Dua Puluh Dua

1.2K 204 21
                                    


Masalahnya, Emilie sendiri juga nggak kuasa untuk menolak ciuman itu. Nggak diragukan lagi, Lucas adalah a good kisser.

Emilie seperti diselimuti kabut kenikmatan, hingga ciuman itu berhenti dengan wajahnya yang merah padam Dan wajah puas Lucas yang membuatnya geram.

Kenapa Emilie bertingkah seperti jalang haus belaian? Padahal, alih- alih membalas ciuman itu, seharusnya Emilie menendang his balls dengan keras seperti yang sudah disarankan Lucas.

"See?" gumam Lucas dengan nada geli dalam suaranya yang sarat akan kemenangan.

Ia melihat wajah Emilie yang memerah dan sedikit linglung, lantas kepuasan muncul begitu saja. Dirinya bahkan merasakan kepuasan primitif, karena telah berhasil menakhlukan Emilie. "Kita akan cocok satu sama lain. Kamu, sama bergairahnya dengan saya," tangan pria itu membelai pipi Emilie yang kini dihiasi rona merah. Terlihat menggemaskan.

Lucas bisa saja membaringkan Emilie di atas ranjang king size yang menjadi fokus ruangan tersebut, namun jika ia ingin betul- betul menjalani pernikahan dengan benar, maka ia bertekad akan menjaga calon istrinya hingga hari di mana ia akan melampiaskan kedaulatan, kepemilikannya atas gadis itu tanpa ada yang menuduhnya macam- macam.

"Saya pesankan kamu makanan. Atau teh? Atau scones?"

Emilie nggak sanggup berkata- kata lagi.

***

Selanjutnya yang Lucas lakukan adalah merencanakan penerbangan ke Surabaya untuk menemui Aeris dan menyatakan niatnya untuk menikahi Emilie.

Awalnya, perempuan itu ragu. Jarak usia Lucas dan Emilie terpaut cukup jauh. Lagi pula, Jagad nggak akan dengan sukarela merestui rencana tersebut.

"Dia sudah pasti bakalan ngajak Kak Lucas untuk duel," Aeris tercenung di atas kursi. Keduanya tengah berada di sebuah restoran hotel di kawasan Embong Malang, dekat tempat Lucas menginap.

"Bagus." Ujar Lucas. Agak terlalu ceria. "Aku sudah lama ingin meninju wajahnya."

"Oh," Aeris mengerang frustrasi. "Aku nggak pernah ngerti ya, dengan kalian para laki- laki," nada bicara Aeris mengecam. Sembari matanya melotot lebar nggak menyetujui. "Semuanya nggak ubahnya anak- anak!"

"Dia ngambil kamu dari aku,"

"Please," Aeris mendesah lelah, berusaha mengusir segala gambaran apa yang pernah dilakukan Lucas padanya di masa lalu.

Meski sebagian kenangan itu sudah dihapuskan oleh bertahun- tahun kehadiran Jagad di sisinya. Pria yang telah hampir enam tahun dinikahinya itu menciptakan ulang kenangan baru, membuat trauma Aeris tersembuhkan dengan cara sang suami memperlakukannya.

Nggak diragukan lagi, Jagad Anantadewa Tedjamukti memang memujanya. Karena hal itu pula, Aeris bisa berdamai dengan masa lalu.

"Ris, aku yakin hanya aku yang bisa melindungi Emilie di masa depan. Kamu tahu, banyak sekali yang akan mengincarnya. Selain itu, ada pihak- pihak tertentu yang memungkinkan untuk mengorek- ngorek masa lalu Emilie."

Wajah Aeris tampak lesu. Tak dipungkiri, dirinya sendiri juga mengkhawatirkan hal yang sama. Buktinya, publik sempat geger setelah ada press yang menyebalkan foto Emilie dengan Prana.

"Terakhir kali, aku nemuin bajingan itu lagi nyeret- nyeret Emilie di lobi hotel." Beritahu Lucas dengan nada murung. Dia menyesal karena malam itu dirinya nggak memberikan cendera mata yang sepantasnya-- mematahkan lengan pria bajingan itu, misalnya. "Dave Emanuele Tunggono?" alis Aeris menjengit nggak percaya.

Lucas mengangguk. "Sayangnya, ya." Desah pria itu kemudian. "Keluarganya berbisnis dengan Januardy Group. Jadi mungkin aku bisa sedikit mengendalikannya."

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang