Aku perlahan membuka mataku dan menatap langit-langit. Kamar Alex hening. Aku sendirian. Aku juga lega. Aku tidak tahu harus bagaimana jika menghadapi Alex setelah tadi malam. Aku bercinta seperti seorang pelacur walaupun aku tidak tahu bagaimana pelacur biasanya bercinta. Tetapi memikirkan apa yang terjadi tadi malam aku merasa seperti pelacur. Aku tidak tahu apa yang merasukiku. Mungkin karena wine yang kuhabiskan sebelumnya. Keberanianku menjadi berlipat ganda karena alkohol di dalam darahku tetapi aku tidak mabuk. Aku ingat dengan jelas semua yang kami lakukan.
Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku dan mulai tertawa. Aku baru saja berhubungan seks dengan pria yang seharusnya aku hindari. Aku sudah gila. Tetapi setidaknya dia menggunakan kondom setiap kali kami melakukannya. Baik di kursi belakang mobilnya, maupun di lantai, dan akhirnya di atas kasurnya. Setelah itu aku pingsan.
Berhubungan seks dengan Efran membuatku tahu bagaimana rasanya seks yang menyenangkan, tetapi sekarang aku tahu bagaimana rasanya berhubungan seks yang membuatku gila.
Misi selesai.
Tetapi aku masih harus memastikan Alex benar-benar keluar dari hidupku setelah ini, dan ini tantangan yang berat. Karena sepertinya aku tidak akan pernah bisa melupakan Alex setelah dia memberiku semua hal baik hanya dengan melakukan satu hal. Seks.
Aku meregangkan tubuhku dan berdiri. Aku melihat sekeliling ruangan untuk mencari pakaianku. Aku ingat meninggalkan koperku di mobil Alex tadi malam. Tetapi sekarang aku menemukan koperku di sudut dekat meja makan. Alex pasti mengambilkannya sebelum ia pergi. Hatiku hangat karena perhatiannya.
Aku menarik seprei dari tempat tidur dan membungkus seprei itu mengitari tubuhku. Lalu aku berjalan ke jendela dan membuka tirai. Pemandangan kesibukan kota di bawahku menyadarkanku bahwa ini nyata. Alex mengatakan bahwa ia tidak dapat memikirkan penginapan manapun yang aman untuk kami sehingga ia memutuskan membawaku ke apartemennya. Begitulah akhirnya aku bisa bangun di kasurnya pagi ini. Aku menyipitkan mataku hendak menatap terik matahari. Sepertinya sekarang siang.
Aku menoleh kembali melihat apartemen Alex dengan perabot sederhana. Dia pasti sangat jarang tidur di apartemennya. Menurut cerita Bianca, Alex anggota perhimpunan mahasiswa. Sekarang menjelelang tahun ajaran baru sehingga ia akan sangat sibuk dengan persiapan-persiapan untuk penerimaan mahasiswa baru. Alex dengan karismanya selalu terpilih menjadi ketua osis sejak SMP. Dia menarik semua orang tidak hanya dengan wajahnya yang tampan tetapi juga bakat dan prestasinya. Ia juga seorang yang bertanggung jawab dan memiliki sikap yang baik. Fanclub dengan nama Alexist terbentuk dan terdiri dari para siswi yang mengagumi dan siap mendukungnya kapan saja. Beberapa siswa juga menjadikannya sebagai role model mereka.
Aku mulai melangkah ketika mataku melihat kaus hitam yang tadi malam ku kenakan terlipat rapi di atas meja di samping tempat tidur. Aku tidak melihatnya disana saat bangun tadi. Tidak hanya kaus-ku, ia juga melipat celana pendekku dan meletakkannya di bawah kaus-ku. Aku mengangkat celana pendekku. Senyum mengembang di bibirku. Aku minta maaf karena mengabaikanmu selama ini, tetapi aku senang aku memutuskan untuk mengenakanmu.
Aku menarik celana pendekku dari bawah kaki hingga naik ke pinggulku. Aku mengancingkannya. Lalu aku mengenakan kembali kaus-ku dari atas kepalaku. Aku lapar, jadi aku akan mengisi perutku dulu lalu harus mandi. Setelah itu aku akan memikirkan kemana aku pergi. Aku tidak mungkin tinggal ditempatnya karena itu mempersulit misi baruku yaitu melupakannya.
Aku menjelajahi apartemennya yang luas. Ukuran dan penataan ruangan apartemen Alex hampir sama dengan apartemen Bianca karena mereka tinggal di bangunan yang sama. Tetapi apartemen Alex terlihat lebih luas.
Perabotannya hanya sebuah sofa besar yang terletak di depan sebuah televisi besar di ruang tamu. Lalu dapur dengan hanya sebuah rak piring dan alat memasak. Kemudian meja makan dan dua kursi yang tertata rapi. Terdapat sekat berupa tembok dengan daun pintu yang menuju ke kamar. Kamar mandinya terletak di dalam kamar.
Melihat bagaimana ia menata semuanya sangat sesuai dengan kepribadiannya. Tetapi aku tidak tahan untuk tidak membayangkan aku menata kembali perabotannya dan menambahkan beberapa perabotan juga ke dalam apartemennya. Seperti beberapa alat memasak, dan juga aku ingin menghiasi pintu kulkasnya yang berdiri di pojokkan.
Aku menggelengkan kepalaku. Aku seharusnya masih berlibur sekarang, lalu mengapa aku repot-repot memikirkan hal-hal tentang interior?
Aku memasuki kamar mandinya dan mengagumi betapa semuanya tertata rapi. Handuk putih bergantung di dekat westafel yang di atasnya terdapat beberapa produk pembersih wajah, sikat gigi dan pasta gigi, shampo unisex, sabun mandinya, dan peralatan mencukur. Bahkan ia meletakkan pakaian kotornya ke dalam keranjang. Aku sendiri sering menghamburkan pakaianku di atas kasur saat terburu-buru. Aku melangkah masuk dan memutuskan sebaiknya aku mandi sekarang untuk berjaga-jaga Alex akan pulang. Aku tidak ingin bertemu dengannya dalam keadaan berkeringat.
Aku menyalakan pancuran air dan menunggu sebentar hingga airnya menghangat lalu aku masuk ke dalamnya, membiarkan air dari pancuran mengguyur tubuh telanjangku. Aku merasakan hangatnya air mengalir dari ujung rambutku hingga ujung kakiku. Aku memejamkan mataku membayangkan kembali apa yang terjadi tadi malam. Alex menatapku dengan tajam ketika kemaluannya menerobos masuk ke dalam diriku.
Tanganku menyentuh lenganku dan mengusapnya dengan lembut membayangkan tangan Alex yang menyentuhku. Aku lalu membayangkan tangan Alex turun ke bawah lalu mengelus sebelah dalam pahaku. Aku mengerang dan menggigil membayangkannya.
Tanganku kemudian kembali naik dan menangkup kedua payudaraku yang berat. Masih dengan memejamkan mata, aku mengepalkan daging payudaraku dengan telapak tanganku. Aku membayangkan tanganku yang melakukannya adalah tangan Alex. Lalu aku mendesah setiap kali aku meremas payudaraku.
Aku membuka mataku. Aku tidak seharusnya membayangkan Alex. Itu hanya akan membuatku sulit menyelesaikan misiku. Aku memopa shampo dari botolnya. Segera aroma yang mengingatkanku akan aroma Alex memenuhi ruangan. Aku menggelengkan kepalaku berusaha menyadarkan diriku. Shampo ini bukan hanya milik Alex. Orang lain pun bisa memiliki aroma seperti aroma Alex. Ini sama sekali tidak isitmewa. Aku mengatakan pada diriku se diri, bahwa sejak saat ini Alex dilarang melintasi pikiranku ketika aku sedang mandi.
~bersambung
*Vote dan follow-nya ygy 😁
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Thorns: Dara's Love Journey #1
Romance❗WARNING ADEGAN DEWASA DI BEBERAPA BAGIAN❗ *belum revisi Dunia tidak bersahabat bagi seorang wanita dengan payudara yang besar. Seperti itulah yang Dara pelajari dari kehidupannya. Bahkan melihat ketulusan pun menjadi sulit. Sampai dia bertemu kemba...