5 - PENYERANGAN ACAK

31 15 0
                                    

Penyerangan terjadi secara acak, tidak ada yang bisa menebak dimana para monster itu akan muncul. Skalanya pun beragam, ada tempat yang hanya muncul beberapa monster, sedangkan di tempat lainnya muncul puluhan bahkan ratusan monster.

Awalnya para tetua, ksatria dan alumni akademi sihir yang diutus dapat menanganinya dengan baik, tapi semakin lama jarak antar penyerangan semakin sempit sehingga mereka hampir tidak memiliki waktu istirahat. Untungnya semua wilayah masih bisa diselamatkan karena perencanaan yang dibuat secara matang setiap kali ada penyerangan baru sehingga mana yang digunakan dapat bekerja secara efektif.

"Jangan berpencar terlalu jauh!" teriak Pia yang berusaha menyembuhkan Asept dan Jax secara berkala selagi melakukan pertahanan dan menyerang secukupnya. Mereka bertiga beserta beberapa ksatria lainnya bertugas menjaga di daerah sekitar kerajaan.

Kondisi di sekitar daerah kerajaan tidak beda jauh dengan kondisi di wilayah lainnya, para monster muncul secara acak dan sulit untuk diprediksi. Bahkan tidak jarang mana Asept dan Jax hampir habis karena harus digunakan dalam waktu yang lama. Untungnya Pia selalu siap sedia melakukan pemulihan secara berkala.

"Gelombang penyerangannya semakin mengerikan dan acak," celetuk Jax yang kelelahan. Ia menyenderkan badannya di salah satu dinding istana sambil melihat keadaan sekitar. Napasnya tak beraturan dan beberapa bagian tubuhnya tidak berasa lagi saking lelahnya.

Tidak sampai lima menit Jax beristirahat, muncul monster lainnya. Ia langsung mengambil tongkatnya dan mengucapkan mantra. Asept juga langsung datang mendekat ke arah Jax dan membantu.

*

Di wilayah lain, tepatnya di wilayah Deeown, Orton justru berusaha menyerang terlebih dahulu dan memukul mundur para monster. Bukan hanya melakukan pertahanan, mereka ingin menemukan asal muasal monster. Hanya saja sekeras apapun mereka berusaha menyerang para monster itu, tidak banyak perubahan yang terjadi.

"Terus menyerang lebih keras, kita harus mendorong para monster lebih jauh lagi agar tidak mendekati wilayah pemukiman." Orton memimpin penyerangan dengan semangat, ia berusaha semaksimal mungkin agar bisa mengurangi kerusakan wilayah dan segera menemukan titik terang dari bencana ini.

"Ini sudah batas maksimal, jika lebih dari ini mana kami akan langsung habis dan pertahanan menghilang." Salah satu ksatria yang membersamai Orton berteriak sambil terus melakukan semua hal yang ia bisa lakukan.

Orton tidak menjawab, ia hanya mengangguk pelan sambil terus melakukan pertahanan dan penyerangan bersama yang lainnya. Ia sadar bahwa kekuatan yang dimiliki para ksatria, alumni akademi sihir dan juga dirinya tidak sekuat itu untuk bisa mengalahkan para monster dengan cepat.

Kondisi tetua lainnya tidak jauh beda dengan Orton, mereka juga kesulitan untuk mencari celah sehingga tidak ada petunjuk yang ditemukan. Sebanyak apapun monster yang mereka kalahkan, tidak ada pertanda baik yang muncul. Justru sebaliknya, mereka merasakan hawa-hawa dari induk para monster yang muncul.

*

"Akhirnya kita dapat istirahat sejenak," ucap Jax yang berbaring di salah satu balkon istana. Ia menatap ke langit gelap yang tampak mencekam, seperti tidak ada harapan di dalamnya.

Asept juga ikut berbaring di sebelah Jax dan memperhatikan kondisi langit yang penuh dengan awan-awan hitam dengan bentuk yang aneh.

"Mirip saat kita tes akhir dulu," celetuk Jax tiba-tiba. Asept hanya mengangguk pelan menanggapinya. Entah kenapa Jax tiba-tiba teringat saat-saat dimana ia dan Asept melakukan pertarungan setiap minggunya hanya demi mengejar nilai dan peringkat.

Beberapa tahun yang lalu, saat Asept dan Jax masih berada di akademi sihir terjadi hal aneh yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Pada dasarnya, Asept dan Jax sangat terkenal di akademi sihir karena kemampuan mereka yang menakjubkan. Mereka berdua memang cukup dekat, tetapi pertarungan nilai mereka juga tak kalah sengit.

Semua anak di akademi sihir menikmati persaingan sehat antara Asept dan Jax, tapi tak ada yang mengira mereka berdua akan melakukan pertarungan mematikan pada saat tes akhir. Bahkan, dampak dari pertarungan mereka berlangsung selama seminggu lamanya, keadaan langit yang gelap menyelimuti wilayah kerajaan dan bertahan selama seminggu karena efek ledakan sihir Asept dan Jax kala itu.

Sejak saat itu, Asept dan Jax dilarang bertarung satu sama lain dan semua orang menetapkan mereka sebagai lulusan terbaik yang setara.

"Menurutmu, siapa pelaku dibalik kekacauan ini?" tanya Asept setelah keheningan menyelimuti selama beberapa menit. Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun, dan hanya mengatakan apa yang ia pikirkan.

"Entahlah," jawab Jax sekenanya, ia bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan dadakan Asept. Terlebih ia tidak pernah benar-benar memikirkan hal itu. Yang Jax fokuskan sekarang hanyalah cara untuk mempertahankan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa memikirkan dalangnya sama sekali. Mungkin terdengar aneh, tapi Jax memang terbiasa berfokus pada hal-hal tertentu saja.

Asept menoleh ke arah Jax, "Bagaimana kalau kita coba mencari pelakunya?"

Jax semakin kaget dengan ajakan dadakan yang dilakukan Asept. Ia langsung duduk dan melihat ke arah Asept dengan wajah yang tidak bisa dideskripsikan, "Tidak! Terlalu berbahaya." Jax bahkan menekan semua kata yang ia ucapkan untuk menandakan keseriusannya terhadap apa yang ia ucapkan.

Asept juga kembali ke posisi duduk dan menatap Jax lekat-lekat. Belum sempat Asept berbicara lagi, tiba-tiba Pia muncul entah darimana.

"Aku setuju dengan Asept, daripada seperti ini terus lebih baik kita mencari pelakunya." Pia muncul dengan suara lantangnya. Asept dan Jax tersentak kaget dan langsung melihat ke arah Pia. Mereka berdua bahkan tidak sadar akan keberadaan Pia dan sejak kapan Pia berada di sana.

"Kamu benar-benar yakin?" Jax memastikan. Ia seperti mendengar sesuatu yang aneh karena Pia tidak sesembrono itu setahunya.

Pia mengangguk pasti. Tidak ada sedikit pun keraguan di wajahnya.

"Caranya?"

Setelah beberapa detik, Jax akhirnya menyerah dan berusaha mengikuti kehendak Asept dan Pia, karena pilihannya hanya ada dua yaitu, menyerah dan ikut mereka mencari atau tetap menolak dan ditinggal.

Lagi-lagi keheningan menyelimuti ketiga remaja itu selama beberapa menit.

"Kita bisa mulai dengan mencari informasi. Mungkin bukan informasi lengkap, tapi cukup beberapa kepingan informasi saja. Seharusnya ada yang bisa kita rangkai dari kepingan-kepingan informasi yang ada." Pia memberikan usulan, tetapi Asept dan Jax memberikan tatapan bingung.

"Tenang, tentu saja aku tahu dimana kita bisa mencari informasi," ucap Pia seakan memberikan jawaban atas pertanyaan yang belum sempat dilontarkan oleh kedua temannya.

Asept dan Jax mengangguk-angguk tanpa bertanya lebih lanjut mengenai sumber yang dimaksudkan Pia.

"Menurut kalian, masalah ini akan bertahan sampai berapa lama?" Lagi-lagi Asept melontarkan pertanyaan sensitif lainnya tanpa berpikir dua kali.

"Entahlah," jawab Jax seadanya lagi sambil melontarkan pandangannya ke daerah di sekitar istana hingga matanya menangkap pergerakan monster dari kejauhan.

"Sebenarnya aku ingin semuanya kembali seperti semula secepatnya, tetapi firasatku sangat buruk," jawab Pia dengan serius. Matanya menatap ke area di sekitar istana, khususnya tempat di mana tanaman-tanaman herbal biasanya ditanam. Tempat kesukaan Pia yang akhirnya menjadi lahan gersang dan menjadi tempat pertarungan.

"Apakah monster itu akan lebih mengerikan jumlahnya?"

---

By Melva

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang