25 - TERTANGKAP

18 7 0
                                    

Krak

Suara ranting yang mengenai pemuda berambut perak memenuhi kosongnya hutan siang itu. Bahkan beberapa burung yang hendak mendarat ke pucuk-pucuk pohon bergegas menghindar. Seolah paham di bawah sana sedang ada pertengkaran yang tak terelakkan.

Laki-laki itu menyeka sudut bibirnya yang berdarah. Menyeringai seraya menatap remeh dua tetua di depannya. "Kalian tidak akan bisa mengalahkanku."

"Omong kosong, Asept!" Monolaz kembali melayangkan bogeman mentah ke arah Asept.

Asept termundur dua langkah, kakinya membuat jejak yang dalam pada tanah pijakannya. Laki-laki itu mendengus, tanpa kata mengulurkan tangannya sembari membaca mantra.

Tiba-tiba muncul tangan-tangan dari tanah. Merangkak mendekati Monolaz dan Paraneta. Salah satu tangan itu berhasil meraih kaki Monolaz, menariknya membuat pria tua itu terjatuh. Pun membuat pakaian putihnya penuh dengan tanah.

"Monolaz!" Paraneta berseru, bergegas maju menolong sang kawan. Namun, belum sempat Monolaz berdiri tegak, sebuah sulur besar melilit keduanya.

Asept tertawa melihat dua orang itu yang berusaha melepaskan diri dari lilitan. "Sudah aku bilang, kalian tidak akan bisa mengalahkanku!"

"Sebenarnya siapa kamu?" teriak Paraneta menahan rasa sakit lilitan yang semakin mengerat.

"Siapa lagi? Aku adalah anak iblis yang kalian bunuh orang tuanya dengan kejam. Kalian para manusia memang tidak memiliki hati nurani. Kalian egois!"

"Tidak mungkin," gumam Monolaz menggeleng pelan. Tidak percaya dengan ucapan anak muda di depannya.

Asept mendecih, "Kalian terlalu naif."

"Kalian tahu? Jax yang tidak tahu apa-apa tentang batu safir ternyata kalian tuduh sebagai pencuri. Entah bagaimana perasaannya saat tidak ada satu pun yang mempercayainya. Ah, kalian memang kejam," ucap Asept diakhiri dengan kekehan.

"Kenapa kau melakukan itu pada temanmu sendiri?" tanya Paraneta, ia berusaha mengalihkan perhatian Aspet dari Monolaz.

"Aha! Kenapa, ya?" Laki-laki itu mengangkat bahu, "Aku benci manusia? Entahlah, tapi saat melihat kalian, aku sangat ingin membasmi kalian kali itu juga."

"Kau yang lebih kejam," sanggah Paraneta sembari menggeleng pelan.

Asept mendecak, ia mengalihkan pandangan pada pohon rindang yang tak jauh dari posisi mereka. "Lihat pohon itu!"

Paraneta menoleh ke arah telunjuk Asept. Mengernyit melihat pohon yang tak asing baginya.

"Yah, tempat itu adalah tempat tinggal kami. Tapi sekarang semuanya sudah musnah karena kalian! Sehingga aku tidak sabar untuk membunuh kalian sekarang!"

Srak

Baru saja Asept menoleh ke arah Monolaz dan Paraneta, sulur yang mengikat keduanya terpotong. Hal itu membuat Asept marah. Laki-laki itu lantas maju, kembali membaca mantra mengeluarkan senjata lainnya yang ia punya.

Namun, belum sempat ia habis membaca mantranya, Paraneta lebih dulu mengikatnya dengan lingkaran sihir yang ia buat. Membuat pemuda berambut perak itu terjatuh tertelungkup di atas tanah.

"Kerja bagus, Paraneta!" Monolaz tersenyum bangga.

"Ayo kita bawa ia menghadap Yang Mulia Raja," ucap Paraneta seraya menarik Asept untuk bangun. Tetap dengan menyegel laki-laki itu.

*

"Jatuhkan dia hukuman penggal besok pagi! Umumkan pada seluruh penjuru bahwa dia adalah pelaku yang membuat kekacauan pada ekuinoks kali ini. Dia pantas mendapat hukuman mati." Raja Croxerz VII menatap nyalang Asept yang terduduk lesu akibat segel yang masih melekat pada tubuhnya.

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang