Tujuh Belas

1.1K 193 16
                                    


Bali memberikan suasana baru.

Meski pun begitu sampai mereka langsung mengambil gambar di Nusa Lembongan. Tempat itu luar biasa indah. Benar- benar definisi dari surga tersembunyi.

Selain di Nusa Lembongan, mereka juga akan mengambil gambar di Uluwatu dan Badung.

Beberapa artis pendukung dalam film ini bahkan punya agenda tersembunyi untuk makan di Mak Beng yang legendaris itu.

Pemandangan yang didapatkan Emilie dari kamarnya sungguh luar biasa. Sekali pun ia harus berbagi kamar dengan Edyta dan Kirenia.

Kedua gadis itu masih bisa ditoleransi oleh Em, ketimbang Nicola atau yang lainnya.

Tadinya, Emilie ingin sekamar dengan  Kiera atau Davina. Namun, sayang keinginannya nggak terwujud, lantaran Kiera, Davina, serta Chika sudah disatukan dalam kamar tepat di depan kamar yang ditempati Em.

Syuting pertama akan diadakan di pantai. Emilie bersiap- siap. Mbak Casa dari wardrobe sudah mengirimkan gaun musim panas warna dasar kuning dengan motif bunga- bunga daisy.

Gaun tanpa lengan itu jatuh pas di betis Emilie, padahal, tadinya Dea, asisten Mbak Casa khawatir bila gaun itu terlalu pendek. Sebab tinggi Emilie   di atas rata- rata untuk perempuan Indonesia.

Emilie tengah mengoleskan sunblock di kulit wajahnya, ketika ia mendengar seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

Edyta dan Kirenia sudah pergi terlebih dahulu. Lebih tepatnya, Edyta memerlukan asupan kafein setelah bangun tidur. Jadi, kemungkinan besar, kedua gadis itu sedang berburu kopi.

Dan kalau itu memang mereka berdua, Emilie yakin, nggak mungkin mereka mengetuk pintu. Dan kalau pun ngetuk pintu, mereka pasti sudah meneriakkan nama.

Namun begitu, Emilie dengan rasa penasarannya, tetap maju untuk mencari tahu. Ia membungkuk ke lubang intip di pintu. Tidak menemukan wajah siapa pun. Hanya sepasang kaki berbalut celana jin abu- abu.

Gadis itu kemudian menegakkan tubuh.

Dia tahu, risiko ikut syuting di Bali adalah dia akan bertemu dengan Prana. Tapi daerah tempat kakak angkatnya itu tinggal, sepengetahuannya cukup jauh dari hotel yang dijadikan base camp oleh orang film.

Tapi toh, ia tetap memutar kunci dan membuka pintu. Hanya untuk mendapati seraut wajah jantan milik kakak angkatnya itu.

Cewek itu terperangah.

Prana terlihat begitu kacau. "Boleh aku masuk?"

Emilie bengong sejenak. Pria yang berdiri di hadapannya ini, secara fisik memang masih Prana. Tapi, Prana yang dulu nggak akan mau masuk ke kamar Emilie sejak gadis itu mulai mendapatkan haid pertamanya di usia empat belas tahun. Jagad secara jelas melarangnya.

Tetapi Prana yang ini seolah- olah ingin menerobos masuk dan melakukan hal- hal ilegal. "Kak Prana?"

"Iya." Ujarnya nggak sabaran. "Jadi, boleh aku masuk? Kita perlu bicara."

"Sebaiknya enggak," kata Emilie tenang. Entah ketenangan itu didapatkannya dari mana. Yang jelas, ia nggak ingin terlibat dalam masalah saat ini.

Dan Prana yang ada di depan kamar hotelnya saja sudah merupakan awal mula sebuah masalah. "Atau kita ke kamarku?"

"Kakak nginap di sini?"

"Bukan. Aku sewa vila di ujung jalan." Selain penampilannya, gaya bicara pria itu juga terdengar serampangan.

Membuat Emilie benar- benar terpana. Ia seperti nggak mengenali lagi sosok yang kini tampak gelisah. "Lebih baik di kafe atau resto hotel. "

"Kalau begitu, ayo..." Prana hendak meraih tangan adik angkatnya, namun Emilie berhasil menghindar. Gadis itu sempat melihat sekelebat rasa kecewa di sepasang netra hitam Prana.

Deserve YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang