Malam harinya aku terus memikirkan pertemuanku dengan kak Citra hari ini. Aku sama sekali belum menghubungi Alex. Sangat konyol aku merasa sangat kehilangan padahal aku bukanlah siapa-siapa baginya.
Aku menatap keluar jendela dari kamarku. Menghembuskan nafas keras lewat mulutku. Aku sudah terbiasa untuk tidak menginginkan apapun karena kondisi keluargaku yang serba terbatas. Tetapi Alex selalu menggangguku. Meskipun berada dalam satu ruangan penuh orang-orang, fokusku hanya tertuju padanya. Dia membuatku menginginkan sesuatu.
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku melompat dari kasur untuk menutup pintu kamar. Ini telepon dari Alex. Tanganku bergetar karena gugup. Aku menenangkan diriku lalu menggeser layar untuk menerima panggilannya.
"Halo," kataku.
"Dara, Apa aku mengganggumu?" suaranya sedikit berbisik, membuatku memejamkan mata karena betapa meggodanya suara berbisik Alex.
Ayolah, Dara, ini hanyalah suaranya. Bahkan ia tidak benar-benar ada dihadapanku. Sebesar itukah pengaruhnya padamu?
"Tidak. Aku di kamarku," Aku menggigit bibir bawahku. Aku sangat ceroboh. Setelah kejadian hari itu, aku terdengar seperti sedang menggodanya sekarang dengan megatakan 'kamarku'.
Dua detik tidak terdengar suaranya di ujung sambungan. Sesaat aku pikir dia mungkin tertidur, tetapi sekarang masih jam delapan malam, sepertinya tidak mungkin ia tertidur. Lalu aku ingat bahwa aku tidak begitu tahu kehidupannya, jadi aku putuskan untuk menarik kembali dugaanku.
"Maafkan aku... pikiranku membayangkan sesuatu dan aku tidak tahu harus berkata apa," sahutnya.
Keberanian yang entah dari mana datangnya membuatku menyuarakan apa yang aku pikirkan.
"Apakah kau membayangkan aku di kamarku?"
Terdengar helaan nafas darinya. Aku tersenyum. Ini baru adil. Sudah seharusnya dia terpengaruh olehku sama seperti dia mempengaruhiku.
"Maafkan aku," dia terdengar sungguh menyesal.
Baiklah. Cukup sampai disini, Dara. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengonfirmasi bahwa Alex merasakan ketertarikan seksual yang selama ini aku rasakan juga.
"Tidak masalah. Aku juga tidak bermaksud menggodamu." kataku.
"Kapan kau akan kembali ke Kuala Lumpur?" tanyanya.
"Sepuluh hari lagi terhitung dari besok." Aku melihat ke ke kalender di atas mejaku.
Terdengar desahan kecewa darinya.
"Lalu kapan kau akan ke Jakarta?"
Aku ingin tahu mengapa ia menanyakan ini. Sepertinya dia ingin membicararakan sesuatu secara langsung.
"ke Jakarta? Tentu saja sehari sebelum keberangkatan kembali ke Kuala Lumpur."
Dia terdiam lagi selama hampir tiga detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Thorns: Dara's Love Journey #1
Romantizm❗WARNING ADEGAN DEWASA DI BEBERAPA BAGIAN❗ *belum revisi Dunia tidak bersahabat bagi seorang wanita dengan payudara yang besar. Seperti itulah yang Dara pelajari dari kehidupannya. Bahkan melihat ketulusan pun menjadi sulit. Sampai dia bertemu kemba...