Dua Puluh Enam

1.4K 208 17
                                    

Kenapa baru sekarang?

Pertanyaan itu terus bercokol di benak Emilie, selama dirinya melalui malam itu dalam pelukan Lucas.

Lengan Lucas yang kokoh dan hangat melingkari perutnya. Napas pria itu mengembus di tengkuknya, membuat bulu- bulu di kuduk Emilie meremang dengan cara yang menyenangkan.

Meski dikenal dengan reputasinya sebagai player, dan parasnya juga mendukung hal itu, semalam Lucas cukup gentle untuk nggak memaksakan dirinya pada Emilie.

Ciuman Lucas yang lembut sangat menenangkan. Satu tangannya memeluk Emilie, memberikan kenyamanan, sementara tangan yang lain membelai punggung wanita itu dengan gerakan naik turun yang menenangkan. Mereka hanya diam selama beberapa saat. Lucas nggak mendesaknya untuk bercerita. Hanya memeluk dan mengelus pundak Emilie hingga wanita itu kembali tertidur.

Emilie melirik ke arah jam beker yang bertengger di atas nakas. Sudah pukul enam pagi. Sepertinya dia ingin melepaskan ketegangan dengan berenang.

Perlahan, ia melepaskan belitan lengan suaminya, lalu turun dan ke kamar mandi untuk berganti dengan baju renang.

***

Lucas mengernyit sebelum membuka matanya lebar- lebar. Begitu matanya terbuka, ia lantas melempar pandangan ke arah nakas. Pukul tujuh kurang sepuluh menit. Langit di luar tampak mendung. Dan ia nggak mendapati istrinya di mana pun di dalam kamar.

Pria itu kemudian turun dari ranjang dan kembali ke dalam kamarnya sendiri. Setelah menyelesaikan morning routine-nya di kamar mandi, ia menghampiri jendela dan menyibak gorden.

Benar dugaannya. Gerimis mulai menyiram bumi. Bahkan ia sempat melihat kilatan cahaya petir, sebelum disusul dengan bunyi yang menggelegar.

Pagi yang sangat cocok untuk sepasang pengantin baru. Sayang sekali, ia malah nggak bisa menemukan pengantinnya yang sepanjang malam kemarin meringkuk dalam pelukannya akibat mimpi buruk.

Mungkin Emilie sedang sarapan atau apa.

Lucas berniat menyusul ke restoran, ketika dari balik jendela kaca tempatnya berdiri ia melihat gerakan air kolam renang, disusul sepasang tangan yang muncul ke permukaan.

Hah! Siapa yang cukup tolol untuk berenang di hari yang sedingin ini? Terlebih cuaca sedang sangat nggak mendukung. Mungkin orang itu sudah bosan hidup dan sedang menunggu untuk disambar petir di pagi yang kelabu ini.

Lalu wajah si tolol yang ada dalam benaknya itu muncul ke permukaan air. Dalam balutan pakaian renang  two pieces yang bisa membuat otak pria akan meleleh.

Rahang Lucas mengetat. Kaku. Sialan!

Segera saja ia mempercepat langkahnya untuk turun ke area kolam renang yang untungnya terletak di lantai sembilan.

Hotel ini punya empat kolam renang. Yang paling luas ada di lantai satu. Ada infinity pool di lantai paling atas. Di lantai sembilan ada satu lalu ada satu lagi di lantai empat. Mungkin memang terlalu banyak untuk bangunan dua belas lantai, tapi kolam di lantai empat memang dikhususkan untuk party.

"Kamu pikir kamu sedang apa?!" raung Lucas dingin. Emilie yang saat itu sedang mengambang di tengah - tengah kolam, kaget dan nyaris menenggelamkan dirinya sendiri. "Kamu nggak lihat cuacanya lagi kayak gini? Pengin banget disambar Zeus?"

Emilie memutar bola matanya. "Cuma gerimis,"

"Tapi dalam sekejap kamu bisa saja gosong. Dan akan muncul berita di infotainment bahwa aku sengaja membunuh istri baruku dengan menceburkan dia ke kolam renang saat petir sedang ganas- ganasnya menyambar."

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang