Bab 74

142 4 0
                                    

"Mau kemana? Kenapa terburu-buru?", tanya Fachri tanpa melepaskan cengkraman di tangan Fitri.

'Sial!', rutuk Fitri dalam hati yang merasa benar-benar lelah dan ingin segera beristirahat.

Kesibukan di warung cukup menguras energinya, apalagi di tambah tingkah konyol Fachri yang mengintimidasinya.
Fitri berusaha melepaskan diri, namun Fachri masih menahannya.

"Ada apa lagi Mas?", Tanya Fitri tanpa bisa menyembunyikan kekesalannya.
Melihat raut wajah Fitri yang gusar membuat Fachri menyadari sesuatu.

'Apa dia tidak nyaman di dekatku sampai harus buru-buru pergi?', tiba-tiba Fachri merasa insecure.
Fachri merasa sangat bahagia akhirnya bisa melihat Fitri lagi, namun Fitri justru nampak tersiksa bertemu dengannya.

"Maaf, aku hanya ingin kamu menemaniku sebentar saja. Lagi pula lama kita tidak bertemu meski tinggal dalam satu rumah. Namun sepertinya kamu tidak nyaman dengan kehadiranku..."

"Bukan begitu, aku hanya merasa lelah dan ingin beristirahat...", jawab Fitri dengan jujur.

"Kalau begitu, kamu bisa duduk atau tiduran di sofa sambil menonton televisi...temani aku sebentar saja, aku ingin mengobrol sedikit denganmu..."

Fachri meraih tangan Fitri dan menuntunnya menuju sofa. Kali ini Fachri melakukannya dengan lembut. Fitri pun hanya bisa menurut meski merasa bingung dengan tingkah Fachri.

Fachri menyalakan televisi dan memainkan remote untuk menganti-ganti chanelnya.
Banyak hal yang ingin dibicarakannya dengan Fitri, tapi semua kata-kata seolah menguap dari benaknya.
Fitri sendiri memilih duduk di sofa sambil menyandarkan kepalanya. Ternyata sofa empuk itu cukup nyaman, hanya saja Fitri masih tidak mengerti dengan sikap Fachri.

"Jadi apa yang ingin Mas bicarakan?", Fitri yang mulai tak sabar akhirnya bertanya.

Fachri menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung harus memulainya dari mana.

"Akhir-akhir ini aku jarang melihatmu berada dirumah? Apa mengurus warung benar-benar membuatmu sibuk?"

"Ya warung memang semakin ramai dan itu membuatku cukup sibuk meskipun sudah merekrut pegawai, apa ada yang membuat Mas keberatan?"

"Tidak, aku senang kalau warungmu berkembang baik, tapi apa kamu tidak bisa sebentar saja berada dirumah? Setidaknya untuk menemaniku makan malam..."

"Aku selalu menyempatkan memasak makan malam untuk Mas, aku rasa itu sudah cukup..."

"Tapi aku juga ingin ditemani makan, rasanya sangat sepi kalau harus makan sendirian..."

"Aku pikir Mas tidak suka jika makan ditemani pelac*r..."

Fitri mengucapkan kalimat itu dengan intonasi datar, tapi terdengar tajam di telinga Fachri. Fachri baru menyadari sesuatu, bahwa dirinyalah penyebab sikap dingin Fitri selama ini hingga dirinya merasa kehilangan.

"Jadi karena hal itu kamu marah dan menghindariku?", Tanya Fachri ingin memastikan.

Fitri menggeleng, nampaknya Fachri salah paham dengan sikapnya.

"Bukan begitu, mana berani aku marah pada Mas? Aku hanya sadar akan posisiku, tidak sepantasnya aku berada di sampingmu, meski itu hanya di meja makan. Tapi tenang saja, aku akan tetap berakting menjadi istri yang baik di depan umum...."

Fachri benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Fitri, namun satu hal yang baru disadarinya. Dirinyalah yang telah melakukan kesalahan besar. Disaat dirinya merasa frustasi dengan segala musibah yang dialaminya, tanpa sadar dirinya melampiaskan emosi dengan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti Fitri.

"Aku yang salah, tidak seharusnya mengucapkan kata-kata seperti itu, apalagi kejadian malam itu adalah murni kesalahanku, aku benar-benar minta maaf jika ucapanku seringkali menyakiti hatimu..."
Setelah meminta maaf, Fachri merasa separuh beban yang mengganjal di hatinya terangkat.

"Sudahlah Mas, lupakan saja, ini hanya salah paham, aku akan melakukan apapun yang kamu minta..."


Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang