10 - SARANG GOBLIN

24 14 1
                                    

Jax berjalan tenang memasuki hutan lebih dalam diikuti dengan Asept yang berada di belakangnya. Lelaki bersurai perak itu ingin sekali memulai obrolan, tetapi melihat Jax dalam mode serius membuatnya memilih bungkam. Asept tidak ingin memecah konsentrasi Jax yang tengah melacak di mana keberadaan Pia.

Melalui kabar angin, Jax dapat merasakan aliran mana Pia yang sampai padanya. Membuat kedua orang itu mengikuti ke mana aliran mana Pia berasal di tengah gelap dan dinginnya malam. Langkah mereka terhenti setelah mendengar sayup-sayup keributan tidak jauh dari tempat mereka berada.

"Kenapa berhenti, Jax?" Asept bertanya penasaran.

"Kau dengar itu, Sept? Sepertinya Pia berada di sana," balas Jax.

"Terdengar ramai sekali. Apakah mereka sedang berpesta? Mengapa tidak mengundang kita?"

Pertanyaan Asept seketika membuat Jax menempeleng kepala rekannya itu. "Seriuslah, Asept! Kemungkinan besar Pia berada di sana, karena aliran mananya berhenti di sekitar sini," tukas Jax serius.

Asept mengusap-usap kepalanya. "Ya sudah, ayo kita selamatkan Pia."

Asept dan Jax kembali melanjutkan perjalanan. Mereka melangkah dengan hati-hati menuju kebisingan yang diyakini betul merupakan tempat di mana Pia berada.

"Hati-hati," kata Jax seraya menarik Asept bersembunyi di balik semak-semak.

"Mereka sedang bersenang-senang," ucap Asept sembari memperhatikan sekitar.

Hutan yang dimasuki oleh Asept dan Jax merupakan sarang goblin. Tidak heran jika mereka akan menemukan para goblin, tetapi tidak disangka jika makhluk berwarna hijau itu tengah dalam suasana hati yang baik. Mereka terlihat menari sambil sesekali bernyanyi yang bahasanya tidak dimengerti oleh Asept maupun Jax.

"Goblin-goblin itu terlihat begitu senang, sedangkan kita malah harus menghadapi bahaya di kegelapan malam seperti ini," cetus Asept disertai embusan berat.

"Sudahlah, Sept. Tidak usah mengeluh. Kita fokus saja mencari Pia. Aku takut dia berada dalam bahaya."

Asept menggangguk mengerti sebelum mencari keberadaan Pia yang belum juga ditemukan. Sampai akhirnya, sebuah kuali besar ditempatkan di tengah-tengah para goblin dengan seseorang yang ada di dalamnya.

"Sial!" umpat Jax kesal.

"Alamat jadi Pia goreng ini mah," sahut Asept yang dibalas tatapan tajam dari Jax. Ia tidak suka menjadikan situasi berbahaya sebagai bahan candaan.

Pia berontak di dalam kuali meminta untuk dibebaskan, tetapi para goblin itu tentunya tidak akan membiarkan siapa pun yang telah menjadi target santapan mereka pergi begitu saja. Semakin keras Pia menjerit dan meminta pertolongan, semakin besar pula keinginan para goblin itu untuk menyantapnya.

"Kita harus menyusun rencana," kata Jax menoleh pada Asept yang berada di sebelahnya. Namun, sang kawan terlihat sangat fokus memperhatikan Pia di dalam kuali. Terlihat kasihan, tetapi lucu juga. "Woi, Asept!" Jax yang kesal memukul punggung Asept.

"Iya, aku dengar, Jax."

Pia akhirnya lelah juga. Ia sudah pasrah dan terlihat meringkuk tidak berdaya di dalam kuali besar itu. Sebentar lagi, ia akan menjadikan santapan lezat para goblin dan sedikitpun Pia tidak pernah berpikir jika hidupnya akan berakhir di perut para goblin. Namun, Asept dan Jax tidak akan membiarkan hal itu terjadi, karena mereka akan menyelematkan Pia sebelum api mulai membakar kayu yang berada di bawah kuali.

"Hati-hati," pesan Jax pada Asept sebelum mereka mulai menjalankan rencana yang telah disusun.

Asept menggangguk lalu pergi meninggalkan Jax. Ia merogoh saku tasnya sebelum melemparkan beberapa bola-bola asap. Dentuman keras diiringi asap seketika menarik perhatian para goblin yang tengah berpesta itu. Mereka berbondong-bondong mendatangi sumber ledakan, di mana Asept lah sang biang keroknya.

Melihat kesempatan itu, Jax bergegas menghampiri Pia yang gemetar ketakutan di dalam kuali. Namun, sebuah anak panah yang dilesatkan salah satu goblin melukai kaki Jax dan membuatnya meringis.

Goblin itu kembali melesatkan anak panah, tetapi Jax dengan cepat melemparkan bom asap yang diberikan Asept padanya beberapa saat lalu yang berhasil mengalihkan perhatian si goblin.

"Pia, ini aku, Jax. Sekarang kau jangan takut lagi," kata Jax seraya melepaskan tali yang mengikat tubuh Pia. Namun, Pia masih bergeming di tempatnya dengan tubuh yang masih gemetar. Tanpa ragu, Jax mengeluarkan Pia dari dalam kuali lalu menggendongnya.

"Ayo cepat." Asept berucap tiba-tiba sembari menjaga Jax dan Pia di belakang. Keselamatan mereka belum terjamin sama sekali, karena para goblin masih mengincar mereka. "Sembunyi!" kata Asept lagi lalu bersembunyi di balik semak-semak yang diikuti Jax dan Pia.

Salah satu goblin mendekat ke tempat di mana Asept, Jax dan Pia bersembunyi. Ketiganya menahan napas dan berharap goblin itu tidak menyadari keberadaan mereka.

Jax menyadari bahu Pia bergetar. Ia lalu menggerakkan tangan dan melemparkan sebuah batang pohon ke sisi kiri mereka. Perhatian goblin itu seketika teralihkan. Dengan langkah yang sedikit tertatih, Jax membawa Pia meninggalkan sarang goblin tersebut. Sedangkan Asept menjaga mereka dari belakang.

*

"Sepertinya kita sudah cukup jauh dari sarang goblin," kata Asept seraya menghentikan langkah.

Sebuah goa yang berada di tepi sungai menjadi pilihan Asept, Jax dan Pia untuk bersembunyi. Mereka beruntung memiliki Asept, yang tidak lain adalah seorang alchemist dalam kelompok perjalanan mereka. Asept berhasil menyamarkan aroma tubuh mereka bertiga sehingga para goblin itu tidak dapat mendeteksi di mana keberadaan mereka. Pesta para goblin malam ini kacau, karena santapan makan malam mereka, yaitu Pia telah menghilang.

"Kita bermalam di sini saja," sahut Jax lalu membantu Pia masuk ke goa yang sempit dan lembab itu.

"Kau yakin aman, Jax?" Asept bertanya khawatir, karena sejujurnya ia sudah sangat lelah dan ingin sekali beristirahat. Jika goa itu tidak aman, maka ia tidak tahu lagi harus pergi ke mana.

"Aman. Goa ini kosong," jawab Jax yakin yang seketika membuat Asept menampilkan wajah sumringah.

"Lukamu bagaimana Jax?" Pia yang sejak tadi bungkam akhirnya buka suara.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Apakah kau terluka?" balas Jax tidak dapat menyembunyikan raut khawatir terhadap rekan perjalanannya itu.

"Aku takut, tapi sekarang sudah baik-baik saja karena ada kalian. Terima kasih karena kalian telah menolongku."

"Santai saja." Jax membalas singkat.

"Aku ingin melihat Pia goreng, tapi Jax memintaku ikut membantu menyelamatkanmu. Yah, kulakukan saja karena aku tidak ingin berlama-lama bersama Jax, hanya berdua saja," tukas Asept.

"Pia goreng gundulmu!" Pia berucap kesal pada Asept. Ia lalu menoleh pada Jax yang berada di sebelahnya. "Lukamu sebaiknya aku obati, Jax."

"Aku baik-baik saja, tapi jika kau ingin mengobati, tidak apa-apa. Lakukan saja," kata Jax yang memunculkan senyuman di bibir Pia. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Pia langsung mengobati kaki Jax yang terluka karena menyelamatkannya.

"Kau mau ke mana, Sept?" Jax bertanya setelah menyadari Asept hendak beranjak meninggalkan goa.

"Melihat kalian membuatku lapar," jawab Asept sebelum berlalu meninggalkan kedua temannya.

---

By Kaia

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang