15 - MONSTER PATUNG

19 11 0
                                    

"Halusinasi atau tidak, kita tetap harus melanjutkan perjalanan," kata Pia mendahului langkah kedua temannya.

Jax mengikuti Pia dalam diam, sedangkan Asept masih bingung dengan apa yang terjadi. Bagaimana bisa kalung Pia menjadi senjata andalan yang dapat mengalahkan para monster pasir itu? Belum lagi dengan gurun pasir yang mendadak menghilang. Memikirkannya saja sudah membuat Asept pusing dan mual.

"Asept, ayo!" panggil Pia. Asept lalu berlari menghampiri kedua temannya.

Perjalanan ketiga remaja itu terus berlanjut. Mereka akhirnya sampai di sebuah dataran kering. Tanpa basa-basi lagi, Asept mendahului langkah Jax dan Pia. Namun, semburan air panas seketika membuatnya terjerembab.

"Kau baik-baik saja, Sept?" tanya Pia khawatir.

Asept mendesis pelan sembari menggeleng. "Kepalaku terasa pusing," katanya.

"Kau terlalu gegabah," omel Jax. "Kita harus lebih berhati-hati, karena tidak menutup kemungkinan jika tempat ini merupakan tempat berkumpulnya geyser."

"Tapi kita tidak tahu di mana sekiranya geyser yang akan menyemburkan air panas," ucap Pia sambil memperhatikan sekitar. Secara kasat mata, daratan itu hanya terlihat kering, tetapi di bawahnya terdapat banyak geyser yang siap menyemburkan uap panas.

"Bukan geyser biasa, melainkan geyser yang memberikan efek pusing," sambung Jax lagi.

"Sebaiknya kita pergi sekarang, karena tubuhku lemas dan kepalaku terasa sangat berat. Aku bahkan melihat kembaran Pia," ucap Asept melantur.

"Kembaran apa? Kau melantur, ya, Sept?" Pia membalas dengan kening berkerut.

Ketiganya kembali melanjutkan perjalanan, dengan Jax yang memapah Asept. Setiap langkah, diperhitungkan dengan hati-hati. Pia memiliki cara ampuh untuk mendeteksi di mana sekiranya geyser itu berada, yaitu dengan cara melemparkan bebatuan. Secara otomatis, geyser itu akan menyemburkan uap dan air panas. Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Jax, Pia dan Asept.

"Hati-hati, Pia." Jax menahan punggung Pia agar tidak jatuh, karena gadis itu sempat oleng demi menghindari semburan geyser.

"Terima kasih, Jax," balas Pia dengan senyum tipis.

***

Setelah berhasil melewati dataran yang dipenuhi geyser-geyser, Asept, Pia dan Jax sampai pada sebuah lembah. Di sana, mereka mendapati sebuah kuil yang sudah tidak terawat. Bangunan kuil terlihat sangat rapuh dan hampir roboh. Di mana setiap sisi bangunan ditumbuhi lumut dan rumput-rumput liar.

"Kita ke kuil itu," kata Pia setelah memperhatikan buku di tangannya.

"Hah, yang benar saja, Pia? Bangunan itu terlihat sangat rapuh dan hampir roboh," sahut Jax tidak yakin dengan penampakan kuil yang ada di depannya.

"Kita harus ke kuil itu, Jax. Kita sudah sampai sejauh ini. Biar aku yang masuk dan mencari mahkota tongkat itu."

Pia berjalan mantap memasuki kuil dengan hati-hati. Di tengah-tengah kuil tersebut terdapat sebuah benda yang menjadi objek pencarian mereka. Dengan hati riang Pia hendak mengambil mahkota yang melengkapi tongkat pemberian kepala desa itu. Namun, belum sempat jari-jemarinya menyentuh mahkota tongkat, patung besar yang ada di sebelah mahkota mendadak hidup lalu menyerang Pia. Namun, Pia dengan sigap menghindari serangan patung raksasa yang hidup itu.

Melihat Pia dalam bahaya, Jax segera mengamankan Asept. Ia mendudukkan lelaki itu tidak jauh dari kuil lalu bergegas menghampiri Pia. Salah satu reruntuhan kuil dilemparkan Jax pada monster patung itu. Sontak saja, sang monster semakin marah. Ia menggeram keras sebelum kembali melayangkan serangan yang diarahkan pada Pia. Namun, lagi-lagi, Pia dengan gesit menghindar serangan tersebut sehingga serangan sang monster meleset, menghantam keras dinding bangunan.

Kuil itu bergetar dan bagian yang rapuh mengarah pada Pia yang berada di bawahnya. Jax menggunakan kekuatan telekinesisnya untuk memindahkan serpihan bangunan itu ke tempat yang aman.

"Jax, terima kasih," kata Pia sembari mengatur detak jantungnya yang berpacu cepat. Ia tidak tahu jika serpihan bangunan yang rapuh mengarah dan hampir menimpanya. Jika Jax tidak berhasil menolongnya tepat waktu, mungkin Pia sudah terluka.

Di tengah pertempuran antara Jax, Pia dan monster patung yang mendadak hidup itu, ada Asept yang tengah bertengkar dengan dirinya sendiri. Ia ingin sekali membantu teman-temannya melawan monster itu, tetapi di lain sisi, fisiknya tidak mendukung. Tubuhnya semakin melemas karena efek semburan geyser. Belum lagi dengan kepalanya yang semakin berdenyut. Membuatnya tidak dapat berpikir dengan jernih dan konsterasinya semakin pecah. Apa yang bisa dilakukan Asept ialah mendoakan keselamatan teman-temannya dalam diam.

"Simpan ucapan terima kasihmu itu untuk nanti, Pia. Kita harus mengalahkan monster patung itu dan mendapatkan mahkota tongkat. Kau ambil mahkota tongkat itu selagi aku mengalihkan perhatiannya," tukas Jax lalu pergi tanpa menunggu persetujuan dari Pia.

Jax melawan monster patung itu dengan kemampuan telekinesisnya. Namun, monster raksasa bermata satu itu tidak mudah dikalahkan. Berapa kali pun Jax melemparkan benda-benda keras yang ada di sekitarnya ke arah monster tersebut, tidak juga memberikan efek apa-apa. Ketahanan tubuhnya patut diacungi jempol.

"Sial! Dia keras seperti batu," umpat Jax dengan napas terengah.

"Jax, ayo keluar!" teriak Pia setelah setelah berhasil mendapatkan mahkota tongkat itu.

Jax kembali mengempas bebatuan besar pada monster itu yang seketika membuat sang monster tersungkur. Kedua kaki Jax digerakkan cepat meninggalkan kuil. Tanpa disadari olehnya, monster patung itu bangkit kembali. Pia berlari menghampiri Jax lalu menciptakan sebuah perisai dari cahaya untuk melindungi dirinya dan juga Jax.

Cahaya yang dipancarkan dari perisai yang dibuat Pia seketika membuat monster patung itu menutup mata. Namun, hanya untuk sesaat saja. Monster itu berusaha memecah perisai cahaya Pia dengan serangan membabi-buta. Perisai Pia hancur yang sontak membuat gadis itu tersungkur.

"Ayo bangun, Pia." Jax membantu Pia bangun, tetapi monster itu menahan kaki Pia dengan tangannya.

"Enyahlah kau, monster jelek!" Jax mengempas batang pohon yang telah mati pada monster itu. Namun, bukannya melemah, monster bermata satu tersebut semakin kuat dan menarik kaki Pia.

"Pia!" Jax hendak menolong Pia, tetapi erangan yang berasal dari tempat Asept beristirahat membuat Jax menoleh. Erangan Asept adalah sinyal yang diberikannya pada Jax, sebab, satu monster lainnya datang menghampiri Asept dari sisi lain kuil yang sudah terbengkalai itu.

Monster itu entah datang dari mana, tetapi satu yang pasti adalah, monster yang menghampiri Asept jelas lebih kuat dibandingkan monster yang bertarung dengan Jax dan Pia. Belum lagi dengan kondisi Asept yang tidak dalam kondisi baik, membuat situasi semakin genting.

"Jax, tolong aku!" Pia berteriak meminta pertolongan pada temannya itu. Monster patung menyeretnya tanpa rasa bersalah dan Pia tidak memiliki kesempatan untuk mengeluarkan cahayanya dengan tujuan membuat lengah sang monster.

Jax berada di situasi yang sangat genting. Di satu sisi, ada Pia yang membutuhkan bantuannya, tetapi di sisi lain pun, ada Asept yang tidak kalah membutuhkan bantuannya. Jax bimbang, mana yang harus ditolongnya terlebih dahulu, di saat kedua temannya sama-sama membutuhkan bantuan.

"Dasar patung-patung sialan! Rasanya aku ingin membelah diri!" ungkap Jax frustrasi.

---
By Kaia

September : Chaos! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang