Bab 15

1K 87 82
                                    

Duduk di kursi di meja makan, aku hanya bisa menggeser ke atas dan ke bawah layar ponselku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk di kursi di meja makan, aku hanya bisa menggeser ke atas dan ke bawah layar ponselku. Aku menatapi semua gambar makanan yang naik turun mengikuti arah aku menggesernya. Aku lapar dan dia tidak memiliki bahan makanan apapun disini. Bahkan mie instan pun tidak ada. Lagipula dia kaya tidak mungkin makan mie instan. Walaupun makan mie, pastilah mie yang dimasak oleh koki restoran terkenal.

Kriuk... kriuk...kriuk..

Aku memegangi perutku yang berbunyi. Sekarang sudah hampir jam enam sore. Sudah delapan jam sejak aku selesai mandi. Sudah dua belas jam sejak aku makan malam kemarin. Aku menghitugnya. Aku tidak tahu harus melakukan apa karena aku bahkan tidak bisa memasak untuk diriku sendiri. Bukan karena aku sama sekali tidak bisa memasak, tetapi karena tidak ada yang bisa dimasak.

Aku berusaha kembali tidur sehingga setidaknya aku tidak merasakan waktu berlalu sampai Alex pulang. Aku menunggu Alex. Siapapun tidak suka menunggu. Aku memaksakan memejamkan mataku namun aku tidak bisa tidur karena perutku terus berbunyi kelaparan.

Alex sepertinya sangat terburu-buru pergi pagi ini sampai ia lupa ada aku disini. Ia pergi membawa kartu untuk membuka apartemennya. Aku mencoba menghubungi ponselnya tetapi diluar jangkauan. Keamanan di lantai dua belas ini benar-benar luar biasa. Bahkan untuk membuka pintu masuk ke apartemenmu harus menggunakan kunci saat hendak masuk ataupun keluar. Padahal pintu lantai empat belas masih menggunakan kode angka untuk membuka pintu. Aku belum mengecek satu per satu pintu di bangunan ini tetapi bagaimana bisa akses pintu apartemen mereka sangat berbeda.

Aku terkunci di apartemennya. Aku masih bisa memesan makanan secara online jika ia tidak punya makanan, tetapi jika aku tidak bisa membuka pintunya maka aku tetap tidak bisa mendapatkan makanananku. Aku akhirnya duduk meringkuk memeluk lututku di atas salah satu kursi depan meja. Aku menekan perutku agar tidak terasa kosong.

Aku melihat-lihat sekelilingku berusaha mencari apa yang bisa aku lakukan untuk mengalihkan pikiranku dari rasa laparku. Aku melihat sebuat buku gambar di atas meja di kamarnya. Tiba-tiba aku ingin menggambar. Meskipun pikiranku memarahiku, kakiku tetap melangkah ke meja lalu membuka buku itu. Buku ini berisi gambar-gambar Alex. Mulutku terbuka mengagumi detail setiap gambarnya. Dia benar-benar berbakat. Sayang dia lahir dari keluarga yang sama sekali tidak berhubungan dengan bakatnya. Bahkan berpapasan juga sepertinya tidak. Aku membuka halaman demi halaman. Kemudian aku berhenti pada gambar di halaman terakhir. Sepertinya Ia belum sempat menyelesaikan apa yang ingin digambarnya.

Aku memiringkan kepalaku ke kiri dan ke kanan berusaha melihat dari segala sudut untuk melihat apa yang sebenarnya ingin ia coba gambar. Melihat dari sketsa yang ia buat seperti bentuk wajah. Wajah seperti apa pun aku tidak bisa menebaknya karena sketsanya masih sangat polos. Ia mungkin akan menggambar seseorang. Bisa jadi ayahnya atau ibunya ataupun kakaknya. Bahkan bisa jadi juga ia akan menggambar wajah seorang wanita yang ia kencani setelah putus dari kak Citra.

Aku merasa tidak nyaman hanya dengan memikirkannya. Aku bukannya cemburu hanya saja setelah berhubungan seks dengannya tadi malam tubuhku menjadi semakin menginginkan lebih.

Rose Thorns: Dara's Love Journey #1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang