9 - PETAKA DI BALIK KEGELAPAN MALAM

27 13 0
                                    

Pia kehilangan kesadarannya karena terlalu banyak menggunakan energi mana untuk mengobati anak dari suku Zerorez.

Mereka bertiga pun bermalam di rumah yang telah disediakan Gamoon. Asept menatap Pia yang masih terbaring lemah. "Dia pulih lebih lama. Sebenarnya penyakit apa yang menimpa anak tadi sehingga energi Pia terserap lebih dari kata normal?" gumam Asept penasaran.

Jax menyusul di belakang, ia menyahut, "Mungkin saja ini efek dari menghilangnya batu safir. Lalu, bisa juga akan datang wabah mengerikan jika kita tidak segera menemukan batu itu."

"Kau benar, kita harus berangkat besok pagi. Tak ada pilihan lain, semoga Pia lekas sadar." Asept berharap atas kepulihan Pia, keduanya tentu tak bisa berangkat tanpa keterlibatan gadis itu.

Gamoon dan Sermoon mengamati percakapan kedua lelaki itu diam-diam. Awalnya, Gamoon ingin menyuruh tangan kanannya yang mengawasi. Namun, ia berubah pikiran dan memutuskan untuk mengawasi bersama putranya.

Sermoon kemudian menatap ayahnya dengan wajah serius.

"Kurasa kita harus mempercayakan ini pada mereka, Ayah."

Gamoon menghela napas pelan, ia meninggalkan putranya begitu saja. Kemudian pria itu kembali merenung di rumahnya, memikirkan keputusan mana yang akan ia ambil. Akan tetapi, saran yang dikatakan Sermoon ada benarnya.

"Apakah cara itu adalah satu-satunya?" Gamoon memijat pelipisnya frustrasi.

Kemudian Gamoon berdiri, ia berjalan menuju sebuah mekanisme tersembunyi di bawah tanah. Dengan menggunakan sihir, lantai di bawahnya mulai terbuka lalu membentuk sebuah tangga. Ia turun dan dihadapkan dengan sebuah lorong panjang yang dihiasi obor-obor sebagai penerang di setiap dindingnya.

Kakinya menyusuri lorong, sampai akhirnya lelaki itu sampai di sebuah ruangan kosong. Di tengah-tengah ruangan tersebut terdapat sebuah meja dengan buku misterius yang melayang di atasnya.

"Ini sudah saatnya. Aku berharap anak-anak itu membawa keberhasilan besar."

*

Pia kini sudah sadar, tubuhnya kembali bugar seperti awal. "Berapa jam aku tak sadarkan diri?" tanya gadis itu dengan nada lemah.

Jax yang kebetulan menjaganya di kamar itu pun berdeham. "Sekitar satu hari," balasnya seraya memalingkan wajah.

Suara derap kaki mulai terdengar, seseorang berlari mendekat dan membuka tirai kamar peristirahatan Pia.

"Teman-teman!" panggilnya dengan napas tersenggal. Orang itu adalah Asept.

"Ada apa, Sept?" tanya Pia penasaran.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Asept berusaha menstabilkan napasnya. Lelaki itu memegang dadanya yang sedikit sesak. Kemudian, ia berjalan mendekat seraya memasang wajah seriusnya.

"Kepala Suku memanggil kita. Katanya dia ingin memberikan sesuatu sebelum kita pergi dari sini!" seru Asept.

Jax kini berdiri, lelaki itu menatap Asept penuh tanda tanya. Apa yang akan diberikan Kepala Suku? Tiba-tiba sekali, batin Jax.

Ketiganya kemudian pergi menuju kediaman Gamoon setelah membereskan rumah singgah mereka.

"Ada apa gerangan Tuan memanggil kami?" tanya Pia membungkuk sopan.

Gamoon menopang dagunya seraya tersenyum ke arah gadis itu. "Ah, tubuhmu sudah membaik, Nona? Aku sangat berterimakasih karena kau rela mengorbankan banyak energi manamu demi mengobati salah satu anak dari suku kami," katanya terharu.

"Saya sudah membaik, Tuan. Kami juga berterima kasih karena Tuan sudah mengizinkan kami untuk bermalam di sini," balas Pia ramah.

Terlihat Gamoon memerintahkan putranya untuk membawa sebuah benda yang telah disiapkannya dari kemarin malam.

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang