7. Bekas Luka Dibibir

10.4K 490 20
                                    

“Ra, sakit, ya?” telapak tangan Aretta menyentuh dahi Laura yang pemiliknya sedang terpejam.

“Em?” Laura mengangkat kepala yang semula dia tidurkan di atas meja dengan tangan terlipat sebagai bantalan. “Nggak,” sahutnya sembari menggeleng.

“Terus kenapa?”

Suhu badan Laura normal, tapi teman sebangkunya itu terlihat lemas dan tidak ada semangat.

“Cuma ... ngantuk aja,”

“Lho, terus ini bibir lo kenapa?” tanya Aretta lagi sembari menyentuh bibir Laura yang baru disadari terlihat terluka kecil.

“O-oh, ini ... ” Laura ikut menyentuh bibirnya sendiri. “Emm ... dicakar Cia. I-iya. Nggak sengaja kecakar Cia kemarin.” jawab Laura ... bohong.

Laura merasa bingung dan resah. Haruskah dia bercerita perihal kemarin pada Aretta? Atau dia simpan sendiri untuk menghindari masalah baru lagi. Laura juga merasa gelisah dan takut menjalani hari. Dia tidak ingin bertemu cowok itu hari ini.

Laura akan kebingungan, harus membenci cowok itu secara terang-terangan atau pura-pura terlihat seperti biasa seakan tidak pernah terjadi apa-apa.

Sampai waktu yang memasuki jam pelajaran kedua ini, tidak ada tanda-tanda batang hidung cowok itu akan terlihat. Namun Laura tidak bisa merasa tenang, cowok itu ... Ellzio, tidak tertebak. Dia definisi dari manusia yang seenaknya. Datang ke sekolah semaunya, bahkan pernah baru masuk kelas di jam yang sudah memasuki waktu istirahat.

Meskipun Laura menyukainya, tapi bukan berarti dia akan rela disentuh seenaknya. Ellzio ... Brengsek, cowok itu mencuri first kiss-nya. Dan benar kata Sasya, cowok humoris seperti itu akan terlihat lebih menyeramkan saat marah.

Laura juga masih tidak menyangka, ada hubungan rumit yang menjadi rahasia antara Ellzio dan Bu Senna. Jadi, mungkin itu ya, tujuan Ellzio pindah sekolah?

Seandainya saja Laura tidak memutuskan pulang lebih dulu dan menemani Amara di perpustakaan sedikit lebih lama lagi, dia mungkin tidak akan tertarik dan penasaran melihat Ellzio masuk ke ruang guru. Lalu ... mengetahui rahasia cowok itu.

Rahasia yang justru membuat Laura terbebani mengetahuinya. Akan ada penilaian lain saat Laura menatap Bu senna, begitu juga cara Laura memandang Ellzio yang mungkin tidak akan lagi sama.

“Tuh, kan, ngelamun lagi. Mikirin apa sih, Ra?” Aretta menjentikkan jari di depan wajah Laura.

“O-oh, nggak,” Laura mengusap wajahnya dengan kedua tangan sembari mendesah pelan. “Gue cuma ... beneran ngantuk aja.” alibinya.

Laura butuh pendengar, dia ingin ada seseorang yang tahu apa yang sedang membebani kepalanya dan mungkin, dia hanya akan bercerita pada Sasya. Sepupunya.

“Oh iya, Ra,” Katya yang duduk tepat didepannya tiba-tiba berbalik menghadap Laura dengan wajah berseri, yang diikuti Amara juga.

“Erzhan nanyain lo ke gue, masa?” ucapnya dengan senyuman geli.

“Nanyain apa?” Aretta yang bertanya.

“Sekedar basa-basi, sih. Waktu gue jalan di koridor nggak sengaja papasan sama dia. Terus dia nanya, ‘Nggak sama Laura, Kat?’ gitu doang sih, katanya.” ucap Katya yang diakhiri tawa.

“Gue yakin, Erzhan tuh masih suka banget sama lo, Ra. Nggak mau nyoba buka hati lagi buat dia?” tanya Amara.

Laura menggelengkan kepala.

“Yaaah ... padahal kalian tuh cocok banget tau, Ra.” keluh Amara kecewa.

“Ngapain balikan sama mantan ya, Ra, kayak nggak ada cowok lain aja,” bela Aretta.

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang