Tiga Puluh Satu

1.7K 221 18
                                    


Yang menyambut kedatangannya adalah Prana. Pria itu berdiri bersandar pada pilar di lobi rumah sakit tempat Aeris dirawat. Wajahnya tampak lelah dan seolah sepuluh tahun lebih tua dari umur yang sebenarnya.   Jemarinya mengepit sebatang rokok yang mengepulkan asap tipis.

Emilie sering melihat Prana  berantakan. Karena pada dasarnya, pria itu nggak pernah memperhatikan penampilannya.

Begitu melihat sosok yang mengenakan kaus oblong warna abu yang dipadukan dengan celana jin warna hitam, dengan sneakers yang senada dengan warna celana, serta rambut yang acak- acakan, rasa itu kembali menyelusup masuk ke dalam hati Emilie.

Ia nggak tahu, mengapa hingga detik ini dirinya belum bisa menyingkirkan sosok yang nyata- nyata nggak akan bisa dimilikinya lagi itu. Pria yang mengkhianati janjinya pada Emilie.

Begitu melihat sosok adik angkatnya mendekat dengan langkah panjang- panjang dan nyaris berlari, Prana langsung melemparkan rokoknya ke tong sampah yang berdiri tepat di dekat pilar tersebut. Ia menghampiri Emilie yang diikuti oleh Nanda dan Miki.

Dalam hati, Prana mencibir sikap berlebihan suami Emilie yang menyertai perempuan itu dengan dua bodyguard, karena nggak lama kemudian Baron menyusul di belakang mereka.

"Kak Prana!"

"Em," ujar Prana. Matanya yang tajam dan tampak lebih cekung akibat bobot tubuh yang berkurang  drastis, serta efek kelelahan itu, mengamati sosok cantik yang berdiri di hadapannya dengan wajah gelisah.

Rasa sesal itu menyergap dada Prana tanpa ampun. Walau selama ini ia telah  menjauh, mencoba melupakan perempuan ini, mencoba bersikap seperti bajingan, tetap nggak mengubah apa pun yang dirasakannya terhadap  Emilie.

Prana memang masih terlalu mencintai perempuan ini. "Mamimu ada di ICU. Ada papimu juga," jelas  Prana dengan berat hati.

Ia sengaja nggak mengatakan bahwa sudah sejak kemarin Lucas juga belum beranjak dari rumah sakit itu. Dia bahkan terlihat sama terlukanya dengan Jagad.

Kalau nggak memikirkan Jani dan Jagad, sudah pasti Prana bakal membawa Emilie kabur ke suatu tempat. Ia pikir, hanya dibutuhkan perempuan itu dan dirinya sendiri  untuk mengakhiri segala omong kosong yang tengah terjadi ini. Dan mendapatkan kebahagiannya setelah sekian lama.

Hanya saja, Prana sadar, dirinya telah melangkah terlalu jauh. Seharusnya ia dulu nggak mengajukan dirinya untuk menikahi Jani. Seharusnya, juga bukan dirinya yang tertangkap basah sedang menggauli salah satu staf hotel yang selama ia berada di Uluwatu, bersedia mendengarkan keluh kesahnya.

Waktu itu Prana terlalu kecewa. Terlalu terluka. Terlalu sakit hati karena akhirnya dia benar- benar nggak bisa memiliki Emilie. Perempuan yang sudah ia sayangi sejak berusia remaja itu telah menjadi milik pria lain.

Mereka nyaris berlari menuju ruang ICU. Kondisi Aeris memang belum membaik. Emilie sama kuatirnya dengan seluruh anggota keluarga yang lain.

Hanya saja, langkahnya mendadak terhenti ketika mendapati suaminya terduduk mencakung dengan tubuh membungkuk seperti  orang kalah di kursi tunggu yang berbaris di dekat ruang ICU.

Di sampingnya ada perempuan yang dulu Emilie panggil dengan sebutan Oma, Elma sedang mengelus punggung putra tirinya itu dengan gerakan ritmis yang menenangkan.

Rasanya, dada Emilie seperti didesak dengan batu gunung raksasa. Rasa sesak tiba- tiba memberati hatinya. Sakit sekali.

Ia tahu, Lucas adalah kakak tiri ibunya.  Ia tahu, pria itu pun juga berhak untuk berada di tempat ini seperti  yang lainnya juga.

Seperti  halnya  hubungan Emilie dengan Prana yang dulu pernah sangat dekat sekali, hubungan Lucas dengan Aeris juga sempat lebih dari sekedar saudara angkat.

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang