22. Suapan

7.9K 362 13
                                    

Setiap masalah pasti ada jalan keluar. Ya ... meski, jalannya berlubang, melewati tanjakan, turunan, jembatan, tikungan tajam, lautan, pegunungan, jurang dan kuburan.

-Elfatir Ghifari-

***

“Baby?”

Jantung Laura semakin berpacu kencang saat Ellzio yang khawatir menyadarkan Laura dari lamunannya dengan mengguncang lengan dan memanggilnya.

A-apa sih, baby-baby!” Laura menepis sentuhan Ellzio di lengannya. “Modus banget sih!” ucapnya sengaja dibuat jutek.

Ck, ini yang kata lo udah punya pacar dan mau jadi cowok setia?” Amara menghampiri keduanya dan mengayunkan pukulan di lengan Ellzio. “Sekali buaya, tetep buaya! Gue nggak ngizinin ya, lo modusin temen gue.” sambung Amara mengomel sembari menarik Laura menjauh dari Ellzio.

Laura memejamkan mata dan menggelengkan kepala saat sedang mengerjakan PR-nya tiba-tiba saja kilas balik kejadian tadi siang berputar di kepalanya. Hampir saja hubungannya dengan Ellzio diketahui dan mungkin saja akan mengegerkan satu sekolah. Laura menghela napas, ingin Amara segera tahu, namun dia belum siap menerima resikonya.

Selalu berakhir bingung dan merasa bersalah saat memikirkan hubungan diam-diam nya dibelakang Amara, Laura meletakkan pena dan menutup bukunya. Dia sudah tidak bisa berkonsentrasi lagi pada tugasnya. Kemudian memilih meraih ponsel dan turun ke lantai bawah.

“Siapa yang ngambil eskrim aku?!” Laura mendengus sembari menutup pintu kulkas.

Uhuk-uhuk ...”

Papa yang sedang minum tersedak, terbatuk ringan, yang reflek membuat Laura menoleh kearahnya.

“Cia tadi bawa boneka kan, ya? Ketinggalan ya, Sayang?” ucap Papa pada Cia yang digendongnya. “Yuk, kita ambil dulu ke ruang tengah.” sambung Papa berjalan tergesa dan pura-pura tidak melihat Laura yang dilewatinya.

“Papaaaa!” Laura merengek kesal.

“Nah, bener kan, ada.” ucap Papa lagi. Sengaja sekali pura-pura tidak mendengar jeritan anak perempuan pertamanya.

Sementara Mama yang sibuk dengan kegiatannya dimeja makan hanya tersenyum, tidak lagi heran mendengar keributan kecil yang dilakukan anak dan suaminya. Hubungan ayah dan anak itu memang clop. Laura yang mudah merajuk malah membuat Papanya yang jahil semakin senang mengisengi nya.

Laura kembali membuka kulkas dan berakhir mendengus lagi.

“Iiiih ... ini pasti Papa juga yang ngabisin!” tuduhnya, saat melihat camilannya hanya tersisa beberapa bungkus saja.

Laura suka mengemil, bahkan dibandingkan tiga teman dekatnya, gigi Laura yang nyaris tidak berhenti mengunyah. Namun, entah kesialan atau justru keberuntungan, sebanyak apapun Laura makan, berat badannya tidak banyak bertambah.

Dia mengambil dua bungkus beng-beng, membuka salah satunya dengan menggunakan gigi sembari menghampiri Mama yang memasukkan beberapa makanan ke dalam rantang susun stainless.

“Buat siapa, Ma?” tanyanya, sembari menarik kursi sebelum dia duduki di depan Mama.

“Buat Bu Dewi,”

“Bu Dewi?” Laura membeo dengan nada tidak suka yang kentara. “Yang nyebelin itu? Ngapain sih, Ma?!”

“Kasian, lagi sakit. Sendirian di rumahnya, anak-anaknya nggak bisa pulang.”

“Biarin aja padahal,” gumam Laura sembari menaikan kedua kaki ke atas kursi lalu menyandarkan ponselnya dengan posisi miring ke gelas yang ada di atas meja. Kemudian mengklik dan melanjutkan tontonannya—Welcome To Our Home | 7llin’ in the Dream, video lama namun masih disukai Laura, dari channel YouTube boy band favoritnya. “Keenakan banget, kejahatan dibales kebaikan.”

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang