14 - GURUN PASIR

16 12 0
                                    

Dengan penuh rasa bingung, Asept, Jax dan Pia berjalan mengikuti arahan buku. Mereka kembali memasuki daerah hutan yang penuh dengan pepohonan hijau dengan berbagai bentuk aneh.

"Ini kalungmu." Jax tiba-tiba menyerahkan kalung Pia yang sebelumnya dicuri para bandit, saat posisi mereka sudah cukup jauh dari desa.

"Bagaimana kamu ...."

"Tidak usah banyak tanya," ucap Jax yang langsung memakaikan kalung Pia.

"Terima kasih," jawab Pia sambil memegang kalung kesayangannya yang sudah kembali menggantung di lehernya.

Perjalanan terus berlanjut, semakin mereka masuk ke dalam, warna pepohonan yang mereka lalui mulai berubah menjadi kecoklatan dan terlihat sangat kering.

Seperti biasa, karena keingintahuannya yang tinggi, Asept menyentuh semua hal aneh yang mereka lewati.

"Apakah kamu akan menyentuh semua hal aneh yang kita lewati sampai akhir perjalanan nanti?" tanya Jax yang heran dengan kelakuan Asept. Apa yang dilakukan Asept seperti sangat aneh dan di luar nalar pemikiran Jax.

"Iya," jawab Asept sambil tiba-tiba menyentuh lengan Jax.

"Maksudmu aku adalah salah satu hal aneh yang kau temukan?" tanya Jax dengan nada tinggi.

Asept mengangguk pelan lalu langsung berlari menjauhi Jax yang emosi.

"Kenapa aku harus melakukan tugas dengannya?" Jax menghembuskan napas dengan kasar sambil mengikuti langkah kaki Pia yang sibuk membaca petunjuk di buku. Jax merasa tenaganya habis hanya karena menanggapi tingkah laku Asept.

"Makanya aku memilih untuk diam," sahut Pia yang berusaha tidak menciptakan topik pembicaraan dengan Asept agar tidak naik pitam.

Selain itu, Pia juga merasa bahwa akhir-akhir ini ia menggunakan banyak mana dan sering hampir tumbang, sehingga ia memutuskan tidak menggunakan energi untuk hal-hal yang tidak diperlukan, seperti menanggapi keanehan Asept.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di ujung hutan. Hamparan gurun pasir menyambut mereka dengan terik matahari yang menyengat.

"Sejak kapan ada gurun pasir di wilayah Utara?" ucap Asept heran. Ia berjalan mendekati area gurun, lalu berjongkok dan mengambil segenggam pasir. Walaupun tampak aneh, tapi Asept penasaran dengan gurun yang ada di hadapannya.

"Tidak ada apa-apa di sana, kalian yakin?" tanya Jax yang sedari tadi berusaha melihat jauh ke depan tetapi tidak menemukan apapun. Yang ia lihat hanyalah hamparan pasir tanpa ujung.

Pia tidak merespons ucapan Jax, tapi ia mulai berjalan mendekati Asept. Petunjuk yang ada di buku tidak mungkin salah, itulah yang diyakini Pia. Sehingga walaupun tampak tidak ada harapan, ia akan terus mengikuti petunjuk yang diberikan.

"Teksturnya agak aneh, tapi seharusnya tidak berbahaya." Asept kembali berdiri setelah sedikit bermain-main dengan pasir.

Tanpa pikir panjang, Asept berjalan memasuki padang gurun diikuti dengan Pia di sampingnya. Walaupun ragu, mau tidak mau Jax ikut mengekori di belakang mereka.

Setelah cukup jauh berjalan, mereka tidak mendapatkan petunjuk apapun, bahkan sekarang mereka mulai kebingungan karena di sekeliling mereka hanya ada pasir. Sejauh apa pun mereka berusaha melihat, hanya ada pasir, bahkan hutan yang mereka lewati sebelumnya kini sudah tidak terlihat.

"Seharusnya kita tidak mempercayai pilihan Asept," cetus Jax yang sudah lelah berjalan. Tidak hanya itu, ia merasa badannya sudah dipanggang matahari gurun sampai ke tingkat medium-rare.

"Aku tidak mempercayai Asept, aku hanya mempercayai buku," jawab Pia sambil terus mengikuti petunjuk di buku.

Asept tidak menanggapi Jax dan Pia, ia sibuk mengunyah perbekalan yang diberikan warga desa tadi.

"Asept! Itu perbekalan bersama, jangan dihabiskan!" omel Jax melihat Asept yang terus menerus mengunyah. Jax langsung mengambil makanan yang dipegang Asept dan mengamankannya sebelum dihabiskan lelaki itu.

Sementara Asept dan Jax bertengkar, Pia terdiam di tempat karena petunjuk yang ada di buku tidak menunjukkan arah tujuan mereka lagi.

"Kenapa berhenti?" tanya Jax setelah selesai mengamankan perbekalan mereka dari Asept.

"Tidak ada petunjuk yang diberikan dari area ini, buntu," jawab Pia yang kebingungan. Ia merasa sudah membaca dan memahami buku itu dengan benar, sehingga seharusnya ia tidak salah mengartikannya.

Belum sempat Asept merespons, tiba-tiba area tempat mereka berdiri bergetar. Pia langsung menutup bukunya, lalu mendekati Asept dan Jax. Mereka bertiga berpegangan satu sama lain agar tidak terjatuh.

Tidak jauh dari mereka, muncul beberapa monster pasir. Monster-monster itu setinggi dua meter dan jumlahnya cukup banyak.

Melihat itu, mereka bertiga langsung bersiap, agar kapan pun monster itu menyerang, mereka bisa langsung menyerang balik.

Benar saja, beberapa saat kemudian para monster pasir itu bergerak ke arah mereka dan mulai menyerang secara bersamaan.

"Berpencar," perintah Jax ketika melihat pola serangan para monster pasir itu. Jika mereka bertiga berdiri bersama, maka mereka akan langsung dilahap di satu titik.

Asept langsung mengikuti perintah Jax dan berpindah tempat dengan cepat, sedangkan Pia tetap berada di sebelah Jax.

Beberapa serangan balik dilayangkan Asept dan Jax setiap kali para monster pasir itu menyerang, sayangnya karena bentuknya yang besar dan jumlahnya banyak, tidak mudah untuk mengalahkan mereka.

Terlebih sebagian besar serangan Asept dan Jax tidak terlalu berefek, karena badan monster pasir itu terdiri dari butiran pasir, sehingga mereka bisa melakukan regenerasi dengan cepat.

"Mereka tidak berkurang sedikit pun," ucap Asept sambil terengah-engah. Ia bisa merasakan mana di tubuhnya berkurang drastis, tapi lawannya tidak berkurang sama sekali, seperti pertarungan yang sia-sia.

Fokus Asept mulai berkurang karena teriknya matahari dan energinya yang sudah mulai habis. Tanpa sadar, Asept menginjak area pasir hisap dan mulai tersedot ke dalam gurun. Di dalam penglihatan Asept, ia merasa bahwa para monster itu semakin tinggi, tetapi tidak merasakan keanehan.

Asept belum menyadari tubuhnya yang semakin masuk ke dalam, tapi Jax melihat pergerakan aneh Asept dari kejauhan. Jax segera bergerak mendekati Asept, meninggalkan Pia seorang diri.

Pia hendak mengejar, tetapi tiba-tiba saja ada monster pasir di depannya sehingga mau tidak mau Pia bergerak ke arah yang berlawanan untuk menghindar.

"Berhenti bergerak dan raih tanganku!" Jax yang sudah berada di dekat Asept langsung mengambil tindakan. Seketika itu juga Asept sadar posisi badannya yang sudah setengah tenggelam.

Tanpa banyak bertanya, Asept langsung melakukan apa yang dikatakan sehingga Jax bisa mengangkat Asept dengan cepat sebelum para monster mendekat lagi.

Sayangnya mereka lupa bahwa Pia sendirian, dan malah menjadi incaran utama dari para monster pasir. Saat Jax berhasil mengeluarkan Asept dari pasir isap, Pia sudah dikerubungi para monster pasir yang siap menelannya.

Pia sudah memasrahkan diri, tapi tiba-tiba sebuah cahaya keluar dari kalung yang dipakainya. Awalnya cahayanya kecil, lalu lama kelamaan membesar hingga menghalangi pandangan.

Para monster yang berjarak setengah meter dari Pia langsung lenyap ketika sinar cahaya kalung itu mengenai tubuh mereka. Asept dan Jax yang melihat hal itu hanya bisa mematung di tempat karena tidak paham apa yang terjadi.

Di saat yang sama dengan monster pasir menghilang, gurun pasir yang ada di sekitar mereka tiba-tiba menghilang juga. Yang ada di sekitar mereka sekarang hanyalah sebuah hamparan rumput hijau dengan semilir angin yang sejuk.

"Apakah kita berhalusinasi?"

---

By Melva

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang