"Kok saya nggak heran ya, kalau Oom tahu saya sedang ada di mana?" Emilie bertanya dengan sarkasme yang tak ditutup- tutupi.
Dengan disopiri oleh salah satu pengawal Lucas yang mirip banget sama Samuel Rizal, Emilie duduk dengan melipat kedua lengan. Dia mengambil jarak sejauh mungkin dari Lucas yang tidak repot -repot menatapnya.
Emilie kesal bukan main. Demi Tuhan! Usianya sudah 25 tahun. Dan dia legal melakukan apa pun yang dia mau. Tapi pria tua yang duduk di sampingnya itu bertindak seolah- olah Emilie masih umur empat belas. Apa coba maksudnya sampai membawa tiga orang pengawal segala hanya untuk menjemputya? Memangnya Emilie ini teroris?
Gadis itu mendengus. Melempar tatapan ke luar jendela mobil yang bergerak cepat tersebut.
" Kalau masih sayang dengan karirmu, berhentilah bersikap nggak bertanggungjawab." Lucas berkata tanpa menoleh. Membuat Emilie semakin bertambah sebal.
"Ini karir saya. Orang lain nggak berhak mencampuri apa yang jadi urusan saya," Emilie berkata dengan penuh penekanan. Dia muka dengan semua ini.
Dari rear view mirror, Jose-- sopir mirip Samuel Rizal-- itu mengangguk. Mengambil sesuatu dari laci. Sebuah IPad.
Benda itu kemudian diangsurkan ke arah atasannya yang bermuka madam dan dingin. Setelah tangannya yang panjang dan ramping itu mengutak- atik iPad di tangan, diserahkannya benda berukuran 10 inch itu pada Emilie yang memasang raut keheranan. Tapi tak urung gadis itu menerima benda bersarung biru Tiffany itu. Pilihan casing yang menarik. Tidak semua pria menghargai sesuatu yang berbaur Tiffany, kecuali dalam upaya untuk mendapatkan gadis incarannya.
Mata madu Emilie menyipit. Di layar iPad itu, tampak sebuah video. Dia mengusap tanda segitiga, dan suara cempreng seorang perempuan langsung mengejutkannya. Tidak hanya itu, dalam video tersebut, tampak dirinya dan pria yang mengenakan kaus hitam, tengah duduk di sebuah kafe.
Dari potongan rambut dan gaya duduknya, Emilie yakin bahwa itu adalah Prana. Dan itu adalah gambar yang diam- diam diambil dari kafe 24 jam yang mereka datangi beberapa hari yang lalu.
"Nah, selama ini kita bertanya- tanya nih, ya! Apa mungkin sih, The Next Queen of Antagonist kita ini-- ekhem-- Emilie Alexandrina Tedjamukti, nggak punya gandengan? Masa iya sih gengs! Dan tentu aja itu MUSTAHIL, yee kan! Nah ini dia jawabannya. How romantic! Setelah capek- capek pulang syuting, seorang pangeran yang mengendarai Outlander hitam dalam pakaian kamuflase, ternyata datang buat The Princess of Antagonist kita!" Ocehan perempuan itu bikin kepala Emilie seketika langsung dihantam rasa pusing.
Bagaimana ini bisa terjadi? Padahal, saat itu sudah larut malam. Sudah menjelang pagi, malah. Kenapa masih saja ada paparazzi gadungan yang mengambil gambarnya?
"But sayang banget nih ya gengs ya! Mimin nggak berhasil cari tahu siapa Babang macho yang jantan banget ini! Padahal, nih, lumayan juga ya tampang si Abang. Bisa tuh jadi figuran yang syutingnya sambil telanjang dada dan berkeringat- keringat gitu kan, gengs..."
Emilie melemparkan benda itu ke pangkuan Lucas. "Jose, ambilkan air. " Dengan patuh, Jose merogoh ke laci dan sebotol air mineral botol kemasan 340 mili keluar, dan diserahkan ke tangan Lucas. Dengan santai, tangan pria itu memutar tutup botol dan mengangsurkannya pada Emilie.
***
Tentu saja Tante Soraya menelepon Emilie-- setelah sebelumnya menelepon Nanda terlebih dahulu-- dan mendamprat gadis malang itu selama nyaris satu jam.
"Karir kamu baru aja berada di puncak, Em. Apa mungkin kamu mau menghancurkannya begitu saja? Selama ini saya senang karena kamu ini bukan tipe artis yang suka bikin sensasi hanya supaya nama kamu melambung. Mereka mengenalmu sebagai seorang artis dan perempuan berkelas. Bahkan kamu berhasil mendapatkan kontrak dengan Elie Saab, Zuhair Murad dan Sisheido!" Emilie pasrah, ketika mendengar Tante Soraya, manajernya-- mengomel panjang lebar.
"Dengar, kamu masih muda. Jangan berbuat bodoh. Kebodohan akan membuatmu berakhir mengenaskan. Kita akan bikin konferensi pers. Petronella akan mengurus ini. Kamu harus bekerjasama kali ini. " Tante Soraya menandaskan, sebelum memutuskan sambungan telepon.
Emilie yang duduk di kursi ergonomis di ruang media di rumah Lucas, menyandarkan punggung dan kepalanya ke punggung kursi. Ia kemudian menengadahkan kepala. Dalam sehari, hidupnya berubah jadi kutukan.
Ia tak menyangka, hanya dibutuhkan pergi ke kafe pada dinihari, bersama kakak angkatnya-- yang notabene memang tidak pernah diketahui publik-- dan kini sekarang dia harus menanti kejatuhannya.
Kalau mereka tahu dirinya punya perasaan pada si kakak angkat, apa yang mungkin terjadi. Dan ternyata si kakak angkat sudah beristri. Istrinya sedang koma lantaran percobaan bunuh diri yang gagal akibat depresi.
Entah kenapa kehidupan ini begitu tidak adil baginya.
Pintu diketuk dari luar. Suara Mbak Tami, asisten rumah tangga Lucas terdengar, menembus pintu tebal. Namun Emilie tetap bergeming. Tak ingin menyahuti. Ia tidak ingin bertemu siapa pun saat ini.
***
"Sekarang gimana caranya gue bisa ke luar dari sini, tanpa dibuntuti sama para wartawan itu?" Emilie berbicara pada dirinya sendiri.
Gadis itu masih berada di lokasi syuting. Dan meski kini waktu sudah menunjukkan pukul satu malam, beberapa van wartawan masih parkir di luar lokasi syuting.
Bahkan Lucas memaksa-- tanpa persetujuan Emilie-- tentu saja, untuk menempatkan Miki dan Baron di sekitar lokasi syuting Emilie. Gadis itu tidak diperkenankan untuk naik mobilnya.
"Lo belum mau balik?" Nanda muncul di ruang ganti. Emilie kini hanya mengenakan hoodie hitam dan celana yoga hitam. Rambutnya dicepol membentuk sanggul longgar. Sementara tangannya mengempit tote bag Celine warna hitam dan sepatu keds warna hitam membungkus kedua kakinya. "Lo mirip banget sama perampok, Em!" Nanda menyeringai.
"Atau Natasha Romanoff? Mata- mata Russia seksi yang siap naik ke ranjang untuk bercinta heboh dengan pria bajingan!"
Emilie memutar bola mata. Terkadang, imajinasi Nanda sungguh di luar nalar. "Ini gimana caranya gue ke luar tanpa dilalerin?"
"Gampang!" cetus Nanda percaya diri. "Oppa Sang dan Pak Baron sudah stand by di dalam lokasi syuting."
"Ini terlalu lebai nggak sih, Nan? Kesannya gue jadi mirip pembesar?"
"Eh, lo kan memang artis?" Nanda berucap bingung. "Dan lo juga kesayangannya Oom Lucas."
"Ngawur!"
Emilie melempar Nanda dengan tisu lecek yang sejak tadi berada dalam genggaman tangannya. Sebenarnya ia juga merasa prihatin pada Nanda. Asistennya itu sudah disemprot habis- habisan oleh Tante Soraya karena dinilai telah lalai menjaga Emilie.
Namun Emilie sendiri juga sedang dalam kondisi senewen, karena sejak berita itu muncul dan beredar dengan cepat seperti kebakaran hutan di musim kemarau, banyak wartawan yang kini menongkrongi lokasi syuting dan apartemennya di Kalibata.
Yang membuatnya sedikit lega adalah, karena para "lalat" itu tidak mengetahui rumah Lucas.
Rumah di Senopati itu sendiri, memiliki penjagaan maksimum, setara dengan penjagaan rumah kepala negara atau pemimpin persaudaraan mafia.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Deserve You
ChickLitRasa sakit hatinya pada Prana tidak pernah dilupakan Emilie, meskipun enam tahun berlalu. Meskipun pria itu masih berada di sekitar Emilie, menjadi bagian dari hidupnya, namun gadis itu bertekad untuk melupakan bahwa dirinya pernah menyukai lelaki y...