Setelah tenaga dan mana mereka sudah pulih, Asept, Jax dan Pia memutuskan untuk berpindah tempat. Selain karena tidak aman jika mereka hanya berdiam di satu tempat dalam waktu yang lalu, mereka mencari tempat yang lebih aman dan tenang.
“Seharusnya ada di sekitar sini,” ucap Pia sambil melihat peta yang ada di buku. Ia memperhatikan isi buku dengan cermat agar tidak salah menafsirkan. Mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk kesalahan-kesalahan sepele seperti itu.
Asept dan Jax berjalan perlahan sambil mengekori Pia yang sibuk dengan bukunya itu. Mereka berusaha melihat sekitar, tapi tidak menemukan apa-apa.
“Di sana.” Pia menunjuk sebuah sebuah tempat yang penuh dengan tanaman yang menjulur asal ke berbagai arah.
Memang ada sebuah jalan setapak yang mengarah ke tempat yang ditunjuk Pia, tapi hanya ada juluran tanaman-tanaman liar yang terlihat di sana.
“Yakin ada di sana?” tanya Asept keheranan, ia melihat dengan saksama tempat yang ditunjuk Pia, tapi tidak ada celah sama sekali.
Berbanding terbalik dengan Asept, Jax langsung berjalan mendekati juluran-juluran tanaman itu lalu berusaha menyibaknya dengan sekuat tenaga. Jax memang sengaja menggunakan tenaganya sendiri untuk menyimpan mananya jika tiba-tiba ada hal yang tidak diinginkan terjadi.
Pia langsung menutup bukunya dan mendekat untuk membantu Jax. Asept yang diacuhkan akhirnya ikut mendekat dan membantu Jax menyingkap tanaman-tanaman itu. Tanaman-tanaman itu cukup besar dan tebal, seperti tempat yang sudah ratusan tahun tidak tersentuh.
Tak berapa lama kemudian terlihat sebuah mulut goa yang cukup besar di balik juluran-juluran tanaman tadi.
“Sudah cukup,” ucap Pia sambil memasukkan dirinya ke dalam goa dari bolongan yang mereka buat diantara juluran tanaman. Asept dan Jax yang melihat itu langsung mengikuti Pia dan masuk ke dalam goa.
Keadaan goa ternyata tidak terlalu gelap, hanya remang-remang. Asept, Jax dan Pia masih bisa melihat satu sama lain dengan mudah.
Mereka tidak masuk terlalu dalam karena memang hanya ingin berpindah tempat sementara, bukan untuk menelusuri tempat itu. Setelah berjalan beberapa meter dari pintu goa, mereka berhenti.
“Aku mulai ya.” Pia mengeluarkan beberapa barang dari tasnya sedangkan Asept dan Jax mundur beberapa langkah untuk memberi jarak dengan Pia.
Setelah selesai menata barang-barang yang dibutuhkan, Pia mundur beberapa langkah juga. Barang-barang yang dimaksud adalah barang yang ditemukan mereka selama pencarian ini. Seperti tongkat dan mahkotanya.
Keadaan hening, bahkan cenderung hampa. Tidak ada yang bersuara, semuanya dalam keadaan fokus.
"Surge sapphirus sublimis, ostende potentiam tuam et novam pacem crea!"
Pia tiba-tiba menyebutkan sebuah mantra, tapi tiidak ada yang terjadi. Keadaan kembali hening, raut wajah Pia menunjukkan kekesalan, tapi ia berusaha menahan emosinya.
"Surge sapphirus sublimis, ostende potentiam tuam et novam pacem crea!"
Pia mencoba untuk kedua kalinya, tapi tetap tidak ada yang terjadi. Raut wajah Pia semakin kesal, seharusnya ini adalah puncak dari pencarian mereka, tapi tidak ada yang terjadi.
“Coba di cek lagi,” ucap Jax menyarankan. Pia mengangguk, walapun kesal ia mengambil buku dan membacanya dengan saksama lagi. Pia menggunakan cahaya yang masuk dari lobang yang mereka buat tadi.
“Sebenarnya ada simbol lain, tapi aku tidak tahu artinya,” ucap Pia sambil berusaha mengingat-ingat karena simbol dilihatnya terasa tidak asing.
“Oh … aku tahu!” teriak Pia tiba-tiba. Asept dan Jax tersentak kaget mendengar teriakan Pia.
“Itu lambang yang pernah kulihat di buku ayahku. Kalian masih ingat tentang anak iblis yang kuceritakan bukan? Aku pernah melihat lambang ini di sana.” Pia sumringah karena ia berhasil mengartikan lambang aneh yang ada di buku.
“Lalu?” tanya Asept tak sabaran.
Pia berhenti tersenyum lalu berusaha mencari apa yang harus dilakukan setelah ia mengetahui lambang itu. Beberapa saat kemudian Pia melihat ke arah Asept dan Jax lalu menggeleng perlahan karena ia tidak menemukan apapun lagi.
Asept yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan tiba-tiba menggores lengan Jax dengan pisau kecil yang biasanya ia bawa di saku. Jax dan Pia tersentak kaget, darah segar berceceran ke berbagai tempat karena sayatan yang dibuat Asept ternyata cukup dalam.
“Apa yang kau lakukan?” marah Jax sambil memegangi tangannya yang disayat Asept, tatapannya tajam menusuk ke arah Asept.
Jax tidak ingin gegabah, sehingga ia tidak langsung menyerang balik Asept. “Ada apa?” tanya Jax perlahan, ia berusaha tidak membuat keributan.
Bukannya menjawab, Asept malah melihat ke darah segar yang mengalir dari lengan Jax. Ia bahkan tidak menunjukkan wajah bersalah sama sekali, beberapa saat kemudian Asept justru tersenyum.
Pia langsung berjalan ke arah Asept dan Jax, tapi sebelum sempat mendekati mereka, tiba-tiba Asept menyebutkan mantra yang gagal dilakukan Pia sebelumnya.
"Surge sapphirus sublimis, ostende potentiam tuam et novam pacem crea!"
Belum sempat Pia mendekat, fokusnya langsung teralihkan karena tiba-tiba muncul sebuah lingkaran sihir di sekitar barang-barang yang tadi ditaruhnya. Tongkat dan mahkotanya mendadak terangkat dan terpasang dengan sendirinya.
Klek!
Suara tongkat dan mahkota yang menyatu terdengar memenuhi goa disertai dengan cahaya yang memancar,
Lalu beberapa saat kemudian sebuah batu safir terbang keluar dari kantung tas yang dipakai Jax. Batu safir itu terbang dan terpasang tepat di tengah mahkota tongkat.
Tuk! Tak!
Suara batu safir yang mengenai bagian mahkota tongkat lagi-lagi terdengar memenuhi seluruh bagian goa. Cahaya yang muncul semakin terang dan menyilaukan.
Jax dan Pia kaget melihat apa yang terjadi, sedangkan Asept tersenyum dengan bangga karena tebakannya benar. Walaupun begitu, tidak ada yang sadar dengan Asept yang tersenyum dengan sumringah.
Beberapa saat kemudian lingkaran sihir menghilang bersamaan dengan redupnya cahaya yang muncul dari tongkat, Asept segera mengambil tongkat itu sebelum terjatuh ke tanah.
“Apa yang terjadi?” ucap Pia tidak sadar sambil melihat ke Jax dengan tatapan tidak percaya.
Jax menggelengkan kepalanya karena ia juga tidak tahu mengapa ada batu safir di dalam tasnya. Jax merasa tidak pernah memasukkannya, bahkan ia tidak pernah melihatnya sebelumnya.
“Mantra pemanggilan batu safir adalah mantra yang sangat sakral dan tidak mungkin terjadi kesalahan, yang artinya ….” Pia tidak menyelesaikan ucapannya, pikirannya berkeliaran kemana-mana.
Pia melihat ke sekeliling dan langsung bisa menyimpulkannya. Tanda yang dimaksudkan di buku itu benar tanda anak iblis, di mana yang dimaksudkan di buku itu adalah pengaktifan mantra hanya bisa dilakukan jika mereka mempunyai darah anak iblis.
Sedangkan alasan mengenai mengapa Asept dapat menebaknya dengan akurat, Pia tidak bisa menebaknya, tapi sekarang ia tidak peduli dengan hal itu. Pia menatap tajam ke arah Jax yang tengah kebingungan dengan semua hal yang terjadi secara tiba-tiba.
“Ternyata selama ini sumbernya ada di dekatku,” tutur Pia.
---
By Melva
KAMU SEDANG MEMBACA
September : Chaos! [END]
FantasyFestival Bunga Mekar merupakan salah satu perayaan untuk menyambut pergantian musim semi di kerajaan Croxerz. Festival ini sangat dinantikan setiap tahunnya karena selalu ada hal baik yang terjadi saat festival ini berlangsung. Sayangnya, tahun ini...