7 - DESA CEEOWN

29 14 0
                                    

Seperti kesepakatan tadi malam, Asept, Jax dan Pia akhirnya memutuskan meninggalkan istana dan pergi ke desa Ceeown untuk bertemu dengan ayah Pia, tetua Orton Eileen. Adapun tujuan mereka ke desa tersebut adalah untuk menanyakan petunjuk arah yang harus ditempuh dalam pencarian batu safir tersebut. Tentu saja ayahnya Pia mengetahui hal ini karena Asept dan keduanya diutus oleh raja. Bahkan ketiganya sekarang sedang berada di dalam kereta milik kerajaan yang ditugaskan mengantar ketiganya sampai di perbatasan desa Ceeown.

"Apakah kalian pernah memikirkan siapa penyebab kekacauan ini?"

Tanpa diminta, Asept mengeluarkan pertanyaan yang membuat Jax maupun Pia sama-sama terkejut. Tidak pernah terbesit di benak keduanya akan sampai pada pembicaraan sensitif seperti ini.

"Ya baiklah jika kalian tidak terpikirkan tentang itu. Tapi menurut kalian, kenapa kita diutus ke desa Ceeown, yang padahal kita tau bahwa batu safir tersebut ada di Zerorez?" tanya Asept lagi sambil bersedekap dada. Menatap dua orang di depannya kembali menunjukkan reaksi terkejutnya.

Belum sempat Asept membuka suara lagi, Jax lebih dulu menyela. "Jangan berbicara sembarangan, Sep. Kita hanya menjalankan tugas."

Asept mendecak, padahal ia hanya bertanya, tidak sampai membeberkan hal penting yang ia tau. Ah, Jax ini tidak asik.

"Sudah-sudah, tujuan kita ke rumahku adalah bertanya pada Ayah mengenai peta itu." Pia melerai tatapan sengit antara keduanya. Tidak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Apalagi jika bukan perseteruan keduanya kala itu. Bisa-bisa wilayah utara akan lebih parah dari ini jika itu terjadi lagi.

Setelahnya, ketiganya kembali diliputi keheningan. Hanya suara kaki kuda yang berpacu dengan jalanan lengang itu. Membiarkan ketiganya sibuk pada pikirannya masing-masing.

*

'Selamat Datang di Desa Ceeown'

Tulisan di gerbang bambu desa Ceeown menyambut ketiganya. Begitu sampai di pos penjagaan, ketiganya turun di sana guna melapor maksud kedatangan mereka.

Pia maju lebih dulu, melongokkan kepala pada bangunan yang terlihat kosong tersebut. Bangunan berukuran 3×4 meter tersebut berisi satu meja dan kursi di dekat jendelanya. Sementara di pojok dekat pintunya berdiri dengan gagah tombak-tombak bermata runcing. Tombak yang menjadi ciri khas desa Ceeown saat bertarung.

"Nona Pia?"

Pia berbalik saat namanya dipanggil. "Paman Et," sapanya sambil tersenyum ke arah pria berkumis tipis itu. "Apa kabar? Sudah lama aku tidak melihat Paman Et," lanjutnya kini bertos ria dengan pria yang dipanggil Paman Et tersebut.

Pria itu terkekeh, "Paman baik, Pia. Dirimu apa kabar? Bagaimana kerajaan?"

"Aku baik, Paman. Kerajaan juga baik, Yang Mulia terus berusaha mengirim ksatria terbaiknya ke beberapa tempat."

Paman Et mengangguk-angguk kecil, penuturan Pia benar adanya karena beberapa kali ada ksatria utusan dari kerajaan masuk ke desa. "Eh?"

Pandangan Paman Et jatuh pada dua laki-laki di dekat pintu pos. "Siapa ini? Apakah dua alumni akademik yang terkenal itu?"

Pia mengangguk, "Benar, Paman. Yang berambut perak adalah Asept, sang alchemist. Kemudian yang di sampingnya adalah Jax, penyihir Elementalist. Keduanya alumni terkuat saat ini," ucap Pia memperkenalkan kedua rekannya.

Asept maupun Jax mengangguk hormat ke arah Paman Et, membuat pria berkumis itu terkekeh pelan. "Tidak salah lagi, kalian adalah kebanggaan kerajaan!"

"Terima kasih atas pujiannya, Paman," sahut Asept sembari memamerkan deretan gigi putihnya.

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang