Aku masih berdebar karena apa yang kulakukan sekarang. Aku seperti gadis remaja yang masih dalam fase pubertasnya, yang karena menjalin hubungan jarak jauh dengan kekasihnya rela melakukan apapun untuk dapat bertemu kekasihnya itu. Aku bukanlah seorang yang seperti itu saat masa remajaku. Aku selalu bisa mengendalikan diriku saat masa pubertasku ataupun saat sesuatu terjadi dalam hidupku. Aku hanya sama sekali tidak boleh mengacaukan apapun.
Setelah mengirimkan pesan singkat untuk ibu, aku mengemasi barang-barangku, memasukkannya ke dalam koperku. Aku membereskan semuanya hanya dalam tiga puluh menit termasuk mandi dan bersiap-siap. Aku bukanlah seorang make up manik, aku tidak mengenakan dandanan yang lengkap dan tebal sehari-harinya, mungkin hanya sunsceen kemudian dilapisi bedak tipis, sedikit polesan lipstick di bibirku, lalu merapikan sedikit alisku sudah cukup. Bagiku, skincare lebih penting daripada make up.
Terbiasa mengatur waktu untuk setiap kegiatan sehari-hariku, aku sering melibatkan skincare ke dalam waktu yang tersedia. Karena itulah, aku menjadi terbiasa menggunakan skincare tetapi tidak menggunakan banyak make up karena keterbatasan waktu yang boleh kugunakan untuk merawat diriku sendiri. Sebagian besar waktu aku habiskan untuk belajar dan juga memenuhi undangan berkumpul bersama para teman-teman kayaku. Kehidupanku yang sangat sibuk.
Aku juga mengirimkan satu pesan lagi untuk Alex. Aku mengatakan padanya bahwa aku sedang menuju ke Jakarta sekarang. Aku tidak bermaksud menyuruhnya untuk menjemputku dengan pesan itu, tetapi aku ingin bertemu dengannya segera setelah aku tiba nanti. Karena untuk itulah aku melakukan semuanya. Bertemu dengannya.
Aku kembali menatap layar ponselku, namun belum juga ada balasan dari keduanya. Ibu sedang bekerja sehingga akan sulit untuk dapat mengecek ponselnya, tetapi aku tidak yakin tentang Alex. Apakah dia masih tidur? Sekarang sudah jam setengah satu siang. Atau mungkinkah ia sedang berkumpul dengan teman-teman kuliahnya sehingga tidak dapat melihat ponselnya? Sepertinya tidak mungkin juga.
Aku memutuskan untuk memejamkan mataku sebentar. Karena dengan kereta, aku akan tiba di Jakarta sekitar jam satu tengah malam nanti. Masih tersisa waktu sebanyak dua belas jam untukku bisa beristirahat, juga waktu bagi ibu maupun Alex untuk dapat melihat ponsel mereka. Aku harap mereka segera menghubungiku setelah itu. Aku lebih nyaman menggunakan kereta jika harus bepergian jauh. Dulu aku bisa saja menggunakan bus, tetapi sejak kejadian hari itu aku bahkan merasa sesak hanya dengan melihat bus.
Lagi-lagi tentang payudaraku. Payudaraku yang menarik perhatian orang-orang sehingga aku bahkan hampir diperkosa oleh sang supir dan beberapa anak buahnya. Kejadian itu sangat menyeramkan. Aku bahkan merinding mengingat hari itu.
Tepatnya tiga tahun yang lalu, saat aku harus ke Jakarta karena nenek Bianca meninggal dunia. Efran pergi bersamaku naik bus. Karena terlalu lelah aku pun tertidur. Efran yang duduk di sampingku menyadari beberapa dari pria di dalam bus terus memandangiku. Sampai tiba di pemberhentian untuk beristirahat, aku bangun lalu mendapati Efran begitu lemas duduk di sampingku. Aku bertanya ada apa. Ternyata demi menjagaku dia menahan buang air kecil sejak bus mulai berangkat. Saat itulah pertama kalinya dia terlihat sangat menyedihkan. Wajahnya hampir pucar dengan keningnya dipenuhi bulir-bulir keringat. Aku memaksanya turun untuk buang air kecil sekarang karena perjalanan masih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Thorns: Dara's Love Journey #1
Romance❗WARNING ADEGAN DEWASA DI BEBERAPA BAGIAN❗ *belum revisi Dunia tidak bersahabat bagi seorang wanita dengan payudara yang besar. Seperti itulah yang Dara pelajari dari kehidupannya. Bahkan melihat ketulusan pun menjadi sulit. Sampai dia bertemu kemba...