“Hisssh!” Laura berdesis dan melirik kesal pada Papa yang menggendong Cia saat berpapasan dipertengahan anak tangga. Masih pura-pura merajuk perihal Papa yang kembali menghabiskan satu-satunya eskrim yang terisa.
“Maaa ...”
Dia kemudian menghampiri Mama. Mengecup pipi dan memeluk leher Mama yang duduk bermain ponsel di sofa.
“Emm?” Mama bergumam, sembari menepuk ringan pipi Laura yang menempel manja di pipi Mama.
“Bagus yang mana, Kak? Yang ini ...” Mama memamerkan layar ponselnya dan menggeser ke foto berikutnya. “Atau ini?”
“Sama aja.” jawab Laura. Lalu memutari badan sofa kemudian duduk disamping Mama dengan bersandar di bahunya.
“Ya udah, Mama post semuanya aja. Mama tag kamu, harus kamu repost pokoknya!”
Kemudian, Mama benar-benar memposting beberapa foto sisa tadi saat mereka family time diluar dan mampir ke salah satu restoran yang baru dua Minggu lalu buka milik salah satu teman Mama.
Laura melihat Instagram story Mama dengan asal-asalan sebelum menekan lama layar ponselnya saat melihat dua postingan terakhir. Dia tersenyum memandangi foto yang mengabadikan dia, Mama dan Papa tersenyum ke arah kamera sementara Cia yang belum banyak mengerti menoleh ke sisi kiri. Lalu, di post-an terakhir Mama membagikan foto candid dia yang saling bertatapan dengan Cia sembari tertawa, yang ditambah dengan caption Masyaallah Tabarakallah dan disambung dengan kata-kata lain yang mensyukuri dan membanggakan kehadiran keduanya.
Tuhan benar-benar memberi Laura hidup sempurna.
Dia terlahir sebagai anak perempuan pertama yang nyaris selalu beruntung dalam apapun. Harta dan kasih sayang orang tua, Laura mendapatkan keduanya. Bahkan setelah kehadiran Cia, tidak ada yang berubah dari kasih sayang Mama dan Papa. Justru, mereka semakin memberi perhatian lebih seiring dengan Laura yang beranjak remaja—memasuki usia rentan dalam pencarian jati diri.
Papa yang mengelola perusahaan keluarga cukup sukses mengembangkan bisnisnya dan Mama yang seorang mantan fashion stylist, membuat penampilan feminim Laura selalu terlihat cantik dan modis sesuai gaya usianya.
Banyak saksinya kalau hidup Laura nyaris sempurna. Namun, meski begitu, Laura tidak pernah dengan sengaja menyombongkan kelebihan yang dimilikinya. Dia yang berusia tujuh belas tahun akan bertingkah manja saat di rumah, namun, akan menyesuaikan diri sebagai mana mestinya saat bersama teman-teman sebayanya.
“Udah kamu repost?”
Laura mendengkus malas sebelum menuruti kemauan Mama. “Udah.” ucapnya, yang kemudian mencampakkan ponselnya dan memilih mengintip ponsel Mama.
“Ma?”
“Em?”
Mama yang sedang mengedit—kembali membuat story berisi foto mesra Mama dan Papa yang ditambah lagu ‘Kita Bikin Romantis’ milik Maliq & D'Essential menyahut singkat dengan gumaman.
“Ini ... misal, ya, Ma. Misal,”
“Em.” Mama kembali bergumam, masih sibuk dengan kegiatannya.
Laura berdeham sebelum melanjutkan. “Misal, kalo aku bilang aku ... punya pacar ... gimana?”
“Hah?” Mama langsung menoleh pada Laura. “Siapa?”
“Ih, a-aku bilang kan, mis—”
“Siapa yang punya pacar?”
Papa.
Laura melirik panik mendengar suara Papa yang bergabung menghampiri dia dan Mama.
“Ng-nggak ada, Pa. Aku cuma iseng nanya Mama aj—”

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT
Teen Fiction⚠️17+ Arcellzio Bagja Sagara, dinobatkan sebagai cowok ganteng paling meresahkan sepanjang sejarah siswa baru SMA Cakrawala. Siswa pindahan dari Bandung yang masuk sekolah semaunya dan membuat masalah adalah hobinya. Selain menjadi incaran guru BK...