Bab 90

141 5 0
                                    

Fitri terkejut dan reflek mengangkat kepalanya menatap Fachri.

"Apa Mas?", bukannya tidak mendengar, tapi Fitri hanya ingi memastikan bahwa apa yang didengarnya tidak salah.

"Ayo kita bercerai!"
Kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong. Meskipun pernikahannya mungkin hanyalah sebuah sandiwara, entah mengapa kata perpisahan yang diucapkan Fachri dengan tiba-tiba terasa sangat menyakitkan. Tidak, Fitri merasa belum siap menerima kenyataan itu.

Mendadak Fitri merasakan pandangannya kabur, tubuhnya menjadi lemas, hingga jatuh terkulai di atas sofa.

Fachri yang semula tidak terlalu memperdulikan keberadaan Fitri menjadi panik saat melihat Fitri pingsan dengan tiba-tiba.

Beberapa kali menepuk-nepuk pundak Fitri dan mencoba memberikan rangsangan, namun tetap saja Fitri tak sadarkan diri. Fachri mulai memperhatikan wajah Fitri yang pucat dan itu membuatnya khawatir.

Fachri lalu memanggil satpam dan meminta bantuan untuk membawa Fitri ke rumah sakit.

Fachri membawa Fitri ke UGD agar segera mendapatkan penanganan. Setelah menitipkan kepada perawat yang bertugas, Fachri pun segera mengurus administrasi dan setelah itu Fachri langsung mencari toilet karena sejak di jalan tadi sebanarnya perutnya terasa mulas.

Sementara itu di ruang IGD Fitri sudah sadar dan sedang diperiksa oleh dokter yang bertugas. Fitri sempat bingung saat membuka mata dan mendapati wajah-wajah asing dengan pakaian serba putih.

"Syukurlah anda sudah sadar, dari hasil pemeriksaan anda mengalami anemia juga darah rendah, saya akan memberikan beberapa obat untuk diminum, setelah ini anda harus lebih banyak istirahat dan tidak boleh melakukan pekerjaan berat untuk menjaga kondisi tubuh dan janin di dalam kandungan..."

Belakangan ini sebenarnya Fitri mudah merasa lelah. Maka dari itu Fitri akhirnya merekrut lebih banyak pegawai. Namun ternyata banyaknya pegawai baru justru membuatnya semakin sibuk karena harus mengajari mereka. Ditambah lagi dengan perluasan warung dengan menyewa lahan tetangga di samping rumah. Banyaknya aktivitas membuat Fitri merasa semakin lelah sampai memutuskan untuk mengambil libur dan memilih menghabiskan waktu di rumah. Dirumah Fitri memilih mengisi waktu dengan memasak untuk dirinya sendiri dan juga untuk Fachri. Semula Fitri merasa baik-baik saja, namun entah mengapa dirinya bisa tiba-tiba pingsan.

"Apa?",
Masih setengah sadar, Fitri mencoba mencerna penjelasan dokter.

"Usia kandungan  Anda sudah masuk delapan minggu, apa Anda tidak tahu?"

"Saya belum mengeceknya, Dokter tolong jangan dulu beritahu suami saya, saya ingin memberi tahunya sendiri nanti..."

"Baiklah Nyonya, tapi ingat Anda harus rutin minum obat dan beristirahat dirumah..."

"Baik Dok..."

Setelah itu Fachri datang dan langsung menanyakan kondisi Fitri kepada Dolter. Dokter itu pun menerangkan keadaan Fitri yang mengalami anemia namun tidak memberitahu tentang kehamilan Fitri. Meski begitu dokter berpesan agar Fitri harus beristirahat total setidaknya dalam satu minggu ke depan.

Akhirnya Fitri pun diizinkan pulang. Sepanjang perjalanan itu mereka hanya saling berdiam diri, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hingga akhirnya sampailah mereka dirumah. Fachri bersikeras memapah Fitri, meski Fitri awalnya menolak. Fachri mengantarkan Fitri sampai ke kamarnya dan memastikan Fitri berbaring di tempat tidur.

"Istirahatlah dan jangan banyak pikiran! Oh ya, kau juga tidak perlu memasak untukku, aku bisa beli makanan diluar, aku juga akan belikan untukmu juga, jadi istirahat saja dan makan dengan baik!",

Setelah mengucapkan itu, Fachri berniat untuk keluar dari kamar Fitri. Namun tiba-tiba Fitri menarik tangannya.

"Ada apa lagi? Apa kau memerlukan sesuatu?"

"Tolong jangan ceraikan aku Mas!"

Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang