Tiga belas

1.3K 183 16
                                    


Mereka akhirnya menonton film lama berjudul 13 Going to 30. Dengan semangkuk besar keripik kentang, pizza, burger, dan nasi tuna pedas yang dihangatkan di microwave serta seember es krim rasa chocochip vanilla dan chocolate mint.

Tadi Imelda sempat bingung karena Emilie sudah seperti orang yang balas dendam. Datang dengan dua tas belanja segede gaban berisi aneka makanan yang kesemuanya bisa langsung dimakan atau dihangatkan di microwave.

Saat ini keduanya lagi pewe di depan layar televisi sebesar 32 inci yang menampilkan adegan Jennifer Garner dan Mark Ruffalo lagi main- main di pantai.

"Sayang , di sini si Mark udah punya cewek, ya?" bisik Imelda agak sedih, sembari tangannya merapikan sheet mask yang menempel di wajahnya. Emilie mengangguk. Dia sendiri juga memakai benda itu.

Menurutnya, acara menginap ini persis seperti yang terjadi di serial- serial barat lawas. Tepatnya yang tahun 90 an, macam Friends atau Glee. Hanya saja mereka nggak saling memakaikan kuteks saat ini. Karena itu adalah bagian pegawai salon.

"Pernah nggak sih lo mikir bahwa somehow, hidup kita ini dipenuhi sama ekspektasi orang- orang." Gumam Imelda. "Look at you..." Gumamnya ke arah Emilie kemudian. Cewek itu balas menatap sahabatnya. "Gue yakin, isi IG lo pasti kebanyakan adalah komentar tentang gimana seharusnya lo bersikap, berpakaian, atau bahkan mereka bakalan berharap lo jadian sama Marlon Tedjakusumah atau Julio Sadewa." Komentar Imelda dengan ekspresi tercenung.

Emilie bergeming. Pikirannya mengembara. Di beberapa tempat, kadang hidup seorang public figure memang  bukan milik mereka.  Melainkan milik para fans .

Bahkan ada yang sampai harus menyembunyikan hubungannya dari khalayak umum demi bisa mempertahankan popularitas. Dunia hiburan memang sekejam itu.

Begitu pun tentang apa yang dipakainya. Orang- orang  bakalan menyipitkan  mata dan menganggap kalau gaya busana  cewek itu kurang ngartis, hanya karena yang dipakai Emilie hanyalah kaus tanpa merek atau celana pendek yang ditemukannya di rak diskon departemen store, atau Tanah Abang.

Mereka mungkin mengharapkan penampilan mutakhir dengan segala barang branded itu. Padahal, meski gajinya di dunia entertainment mampu membeli segala macam barang fashion dengan harga fantastis, namun tetap saja, hal yang paling nyaman yang dikenakannya tetaplah tank top dan celana piama. Seperti  yang sedang dikenakannya saat ini.

Mungkin bila ia harus menghadiri acara penghargaan, atau pemotretan, Emilie akan muncul dalam busana tanpa cela. Namun, jauh di dalam dirinya, ia hanyalah seorang cewek yang lebih mengutamakan kenyamanan.

"Padahal buat gue sih ini pakaian yang paling nyaman. "

"Dikatakan oleh orang yang bergelimang barang branded." Sindir Imelda penuh dengan sarkasme dan lirikan tajam.

"Gue baru ngerasain itu semua belum lama ini," kilah Emilie.

"Halah, gaya lo!" Imelda menyenggol bahu sahabatnya itu.

"Beneran!" tekan Emilie. "Meski bokap gue berkecukupan, sejak dulu dia itu ketat banget sama gue. "

"Jadi... lo udah ngobrol sama Papi Jagad?"

Emilie menggeleng lesu. Tangannya kemudian meraih ember es krim dan menyendok tiga scoop ke dalam gelas lalu menegakkan tubuh. Perasaannya berubah nggak karuan. Ini jelek banget.

Dia berupaya untuk membuat papinya menyesal, tapi di sisi lain, dia juga sangat merindukan pria yang rela menggadaikan kebebasannya demi bisa mengasuh Emilie.

Melihat sahabatnya mendadak jadi diam, Imelda merasa sedikit bersalah. Ia kemudian ikut menegakkan tubuh dan meraih bahu Emilie. "Em, gue bukannya mau sok ngajarin lo atau apa. Gue sayang lo, lo tahu itu. Gue cuma nggak mau nantinya lo nyesel. Nyesel karena terlalu keras kepala lo jadi nggak bakalan punya kesempatan buat perbaikin semuanya."

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang