Tiga puluh dua

1.3K 191 26
                                    

Aeris akhirnya tersadar. Yang pertama dicarinya tentu saja Jagad, lalu setelah itu putra dan putri mereka.

Aeris dan Jagad kembali mendapatkan seorang putra. Kali ini berbobot 3,8 kilogram dengan panjang 52 sentimeter. Bayi itu secara keseluruhan sangat sehat dan montok. Hanya saja, sang ibu yang kepayahan.

Jagad berjanji pada Aeris , bahwa ini yang terakhir kalinya. Mereka akan puas dengan empat anak saja termasuk Emilie.

Emilie berkesempatan menjenguk sang mami. Di matanya, Aeris adalah sosok istri dan ibu yang ideal. Bersama perempuan itu, Jagad terlihat begitu bahagia. Jadi, mana mungkin Emilie membencinya?

"Kamu kok udah di sini, Em? Emang syutingnya udah kelar?" tanya Aeris. Wajahnya masih tampak pucat, namun rona kebahagiaan itu nggak bisa disembunyikan.

Jagad duduk di tepi ranjang istrinya, tangannya yang besar, menggenggam jemari sang istri. Adik- adik Emilie berada di luar. Dijaga oleh Mbak Trisna.

Melihat kedua orangtuanya yang  masing- masing memancarkan ekspresi bahagia serta terpenuhi, Emilie ragu, kalau bakal ada yang bisa menyusup di antara mereka berdua. Cinta papi dan maminya begitu kuat. Kokoh. Dan telah teruji.

Emilie merasa begitu bahagia dan lega. "Syutingnya udah kelar kok, Mi. Nanti Mami sama Papi nonton premierenya, ya. Bareng Gio, Zade, sama Sebastian.

"Pasti dong!" sambut Aeris disertai dengan senyumannya yang lemah. "Kamu ke sini sendirian? Nggak sama suamimu?"

"Lucas masih beli kopi di kantin, Mi. Buat Oma sama Opa Win juga."

Aeris mengangguk. "Kamu sendiri udah sarapan, Em? Kamu ini semakin kurus, lho!" tegur Aeris.

Saat itu, pintu kamar rawat inap yang ditempati Aeris terbuka. Elma dan Lucas muncul dengan dua cup kopi.

Lucas menyerahkan satu pada Emilie, satu lagi untuk mertuanya yang ditanggapi Jagad dengan ogah- ogahan. Walau akhirnya diambil juga.

"Kak Lucas sama Emilie nginap di mana?"

"Di The Peak  situ. Mama juga di situ sama Papamu. Tapi hari ini Mama mesti pulang. Kamu nggak apa- apa kan, Mama tinggal, Ris?"

"Ma, percaya deh sama aku. Jagad udah ngerahin satu kompi asisten buat bantuin aku. "

"Oh, Mama yakin soal itu," sahut Elma. "Tapi yang namanya kehadiran keluarga kan beda sama sepasukan asisten terlatih sekali pun, Nak. "

"Nggak apa- apa, Ma. Kalo memang Mama harus balik Jakarta, ya balik aja. Makasih Mama sama Papa Win nyempetin datang ke sini. "

Mereka pun akhirnya berpamitan. Sementara Lucas meraih tangan Emilie dan menggandengnya ke luar. Melihat hal itu, Jagad sempat melotot. Namun, Aeris memperingatkannya dengan gelengan.

****

"Kamu pulang bareng aku?"

"Emangnya aku punya pilihan?" Emilie menantang sepasang mata gelap nan tajam milik suaminya. "Kamu kan nggak pernah mau dengar kata "nggak", Luc."

"Coba saja menentangku. Aku ingin dengar." Lucas memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana chino yang dikenakan pria itu.

Saat itu, mereka melangkah menyusuri koridor lantai tujuh rumah sakit tempat Aeris dirawat. Lalu lalang manusia yang lewat, sama sekali nggak mereka pedulikan. "Padahal, aku suka saat kamu menolak. Aku suka tantangan. "

"Tapi pada akhirnya aku menyerah, bukan?" Emilie memamerkan senyum asimetrisnya. Walau senyuman itu nggak sampai ke matanya. Ia masih menyimpan keraguan pada pria yang berjalan di sampingnya dalam aura yang amat mengintimidasi itu.

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang