28. Surat Panggilan

7.1K 399 26
                                        


“Pacarnya Haechan, boleh minjem power bank nya, nggak?”

Laura yang sedang mengobrol dengan Aretta dan Katya menoleh lalu mengizinkan power bank yang beberapa saat lalu digunakannya dan masih tergeletak di atas meja, dipinjam Dinda. Dia tersenyum dan menyahut.

“Boleh dong, pacarnya Jungkook.”

“Kyaaa ... thank you.”

Dinda memekik senang, dua puluh persen karena Laura mengizinkannya meminjam, sepuluh ribu persen karena Laura membalas dengan perhaluan yang sama. Laura membalas respon temannya itu dengan kembali tersenyum yang hampir menutup mata.

“Cieee ... hape baru, Din?” ucap Aretta mengomentari ponsel milik salah satu teman sekelasnya itu.

“Em, hadiah ulangtahun.” balas Dinda menyengir.

“Nggak afdol kalo ponsel baru nggak dipake selfie-selfie, iya, nggak, sih?” ucap Katya. Sebelum akhirnya, mereka benar-benar berfoto ria.

Laura mengajak teman-teman yang lain untuk mendekat dan ikut menikmati jepretan kamera depan Dinda. Tidak terkecuali Amara. Namun, Amara menolak dan melanjutkan kegiatannya, membaca.

Mereka berpose memamerkan senyum cantik masing-masing sebelum berekspresi lain, termasuk membuat raut konyol yang kemudian saling mengomentari dan tertawa saat melihat hasilnya.

“Ini lucu banget, apalagi muka Bellissa, lihat!”

“Ah, Katya mah curang tetep masang wajah cantik.”

“Nggak kuat please. Muka Sheryl kayak kodok kecek!”

Celetukan itu diiringi tawa lepas.

Brak.

Gebrakan cukup keras membuat mereka terkesiap dan menoleh ke sumber suara.

“Jangan terlalu berisik, nanti ditegur guru!” tegur Amara setelah menggebrak meja. Dia menoleh dengan raut tidak suka dan terganggu.

“Hishhh...” Dinda mencibir dengan sudut bibir atas naik, khas orang julid.

Dan Amara berakhir menutup dua telinganya sembari terus berusaha fokus membaca saat suasana kelas justru semakin berisik. Bukan lagi dari teman-teman perempuannya, melainkan dari jajaran sebelah kanan. Bhanu bermain gitar mengiri teman-temannya bernyanyi dangdut.

“Kala kupandang kerlip bintang nan jauh disana... ”

Kalau bukan karena sebentar lagi pergantian jam pelajaran, Amara mungkin sudah membawa langkah kakinya ke perpustakaan.

“ ... Karena tersentuh alunan lagu, semerdu kopi dangdut.”

★★★

Tidak memimpin kerusuhan seperti biasa. Selain badannya yang pegal-pegal dan nyeri, Ellzio memiliki kebiasaan baru yang menyenangkan saat di kelas sekarang. Duduk menyamping dan bersandar santai pada dinding dengan tatapan memperhatikan cewek yang sama-sama menempati bangku kedua.

Alih-alih pulang seperti yang Laura kira, Ellzio justru menyusulnya masuk ke kelas.

Sudut bibir Ellzio tertarik, ikut tersenyum sembari menggigit buku jari tangan yang terkepal ringan saat melihat Laura tersenyum atau tertawa bersama teman-temannya.

Seperti yang pernah Ellzio ralat dan akui. Dia sadar, ketertarikannya pada Laura sudah lebih dulu ada sebelum kejadian itu. Namun saat itu, dia tidak begitu mempedulikan ketertarikannya. Ditambah sikap jutek Laura saat berurusan dengannya. Ellzio mewajarkan, dia menyimpulkan alasan atas sikap Laura sebagai bentuk pelampiasan dan ketidaksukaan karena Ellzio memainkan perasaan Amara, sahabatnya.

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang