Aku duduk termenung menatapi ibu yang terbaring diam di atas tempat tidur rumah sakit. Semua jenis alat bantu pernafasan terpasang di mulut, hidung, di wajahnya. Air mataku sudah habis terkuras menyisakan tonjolan bengkak di bawah mataku. Menurut Efran ibu sudah tidak sadarkan diri sejak kemarin. Aku ingin bertanya penyebab ibu pingsan tetapi aku takut sesuatu yang berbahaya mungkin terjadi pada ibu.
Pintu terbuka dan sosok Efran muncul dari balik pintu. "Dara, aku membawakan pakaianmu." Katanya. Ia menyodorkan paper bag berwarna biru ditangannya.
Aku menoleh padanya kebingungan. Kami bertukar pandang beberapa saat karena aku hanya terdiam menatapnya.
Dia meraih tanganku untuk memegang tali paper bag itu. "Kau hampir tidak mengenakan apapun di tubuhmu," jelasnya.
Aku mengambil paper bag lalu menatap ke bawah, ke tubuhku. Aku mengenakan kaus kebesaran yang hanya menutupi sampai di atas pahaku. Hanya itu. Aku tidak mengenakan bra, sehingga puting payudaraku menonjol dan terlihat jelas oleh kain tipis kaus putih ini. Aku melihat lebih ke bawah, aku ingat aku bahkan tidak tidak mengenakan celana dalam. Aku pasti terlihat sangat berantakan.
Aku tersenyum lemah pada Efran. "Terima kasih."
Aku tidak ingin meninggalkan ibu, aku ingin terus duduk disini, tetapi aku setidaknya harus berpakaian selayaknya. Aku berdiri dari kursi lalu menuju kamar mandi. Aku mengunci pintu kamar mandi sebelum mulai mengangkat kaus dari bawah hingga terlepas dari tubuhku lewat atas kepalaku. Aku menatapi tubuh telnjangku di depan kaca. Tubuhku memerah dimana-mana karena hisapan mulut Alex.Kulit payudaraku, kulit perutku, bahkan pipi pantatku memerah dimana Alex menancapkan jari-jarinya.
Aku menarik nafas berat. Tidak seharusnya aku memikirkan Alex di saat-saat seperti ini, tetapi aku merasa tidak benar pergi begitu saja tanpa memberitahunya. Dia mungkin khawatir karena aku tidak ada saat dia kembali, apalagi semua barang-barangku masih pada tempatnya. Aku bahkan tidak dapat membersihkan kamarnya.
Aku menyalakan kran pancuran, lalu mulai membasuh diriku dengan air. Efran tidak hanya membawakanku pakaian tetapi juga sabun mandi dan shampo untukku. Aku tersenyum memikirkan dirinya yang tidak pernah berubah, masih saja sangat mendetail.
Beberapa menit berlalu dan aku keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang lebih baik. Efran membawakanku kaus dan celana pendekku. Tentu saja ia ambil dari kamarku, di rumahku. Efran sudah sering masuk ke rumahku atau ke kamarku dulu saat kami masih berpacaran.
Aku membungkus rambut panjangku yang basah dengan handuk, lalu duduk di samping Efran di sisi tempat tidur pasien.
Efran merogoh saku belakang celananya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. "Ini milikmu." Aku menoleh pada apa yang ada di tangannya. Kartu kunci cadangan apartemen Alex. Aku tanpa sadar membawanya sampai kesini.
Aku dengan cepat mengambil kartu itu dari Efran, lalu memasukkannya ke dalam sakuku. "Terima kasih," kataku.
"Kau tidak ingin bertanya tentang ibumu?" katanya dengan kembali menoleh menatap ibuku yang terbaring dengan atas tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Thorns: Dara's Love Journey #1
Romance❗WARNING ADEGAN DEWASA DI BEBERAPA BAGIAN❗ *belum revisi Dunia tidak bersahabat bagi seorang wanita dengan payudara yang besar. Seperti itulah yang Dara pelajari dari kehidupannya. Bahkan melihat ketulusan pun menjadi sulit. Sampai dia bertemu kemba...