengada-ngada! Jangan sampai ada yang memergokimu bertemu dengan pria dan mempermalukanku! Kamu mengerti kan konsekuensinya?"
Fachri sadar dirinya berlebihan, tapi entah mengapa dia merasa takut kalau ternyata Fitri masih memiliki hubungan dengan satu dua pria mantan pelanggannya.

"Tidak, aku tidak memiliki hubungan dengan siapapun. Kamu tidak perlu khawatir tentang hal itu. Tapi sekarang aku benar-benar harus pergi!",
Fitri tahu seharusnya dirinya meminta izin dulu jika mau pergi, tapi karena buru-buru dia jadi lupa.

Semula Fachri sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan Fitri, tapi kemudian dia menyadari sesuatu.

"Fitri, kenapa dengan wajahmu? Kenapa bisa seperti itu?", Tanyanya dengan khawatir.

"Tidak apa-apa, ini hanya alergi, karena itu aku perlu pergi keluar untuk membeli obat..."

"Kenapa tidak bilang dari tadi? Katakan obat apa yang kau perlukan? Biar aku saja yang pergi membelinya!"
Fitri mengatakan nama obat anti alergi yang biasa dikonsumsinya. Fachri pun langsung bergegas pergi untuk mencarinya.

Di dalam hotel, Fitri menunggu sambil terus menggaruk seluruh tubuhnya yang terasa gatal.
Sampai kemudian Fachri datang dan menyerahkan obat yang di belinya.

"Ini, cepat minumlah..."
Fitri menurut, mengambil air dan langsung minum obat agar rasa gatalnya segera reda.

"Terimakasih banyak...", ucapnya sungguh-sungguh.
Fitri tidak menyangka Fachri bisa perduli dan begitu baik padanya.

"Sama-sama, jadi sebenarnya apa yang membuatmu jadi begini?", tanya Fachri penasaran.

Fitri menunduk dan menunjuk piring-piring kosong yang tergeletak di atas meja.
"Astaga! Kamu alergi udang? Kenapa tidak bilang? Aku bisa menggantinya dengan menu lain jika tahu kamu alergi!"

"Tidak apa, itu lezat sekali dan aku memang ingin memakannya sesekali, hanya saja persediaan obatku kebetulan sedang habis, jadilah seperti ini...."

"Ya sudah terserah kau saja, setelah ini sebaiknya kamu mandi dan beristirahat, besok aku akan mengajakmu pulang ke rumahku..."
Lagi-lagi Fitri hanya bisa patuh, lagi pula efek obat itu memang membuatnya mudah mengantuk.
Baru sehari menikah, ada-ada saja kejadian yang dialaminya. Dari yang paling menyakitkan sampai hal-hal konyol seperti tadi. Entah bagaimana jalan hidupnya nanti bersama lelaki di depannya ini. Meski baru permulaan, Fitri menyadari ada tunas kecil yang mulai tumbuh di hatinya. Meski di sisi lain Fitri juga sadar bahwa perasaannya bertepuk sebelah tangan.

Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang