"Selama ini kau adalah pelakunya, Jax? Kau yang mencuri batu safir itu? Untuk apa, hah? Kau membahayakan keselamatan rakyat Croxerz!" ucap Pia sembari mendorong keras bahu lelaki itu."
"Bukan aku pelakunya, Pia. Aku juga tidak tahu kenapa batu safir itu ada di kantungku." Jax berusaha memberi penjelasan.
Pia berdecih. "Kau pikir aku percaya? Tidak pernah ada maling yang mau mengaku, Jax. Sama sepertimu yang tidak mengakui jika kau adalah keturunan iblis!"
Penuturan Pia seketika membuat Jax melongo. "Keturunan iblis apanya? Aku murni keturunan manusia. Percaya padaku, Pia," ucap Jax dengan nada memohon.
"Bagaimana aku bisa percaya, di saat darahmu berhasil memanggil batu safir dan batu safir itu sendiri keluar dari kantung yang sejak awal perjalanan kau bawa. Katakan padaku, bagian mana yang harus aku percayai, Jax Cruz?"
Jax bergeming. Tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Pia.
"Kau diam dan tidak menyangkalnya. Itu berarti benar. Selama ini aku percaya padamu dan kini aku kecewa. Aku kecewa sekali denganmu, Jax."
Pia berlalu memasuki portal yang sejak tadi disiapkan oleh Asept sembari menghapus air matanya yang jatuh. Ia sama sekali tidak menyangka jika selama ini, mereka mencari seseorang yang berada sangat dekat dengan mereka. Tidak lain, si pencuri baru safir itu adalah Jax sendiri.
"Kupikir, kau orang yang baik, Jax. Aku selalu percaya padamu, tapi kenapa kau tidak pernah jujur? Tampangmu sangat meyakinkan, ya, untuk menjadi seorang manusia, padahal kau adalah keturunan iblis. Kau juga tidak pernah jujur tentang itu." Pia berucap dalam benaknya dengan tangan yang meremas dada bagian kiri. Rasanya begitu sakit sampai membuat sesak.
"Sept, kau percaya padaku, 'kan?" Jax bertanya pada sang kawan.
Asept terdiam lalu mengikuti langkah Pia memasuki portal. Meninggalkan Jax yang kesal, sedih dan kecewa. Emosinya bercampur menjadi satu. Jax menggenggam tangan erat lalu mengikuti langkah kedua temannya memasuki portal. Tidak ada yang dapat dilakukan oleh Jax, kecuali menghadapi kenyataan yang telah terjadi.
*
Pia mengernyitkan dahi saat melihat para tetua dan kepala suku sudah menunggu kedatangan mereka. Belum lagi dengan ekspresi yang tergambar di wajah orang-orang hebat di Croxerz itu. Ekspresi penuh tanda tanya dan menginginkan penjelasan.
"Selamat datang kembali, Asept, Jax dan Pia," ucap Tetua Monolaz ramah. Namun, raut wajah sang tetua tidak dapat disembunyikan. Jelas ada kekhawatiran yang tergambar di sana.
"Terima kasih, Tuan," balas Pia singkat. Asept dan Jax hanya menundukkan kepala.
"Sebaiknya kita bergegas ke istana. Asept, Jax dan Pia juga ikut," ucap Gamoon yang tidak lain adalah kepala suku Zerorez.
Pia menoleh sekilas pada Asept dan Jax sebelum mengikuti Gamoon dan Tetua yang lain. Setibanya di istana, ketiga remaja itu langsung dihadapkan pada sang raja. Di sana juga ada kepala suku dan para tetua yang mendampingi. Tentu saja hal tersebut menimbulkan tanda tanya di benak ketiganya, meskipun mereka tahu betul apa topik yang ingin dibahas oleh orang-orang hebat itu.
"Selamat datang kembali, Asept, Jax dan Pia." Yang Mulia Raja Croxerz VII berucap memecah keheningan.
"Terima kasih, Yang Mulia," balas ketiganya kompak.
"Kepulangan kalian adalah hal yang paling dinanti oleh rakyat Croxerz, tetapi sayangnya, ada hal lain yang membuat khawatir. Aku, kepala suku dan para tetua merasakan energi yang begitu besar melingkupi kerajaan Croxerz. Kami yakin, asal sumber energi adalah dari batu safir. Bisa kalian jelaskan apa yang telah terjadi?" Yang Mulia Raja Croxerz VII bertanya lembut pada ketiga anak muda itu.
Pia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ia mulai menceritakan secara singkat perjalanan mereka, termasuk apa yang telah terjadi di goa Ferzlya. Namun, ia tidak menceritakan bahwa Jax adalah pelaku pencurian batu safir itu.
"Pelaku pencurian batu safir adalah orang yang mengenakkan pakaian serba hitam, sarung tangan hitam dan wajahnya tertutup topeng. Ada sebuah kantung hitam juga yang dibawanya," ucap Asept menimpali, membuat Jax membulatkan matanya.
"Apakah kamu tahu siapa pencuri itu?" Tetua Orton yang tidak lain ayah Pia bertanya penasaran.
"Saya tidak tahu, Tuan, tetapi ada seseorang yang saya kenal memiliki ciri-ciri seperti itu," jawab Asept dengan seulas senyum tipis yang terbit di bibirnya.
"Siapa dia, Asept?" Yang Mulia Raja Croxerz VII tidak kalah penasaran dengan Tetua Orton. Pencuri batu safir itu harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya
karena telah menciptakan kekacauan di Croxerz.
"Saya yakin Yang Mulia dapat mengetahuinya tanpa saya katakan dengan jelas siapa dia."
Jawaban Asept menciptakan kerutan tipis di kening Yang Mulia Raja Croxerz VII. Pandangannya lalu mengunci sosok Jax yang sejak tadi hanya bungkam tanpa kata. "Jangan bilang bahwa pelakunya adalah kamu, Jax?"
Jax mengulas senyum. "Apakah Yang Mulia menuduh saya?"
"Tapi ciri-ciri pencuri itu persis seperti kamu, Jax," sambung Tetua Trivas ikut menyudutkan Jax.
Tawa Jax seketika pecah. "Tuan Trivas, apakah saya tidak boleh menggunakan pakaian serba hitam? Apakah semua orang yang mengenakan pakaian hitam adalah si pencuri batu safir? Banyak hal yang terjadi hari ini dan sebelumnya saya sudah dituduh sebagai pencuri batu safir oleh teman-teman yang sangat saya percayai. Saya sudah lelah."
"Bukan kau yang seharusnya mengatakan hal itu, Jax, tapi aku dan Asept. Kau yang mengkhianati kepercayaan kami. Dalam hati kecilku masih tidak percaya bahwa kau si pencuri itu, tapi mengingat kau berbicara seperti itu, membuatku semakin yakin bahwa kau pelakunya, Jax. Kau berpura-pura menjadi korban di sini, padahal kau pelakunya, hah?" Pia berucap emosi pada lelaki itu.
"Kau benar, Jax, bahwa semua orang boleh mengenakan pakaian serba hitam, tapi kita semua tahu bahwa kau orang yang misterius dan tertutup. Tidak ada yang tahu apa yang ada dalam pikiranmu. Kau bahkan menyembunyikan identitas dirimu yang keturunan iblis dengan sangat baik. Kau mencuri batu safir demi kepentingan dirimu sendiri." Asept ikut bersuara dengan jari telunjuk yang diarahkan pada sang kawan.
Gigi Jax bergemeretak. Ia lalu menyingkirkan jari telunjuk yang diarahkan Asept padanya. "Jika diamku membuat kau dan Pia, atau bahkan semua orang hebat yang ada di sini menuduhku sebagai pencuri batu safir, maka kalian salah. Aku diam, karena aku sudah lelah memberitahukan tentang diriku pada orang-orang yang sama sekali tidak menaruh rasa percaya padaku."
"Tapi kau tidak bisa membuktikan bahwa kau bukanlah pencurinya, Jax!" Pia kembali bersuara, menuntut penjelasan.
Tepukan tangan Jax membuat semua orang yang ada di ruangan Yang Mulia Raja Croxerz VII tersentak. "Tepat sekali, Pia. Aku tidak memiliki bukti untuk membela diri, maka kau bebas menuduhku sebagai pencuri. Ya, terserah. Katakanlah aku pencurinya, tapi apa yang aku dapatkan dari perjalanan ini? Mengapa aku harus melakukan perjalanan di mana tujuannya adalah diriku sendiri?"
Pertanyaan Jax membuat Pia diam sejenak. Gadis itu lalu menjawab, "Kau hanya memainkan peran dengan berpura-pura menjadi korban."
"Sudah, jangan lagi bertengkar," sela Yang Mulia Raja Croxerz VII. "Sekarang jawab saja pertanyaanku. Apa benar kamu adalah pencurinya, Jax?"
"Ya, anggap saja begitu, Yang Mulia. Seperti kata teman-teman, saya adalah keturunan iblis. Bukanlah iblis itu jahat? Maka, masuk akal jika saya adalah pencuri batu safir agung," jawab Jax dengan santainya.
"Pengawal! Bawa Jax ke ruang tahanan!" tegas Yang Mulia Raja Croxerz VII emosi.
"Sebentar, Yang Mulia." Tetua Paraneta yang sejak tadi bungkam akhirnya angkat suara.
"Ada apa, Paraneta?" balas Yang Mulia Raja Croxerz VII dengan tatapan tajam.
"Jax lebih baik diintrogasi terlebih dahulu."
Jax tiba-tiba menjentikkan jari. "Benar, Tetua Paraneta. Saya ingin merasakan diintrogasi," ucapnya sumringah.
"Jax, kau gila!" teriak Pia.
---
By Kaia
KAMU SEDANG MEMBACA
September : Chaos! [END]
FantasyFestival Bunga Mekar merupakan salah satu perayaan untuk menyambut pergantian musim semi di kerajaan Croxerz. Festival ini sangat dinantikan setiap tahunnya karena selalu ada hal baik yang terjadi saat festival ini berlangsung. Sayangnya, tahun ini...