Dua Belas

1.5K 201 18
                                    

"Gimana kalau rok Miu Miu lo kena poop kucing?"

Emilie tampak berpikir sejenak. "Tunggu, selucu apa dulu kucingnya? Dan itu rok Miu Miu tahun berapa?"

"Emang ada bedanya?"

"Jelas ada dong!"

"Kalau dari tahun 2016, misalnya?"

"Kebetulan gue suka barang vintage. Kesel dong!" Emilie seolah berbicara para dirinya sendiri. Jodhi Mahangka sang sutradara berusia 38 tahun itu menggosok- gosok kupingnya dengan nggak sabaran. "Please," ujarnya, nyaris frustrasi. Nyaris.

Emilie sendiri merasa aneh dengan pembicaraan random yang dimulai sang sutradara malam itu.

Dua hari ini, Emilie nggak berfungsi seperti yang seharusnya. Alias nggak seperti yang diharapkan seorang sutradara yang sedang naik daun dan akhir- akhir ini diteror oleh beberapa produser untuk menggarap film layar lebar bertema pernikahan anak sekolahan, yang mana hal itu sangat nggak masuk akal baginya.

Dua sejoli berusia 17, dijodohkan orangtuanya dan menikah bahkan sebelum lulus? Yang benar saja, dirinya sendiri sudah bisa dikategorikan sebagai pria yang amat matang. Tapi pernikahan adalah hal terakhir yang diinginkannya.

Lagi pula jangankan menikah, seharusnya mereka belum mampu dibilang dewasa dalam umur segitu. Salah satunya adalah terkait dengan yang namanya tanggungjawab. Dalam hal ini adalah penggunaan teknologi karet pengaman. Alias kondom. Banyak kasus MBA, hanya karena si cowok terlalu tolol. Skip kondom dan bikin pasangannya hamil di usia yang masih sangat muda.

Entah akan dibawa kemana dunia perfilman Indonesia kalau film- filmnya sama sekali nggak mempertimbangkan mutu, melainkan  cerita- cerita yang nggak masuk akal begitu. Entah apa yang ada di dalam kepala sang produser waktu itu.

Wajahnya seketika muram. Beberapa hari ini moodnya memang kayak roller coaster. Naik turun nggak jelas. "Break!" Pria itu bangkit dari kursi sutradaranya, kemudian melenggang pergi.

Semua orang menoleh ke satu sama lain. Bertanya- tanya , mengapa mood sutradara itu begitu buruk belakangan ini. Mas Minto, PU di lokasi syuting itu, asyik melintas sambil membereskan lokasi dengan mulut bersiul- siul. Setidaknya, manusia satu ini, mood nggak lagi jelek.

"Gimana nih?" Julio mengangkat alis ke arah Emilie dan Ishtar yang sama - sama mengangkat bahu dengan sikap acuh tak acuh. "Itu artinya apa?"

"Mungkin artinya kita pulang cepet?"

Emilie bengong. Sudah? Begitu saja? Ternyata seorang sutradara juga bisa bad mood. Ia pikir cuma artis yang boleh melakukannya. Ia kerap melihat adegan sutradara atau asistennya yang bersikap berlebihan ketika membujuk salah satu bintang utama yang mendadak bad mood.

Itu terjadi di awal- awal karirnya. Banyak artis yang minta dielus egonya supaya mau lanjut syuting. Dan Emilie selalu merasa takjub melihat pemandangan tersebut. Karena... Haloo... sepertinya pemain teater di West End nggak separah itu juga.

"Lo ada acara habis ini? Gue mau nongkrong di Strawberry Silk. Mau gabung?"

Emilie tampak berpikir sejenak, sebelum sejurus kemudian menggeleng dengan ringisan yang ia yakini terlihat sangat jelek saat ini. "Gue kayaknya mau ke supermarket dan nonton Netflix atau Prime video. Kalau lain kali aja gimana?" kali ini, Emilie menunjukkan wajah penuh penyesalannya. Entah Julio mau percaya atau nggak, mengangkat mereka sama- sama berkecimpung di dunia akting.

Bukankah ini kelihatannya seperti penipu yang menipu penipu lainnya? "Tapi makasih karena lo udah ngajakin," ujar Emilie tulus.

Julio menatapnya dalam dan lembut. Sementara itu, merasa seperti obat nyamuk, Ishtar memutuskan untuk bangkit dan menjauh, meninggalkan keduanya. Mungkin Julio butuh privasi untuk berbicara dari hati ke hati dengan Emilie atau apa.

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang