Jax menatap kosong ke arah depan. Tak ada lagi yang bisa lelaki itu lakukan selain berdiam diri tanpa perlawanan. Di hadapannya berdiri gagah empat tetua yang telah siap dengan ribuan pertanyaan.
"Jax Cruz, siap untuk menerima takdirmu?" tanya Monolaz dengan tatapan tajam yang ia layangkan pada lelaki itu. Jax tak menjawab, dia hanya menelan ludahnya seraya menghembuskan napas gusar.
"Kuanggap diammu adalah jawaban, Jax Cruz, si pengkhianat." Monolaz kemudian berjalan keluar dari ruang introgasi yang hanya terhalang dinding kaca transparan. Namun, ruangan ini tak bisa dimasuki oleh sembarang orang.
"Aku dan Tuan Monolaz akan mengawasi dari luar." Paraneta memegang pundak Orton dan Trivas. "Semoga lancar," sambungnya seraya pergi menyusul Monolaz.
"Ah, sudah lama aku tak mengulik pikiran anak muda," ujar Trivas tersenyum kecil.
"Kurasa Yang Mulia tak akan senang dengan hal ini," balas Orton menanggapi.
"Maksudmu Yang Mulia akan lebih senang jika kita langsung memenggal kepalanya? Lucu sekali," kata Trivas seraya menepuk-nepuk bahu Orton.
Keduanya berdiri di berlawan arah, Orton di belakang Jax, sedangkan Trivas berada si depan Jax. Kedua tetua itu memejamkan matanya, suasana ruangan menjadi sunyi. Sampai akhirnya kepulan asap ungu memenuhi ruangan tersebut, berputar berotasi membentuk sebuah simbol jam pasir.
"Portas temporis aperite, memoriam explorans ut viam ad veritatem determinet!"
Mantra tersebut diucap lantang oleh kedua Tetua itu. Sebuah kilatan menyilaukan timbul setelahnya, membuat Monolaz dan Paraneta yang memerhatikan menutup mata saking silaunya.
"Dasar! Padahal mereka bisa mengurangi daya silau menyebalkan itu," keluh Monolaz dengan nada yang ketus.
Orton dan Trivas memasuki inti ingatan Jax. Kedua pria itu membaca seluruh kejadian yang dialami Jax selama perjalanan, bahkan saking detailnya ... masa kecil serta pertumbuhannya pun langsung diketahui oleh kedua Tetua tersebut.
Namun ada yang aneh dari ingatan Jax, terkadang ingatan lelaki itu tiba-tiba buram bahkan perlahan menghitam, seolah ada sesuatu yang menggerogoti pikirannya. Namun ... kekuatan apa itu? Bahkan sekelas Orton dan Monolaz saja sampai kewalahan.
Kedua Tetua itu keluar dari ingatan setelah mendapat jawaban yang jelas, tepat setelah kejadian mengejutkan di goa Ferzlya.
"Apa yang kalian dapatkan? Apakah motifnya diketahui?" tanya Monolaz yang berjalan menghampiri keduanya bersama dengan Paraneta yang mengekorinya di belakang.
"Ingatannya menghitam, kurasa hal ini ada hubungannya dengan Iblis." Trivas menyimpulkan. Pria itu menyalin kepingan ingatan Jax dalam sebuah kotak kaca.
"Iblis? Maksudmu ... dia dirasuki?" Paraneta bertanya dengan mata yang membulat karena terkejut. Pandangan Pria itu beralih pada Jax yang masih tertunduk pasrah menerima takdir.
"Kemungkinan besar," sahut Orton.
"Ahh ... sekarang bagaimana cara kita menjelaskannya pada Yang Mulia? Kalian tahu sendiri kan, jika berhubungan dengan ras iblis ... Yang Mulia akan mengamuk, seperti pendahulu sebelumnya pada masa 'itu'." Paraneta memijat kepalanya frustrasi.
"Mungkin bahkan akan ada peperangan baru, bagaimana jika para rakyat tahu dengan kembalinya ras iblis?" Perkataan Orton membuat Paraneta semakin khawatir.
Monolaz mengembuskan napasnya gusar. "Sudahlah, kita harus jujur sebelum hal yang lebih buruk terjadi," katanya bijaksana.
"Tapi ... sebelum itu kita harus menentukan nasib bocah ini." Perkataan Monolaz membuat ketiga Tetua lain mengalihkan perhatiannya pada Jax.
"Sudah jelas dia ikut bersalah. Karena kesadarannya utuh saat mencuri batu safir," ujar Trivas berpendapat.
"Kurasa hukuman paling ringan adalah dipenggal," sahut Paraneta seraya mengangkat kedua bahunya kebingungan.
*
Para tetua, Kepala Suku Zerorez, dan Raja Croxerz VII melaksanakan sebuah rapat untuk menentukan hukuman Jax dan perencanaan Ekuinoks selanjutnya.
"Jadi ... apa yang ingin kau laporkan, Monolaz?" tanya Raja Croxerz VII. Pria itu menopang dagunya di atas sebuah meja bundar dengan ukiran emas di setiap pinggirnya.
"Pelakunya benar Jax Cruz, Yang Mulia. Kami telah menjalankan sesi introgasi dengan memasuki ingatan lelaki itu," jawab Monolaz.
"Sekarang dia telah dipindahkan di penjara kerajaan, mungkin Anda bisa mengeceknya sebelum menentukan hukuman lelaki itu," tambah Paraneta.
"Tidak ada yang perlu di diskusikan. Sudah jelas, bukan? Eksekusi dia. Setelah menjalankan ritual Ekuinoks baru, eksekusi dia di hadapan para rakyat Kerajaan Croxerz. " Perkataan Raja Croxerz VII membuat semua yang berada di ruangan itu terdiam.
"Gamoon, tolong katakan rincian apa saja yang perlu kita siapkan untuk Ekuinoks selanjutnya? Buat Festival seperti biasanya, aku tidak ingin ada masalah baru lagi," lanjut Raja Croxerz VII dengan nada dingin.
"Baik Yang mulia. Pihak kerajaan hanya cukup menyediakan altar dan beberapa persembahan di tengah kota. Untuk batu safirnya sendiri sudah kami amankan di tempat yang dijaga ketat oleh pengawal kerajaan," sahut Gamoon.
*
Jax menelungkupkan wajahnya, lelaki itu memeluk kedua lututnya lemas. Ia memandang ruangan sel nya yang nampak mengerikan. Bahkan lelaki itu kini harus tinggal bersama tikus-tikus yang saling memakan satu sama lain. Dinding sel dipenuhi lumut-lumut yang merambat ke segala arah.
"Sialan, sialan!" umpatnya kesal. Kini Jaz memukul keras dinding sel. Matanya menatap tajam ke arah penjaga yang setia berdiri di selnya.
Bajingan! Bagaimana hal ini bisa terjadi? Aku sudah melakukannya sebaik mungkin, batin lelaki itu kesal. Bahkan terlintas untuk kabur dalam pikirannya. Namun ... bisakah dia kabur dari sel seketat ini?
Andai saja darahku tidak mengenai lingkaran sihir sialan itu! batin Jax bertambah murka.
Berulang kali lelaki itu berpikir keras, di mana letak kesalahannya selama ini? Bahkan dia telah menjalankan misinya dengan baik, hanya tinggal selangkah saja ia berhasil.
"Benar-benar membuatku muak," keluhnya seraya mengacak-acak rambut frustrasi.
Sel Jax dipukul keras oleh seorang pengawal kerajaan. "Diamlah, pengkhianat! Tak bisakah kau diam dan tak mengeluarkan suara?" kata pengawal itu dengan nada kesal.
"Aku tidak bisu," balas Jax dingin. Mata lelaki itu menatap si pengawal dengan mata yang tak biasa. Seolah ada sesuatu yang dipendamnya.
"Tinggal menunggu waktu saja untuk menyambut kematianmu, pengkhianat!" hardik pengawal itu tanpa ampun.
*
Suasana dalam ruangan rapat masih sangat canggung. Bahkan tatapan Raja Croxerz VII begitu mengintimidasi setiap orang yang berada di ruangan tersebut.
"Yang Mulia, ada yang perlu saya laporkan lagi," ujar Orton mengalihkan perhatian.
Raja Croxerz VII mengangkat salah satu alisnya dengan raut wajah bertanda tanya. "Apa lagi yang harus kau laporkan, Orton?" tanyanya.
Orton menelan salivanya kuat-kuat, mata pria itu sempat melirik para Tetua lain. Setelah mendapatkan persetujuan, Orton menghela napas pelan.
"Ini mungkin sangat darurat, Yang Mulia," kata Orton dengan nada yang bergetar.
"Apa itu? Mengenai apa?" Raja Croxerz VII kembali bertanya.
"Mengenai kembalinya ras iblis ke dalam wilayah Kerajaan Croxerz, Yang Mulia."
---
By Alva
KAMU SEDANG MEMBACA
September : Chaos! [END]
FantasyFestival Bunga Mekar merupakan salah satu perayaan untuk menyambut pergantian musim semi di kerajaan Croxerz. Festival ini sangat dinantikan setiap tahunnya karena selalu ada hal baik yang terjadi saat festival ini berlangsung. Sayangnya, tahun ini...