Alex berbalik dan menghadapku namun ia menunduk menatap lantai. Membuatku bingung sehingga aku pun hanya berdiri mematung dengan tangan di kedua sisiku. Tetapi lebih dari pada itu, seluruh tubuhku tegang karena antisipasi. Dia kemudian menarik nafas dengan keras dan menghembuskannya lewat mulutnya, membuatku bertanya-tanya apakah dia sedang menenangkan dirinya? Apakah dia juga segugup aku saat kami bersama hanya berdua di ruang sempit ini? Aku sendiri terlalu sibuk dengan diriku sendiri untuk bisa mengerti apa yang dirasakannya.Alex akhirnya bergerak. Ia bergeser dan duduk di sebuah kursi didekatnya. Aku bergerak ditempat mengikutinya.
“Duduklah!” katanya tanpa menatapku sedikitpun. Dia malah sibuk meremas-remas telapak tangannya.
Aku menoleh ke sekeliling berharap menemukan sesuatu yang bisa menopangku karena dengan gaun yang kukenakan saat ini aku tidak bisa sembarangan meletakkan pantatku jika tidak ingin menjadi pertunjukkan tanpa biaya. Karena tidak menemukan apapun, aku kembali menatapnya. Dia terlihat terlalu gelisah untuk dapat menyadari tidak ada kursi lain selain yang dia duduki.
“Sepertinya aku harus duduk dipangkuanmu.” Aku sungguh hanya mengatakan apa yang terlintas dipikiranku, dan sekarang apa yang aku katakan sebagai lelucon sepertinya membangkitkan sesuatu di dalam dirinya. Ia menembakkan tatapan tajamnya padaku.
Tatapan tajamnya seakan menghipnotisku. Tanpa sadar, aku melepaskan tasku jatuh ke tanah dan melangkah perlahan kearahnya. Aku mencoba untuk memutuskan apakah Alex akan berpikir ini adalah langkah berani yang menyenangkan atau apakah aku terlihat seperti seorang pelacur saat ini. Aku sangat ingin tahu apa yang dipikirkannya. Jika pelacur terlalu berlebihan, aku mungkin bertingkah seperti seorang wanita nakal sekarang.
Aku tiba di hadapannya dengan nafasku menderu menggebu. Ia menatapku tepat di dadaku, dan itu membuatku semakin berani. Aku melangkahi kedua kakinya yang sedikit mengangkang sehingga sekarang aku yang mengangkangi kedua kakinya. Rok gaunku sedikit terangkat. Aku kemudian turun, duduk di pangkuannya.
Lengan Alex segera melingkari pinggangku dan menarikku menempel ke dadanya. Meskipun dipangkuannya, aku masih dapat mensejajarkan pandanganku pada wajahnya.
“Ini bukanlah apa kuinginkan, tetapi aku menyukai tantangan.” Kalimatnya menusuk telingaku dan segera membuat tubuhku membeku. Sepertinya dia benar-benar mengira aku pelacur murahan sekarang.
“Jangan merasa tegang di pangkuanku sekarang, Ra. Bersandarlah dan buat dirimu nyaman,” Alex berbisik di telingaku. Caranya mengatakan dengan halus membuatku merasa hangat. Aku suka pria ini, dia mengerti apa yang terjadi dengan tubuhku. Aku mengikut kata-katanya. Aku memejamkan mata berusaha untuk tidak memkirkan apapun lalu kembali menatapnya yang masih menatapku. Aku menjadi lebih rileks. Aku memberanikan diri meletakkan kedua tanganku di sandaran kursi di belakangnya, sehingga aku seperti mengitari tubuh padatnya.
Aku terkejut tangannya tidak sampai ke pahaku tetapi tangannya yang satu tetap di pinggangku dan yang satunya bertumpu pada lengan kursi. Dia mengonfirmasi tanpa harus mengatakannya. Dia tidak menganggapku sebagai seorang pelacur murahan ataupun wanita gampangan hanya karena aku merangkak ke pangkuannya. Setidaknya itu menurutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Thorns: Dara's Love Journey #1
Romance❗WARNING ADEGAN DEWASA DI BEBERAPA BAGIAN❗ *belum revisi Dunia tidak bersahabat bagi seorang wanita dengan payudara yang besar. Seperti itulah yang Dara pelajari dari kehidupannya. Bahkan melihat ketulusan pun menjadi sulit. Sampai dia bertemu kemba...