Prolog:

5.6K 315 21
                                    


"Dasar pria brengsek! Anjing!"

Imelda menoleh gugup pada Varo, yang terus saja mengawasi sahabatnya. Lelaki berusaha menahan diri supaya tidak menyeret Emilie keluar dari Echidna yang malam itu dipenuhi oleh pengunjung.

Varo khawatir hal itu akan menimbulkan gosip buruk bagi karir sang sahabat yang sedang melejit dan bertengger di puncak popularitas dalam setahun ini. "Lo harus berbuat sesuatu." Imelda berkata dengan gelisah. Yang menurut Varo, itu tidak perlu.

Mereka terlindung di VVIP room di Echidna, paparazzi betulan atau yang dadakan maupun gadungan, tak akan bisa sembarangan merangsek masuk, kecuali mereka mau babak belur dihajar si botak kembar yang berjaga di luar.

"Bego! Gue sial banget mau aja dibegoin sama dia! Enam tahun gue memendam  perasaan! Dan sekarang apa? Gue cuma disuguhi ini... Tahi anjing!!!" Emilie kembali menenggak vodkanya dengan gerakan cepat, seolah- olah dia seorang pelaut yang akrab dengan minuman beralkohol. "Bajingan semuanya! Brengseek! Bloody hell!"

"Praaaanggggg!" gelas terlempar  menghantam dinding ruangan , membentur dinding bercat abu- abu, kemudian jatuh berderai di lantai.

"Ro!" Imelda menarik ujung kemeja flanel yang dikenakan lelaki itu. "Panggil dua botak itu! Siapa tahu, dia ngelihat kita kayak lagi ngelihat pria bedebah itu!"

Terdengar tangisan tersedu. Emilie membungkuk di atas sofa biru kobalt, dengan  kedua paha terbuka, kedua tangannya bertumpu di masing- masing paha untuk menyangga kepalanya. Rambut panjangnya menjuntai. Bahunya bergetar. Punggungnya juga, mata Imelda berkaca- kaca.

Seorang bintang muda yang belakangan banyak muncul di televisi maupun baliho raksasa dan layar bioskop, kini tampak seperti pesakitan yang telah divonis mati.

Padahal, dari luar Emilie dikenal sebagai sosok gadis tangguh. Kuat. Meskipun banyak dihujat oleh haters karena gara- gara dituduh merebut Nicholas Alcazar, lawan mainnya dalam serial yang sukses dibintanginya dari Maura Hanson, Emilie tetap tidak menggubris serbuan hate speech yang memenuhi berbagai media sosial, bahkan portal berita daring pernah memberitakan bahwa Emilie sedang mengandung anak Nic.

Tidak ada yang tahu, bahwa di balik gemerlapnya kehidupan seorang Emilie Alexandrina Tedjamukti, tersimpan luka hati yang tetap membekas, dan kini semakin menganga lebar, lantaran pria yang sangat diinginkannya, yang notabene berasal dari kalangan biasa lebih memilih menjadi pahlawan kesiangan.

Di tengah- tengah kebingungan karena tak tahu harus berbuat apa, tiba- tiba pintu ruangan menjeblak terbuka. Tampaklah si kembar botak berdiri kemudian menyingkir, disusul kehadiran tiga orang yang menyeruak masuk.

Dua orang mengenakan kemeja hitam rapi, mengapit seorang pria jangkung berusia akhir tiga puluhan berwajah beku. Baik Varo maupun Imelda tercenung. Tidak mengenali sosok yang beraura seperti  malaikat pencabut nyawa,  berjalan mendekati Emilie.

Yang tak diduga oleh Imelda maupun Varo, pria itu langsung berjongkok di hadapan Emilie. Membelai rambut gadis itu dengan lembut. Varo kemudian bangkit, menyeret Imelda bersamanya, ke luar dari ruangan itu dengan diam- diam.

Sesampainya di luar, Imelda sudah tak tahan untuk tidak meneriakkan rasa penasarannya pada Varo. "Siapa tadi itu?"

Mereka berhenti di tangga menuju lantai bawah, tempat musik menggema dari DJ booth, dan tubuh- tubuh yang menggila di atas lantai dansa. Varo masih tercenung. Dia ingat  Emilie pernah bercerita tentang dirinya yang dititipkan pada kakak dari Mami nya. Mungkinkah itu orangnya?

Kernyitan di dahi Imelda semakin bertambah. Matanya kemudian membola, ketika ingatannya berhasil menemukan sesuatu dari gudang memori di otaknya. "Oh, gue tahu! Empat bulan lalu ada gosip yang beredar kalau Ems punya semacam sugar daddy!" Imelda berseru cukup lantang, sehingga membuat Varo menatap jengkel ke arahnya. "Jadi gosip itu betul rupanya."

***




Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang