24 - OKNUM TAK TERDUGA

11 7 0
                                    

Raja Croxerz VII menatap keempat tetua dan Pia dengan tatapan tajam. Jax dibawa oleh para pengawal ke sebuah ruangan perawatan bernuansa putih, tubuh lelaki itu dibaringkan di atas sebuah ranjang kecil.

"Apa yang kalian dapat? Aku ingin informasinya! Seharusnya kalian berempat berguna jadi tetua, aku mengangkat kalian bukan untuk bermalas-malasan," sarkas Raja Croxerz VII. Kata-katanya sungguh kejam dan menusuk.

Orton membalas, "Saya akan mengeceknya setelah putri saya membuat keadaan Jax membaik, Yang Mulia."

"Untuk apa kalian menyembuhkan kriminal seperti dia?" ketus Raja Croxerz VII, matanya mendelik kesal. Pria itu kemudian duduk di kursi yang tak jauh dari tempat berdirinya tadi. Ia menopang dagu seraya menatap serius ke arah Pia yang sedang mengobati Jax.

"Cepatlah kau! Kita tak punya waktu," perintah Raja Croxerz VII. Karenanya, Pia tersentak kaget. Tangannya gemetaran bersamaan dengan keringat dingin yang mulai membanjiri pelipisnya.

"Monolaz, Paraneta pergilah cari keberadaan Asept. Pengawal tadi tak kunjung kembali, kuharap tidak terjadi sesuatu," titah sang Raja.

Monolaz dan Paraneta mengangguk patuh, keduanya menghilang menggunakan sihir teleportasi dan mulai mencari keberadaan Asept.

*

"Serangga merepotkan." Seorang pria berurai perak menyeka darah di mulutnya. Ia meludahi dua mayat pria di hadapannya. Lelaki itu kemudian tersenyum seraya menginjak kepala korbannya berkali-kali.

Matanya menyala merah, seolah menggambarkan rasa benci yang sangat kuat. Manusia ... mahluk yang paling ia benci. Perasaan yang selama ini berusaha ia pendam akhirnya meledak begitu saja. Tak ada lagi yang bisa menahannya. Sahabat, keluarga, semuanya terasa asing, bahkan ia merasa asing dengan dirinya sendiri.

Lelaki itu ... telah kehilangan segalanya. Bagaimana caranya kembali bahagia? Sedangkan hal yang membuatnya bahagia telah lenyap. Ia ... terlalu bersahabat dengan luka dan berakhir menjadi seseorang yang lupa caranya bahagia.

Sekelebat energi misterius membuat bulu kuduk lelaki itu berdiri. Seolah ada sesuatu yang menghampirinya, penyihir dengan energi yang sangat besar!

Dia tertawa setelah menyadari siapa yang akan segera menghampirinya. Matanya kemudian menatap kedua mayat pengawal kerajaan yang telah dihabisinya. Ia tersenyum miring, lalu dengan santainya lelaki itu mengangkat kedua mayat tersebut dan duduk di atasnya.

Gagak beterbangan keluar dari tempat persembunyiannya. Pepohonan diterjang oleh angin yang sangat kencang, membuat dedaunan terhempas mengenai wajah si lelaki yang masih setia menduduki tumpukan mayat tersebut seraya menopang dagunya bosan.

Sampai akhirnya sebuah energi ungu-kelabu muncul tak jauh dari tempatnya duduk. Ia telah menanti hal ini, tangannya bertepuk tangan seolah menyambut kedatangan dua sosok tersebut.

Dia tersenyum ramah. "Tak kusangka penyihir tua bangka seperti kalian bisa menemukanku," katanya meremehkan.

Kedua sosok itu terdiam dengan mata yang membulat, terkejut akan kenyataan yang mereka lihat sekarang. "K-kau?!"

*

Pia mengangguk ke arah Orton dan Trivas yang telah bersiap. Gadis itu mundur beberapa langkah, mempersilakan kedua tetua tersebut melakukan ulang mantra pembacaan ingatan.

Keduanya berdiri saling berhadapan. "Portas temporis Aperite, memorriam exsplotan ut viam ad veritatem determinet!!" mantranya diucap dengan lantang.

Kilatan menyilaukan membuat Raja dan Pia menutup matanya. Sebuah simbol jam pasir jumbo mulai terlihat. Trivas dan Orton mengangguk satu sama lain dan mulai memasuki ingatan Jax lebih luas. Guna mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang