Laura membanting tubuhnya ke atas kasur sebelum mengutak-atik ponsel lalu ditempelkan ditelinga. Sesaat, dia menggigit jempolnya tidak sabar ingin segera membagi cerita.“Syaaa ...” pekik Laura akhirnya dengan mengentak-hentakan kaki di atas kasur serta berguling-guling tidak jelas. Setelah panggilan teleponnya terjawab oleh Sasya.
“Kenapa?” sahut sepupunya itu diseberang sana. “Ada perkembangan hubungan lo sama El?” tebaknya.
Laura mengiyakan sembari memeluk guling. “Em, Zio mutusin semua pacarnya masa, Sya?”
“Terus dia nembak lo lagi?” tebak Sasya lagi.
“Iya,”
“Lo terima?”
“Nggak, belum. Gue masih ... bingung,” keluh Laura membuang satu tarikan napas panjang.
“Ra, kalo lo penasaran dan udah nggak bisa nahan diri buat pacaran sama El, lo bisa terima dia.” saran Sasya.
Laura merubah posisinya menjadi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Perasaan bahagia yang tadi menggebu berubah menjadi dilema. “Tapi gue nggak yakin dia serius suka sama gue, Sya,” ucapnya sembari meraih bantal dan diletakkan diatas pangkuan.
“Terima dia tanpa melibatkan perasaan dulu, Ra. Maksudnya ... main-main dulu aja gitu. Kalo lo udah ngerasa yakin El beneran suka sama lo, baru lo bisa libatkan perasaan yang lo punya. Tapi, tetep sisain beberapa persen rasa buat ... berjaga-jaga. Kita nggak bisa nebak semua akan berakhir seperti apa soalnya, kan?”
Laura bergumam sembari mengangguk meski sadar Sasya tidak bisa melihatnya.
Diusia remajanya sekarang mereka sudah mulai paham untuk tidak menaruh kepercayaan dan berharap berlebihan pada seseorang. Waktu akan membawa siapa saja berubah. Entah menjadi pribadi yang lebih baik atau sebaliknya. Entah secara sengaja mengecewakan atau ... keadaan yang menjebaknya.
“Dari sifat El yang pernah gue tau, entah kenapa gue ngerasa yakin kalo dia memang suka sama lo,” sambung Sasya yang membuat Laura mengulum senyum dan tersipu.
“Soal El sama Bu Senna cuma lo doang yang tau?” sahut Sasya lagi.
“Kayaknya. Dari gelagat teman-temannya yang gue liat mereka belum ada yang tau,”
Ngomong-ngomong tentang Ellzio dan Bu Senna, kalau tidak salah dengar Laura sempet mendengar Ellzio menyinggung soal pengeroyokan yang beberapa hari lalu cowok itu dapat. Yang Laura simpulkan, Ellzio menuduh Bu Senna yang merencanakan.
“Temenin El, Ra,” ucap Sasya terdengar meminta. “Ini mungkin bukan tanggungjawab lo. Tapi jadi satu-satunya orang yang tau masalah itu, lo pasti kepikiran banget kan? Terlebih dia adalah orang yang lo suka,”
Laura bergumam, dia mendengarkan Sasya dengan seksama serta perasaan yang berubah lara.
“Jangan ikut campur sama dendamnya, cukup temenin dia. Gue yakin El nggak akan melewati batas dan ... gue nggak bisa membayangkan sesulit apa dia saat sendirian. Orang yang paling banyak tertawa dan menghibur orang lain ternyata malah punya luka yang lebih hebat tuh benar, ya?”
“Ra, lo denger gue, nggak?!”
Laura mengusap sudut matanya yang basah. “Em, iya!”
Tapi, tunggu-tunggu! Apa kata Sasya tadi? ‘Gue yakin El nggak akan melewati batas?’ Oh, Sasya tidak tahu saja saat itu dengan kurang ajar Ellzio mencium bibirnya. Laura memang tidak menceritakan bagian itu. Dia hanya bilang Ellzio tahu kalau Laura terciduk memergokinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT
Teen Fiction⚠️17+ Arcellzio Bagja Sagara, dinobatkan sebagai cowok ganteng paling meresahkan sepanjang sejarah siswa baru SMA Cakrawala. Siswa pindahan dari Bandung yang masuk sekolah semaunya dan membuat masalah adalah hobinya. Selain menjadi incaran guru BK...