9. Ada yang Harus Kamu Tahu

18 2 3
                                    

Cinta adalah sebuah simbol perasaan yang suci. Siapapun berhak memiliki. Termasuk yang dilarang. Status hubungan Amanda dan Panji memasuki ranah terlarang. Sudah tidak bisa bersatu seperti yang mereka impikan. Tetapi, apakah mereka berdua dapat menerima keputusan takdir? Terutama sekali Panji, jawabannya adalah tidak!


Hari itu, Panji pulang ke rumah kontrakannya, mau mengambil pakaian bersih. Selama Selma masih tinggal di rumahnya, ia lebih memilih tinggal di asrama dokter.

Selma menyambutnya. "Mas Panji, kamu sudah pulang? Aku buatkan makan malam, ya?" Perempuan berhijab tengah berusaha melayani suaminya dengan baik.

Panji hanya diam, tidak mempedulikannya. Melihat rumah sudah sepi, sepertinya Pratiwi juga sudah pulang ke Jember. Selma sendirian. Selma mengekor di belakangnya, hingga hampir naik ke lantai dua, di mana kamarnya berada. Panji langsung menyuruhnya berhenti mengikuti. "Jangan pernah naik ke atas, di mana kamar aku berada!"

"Ke-kenapa memangnya, Mas?" tanya Selma.

Sepertinya kali ini Panji harus memberi tahu Selma apa yang terjadi. "Kamu tunggu di ruang makan. Selesai mandi, aku ingin membicarakan sesuatu dengan kamu."

Selma mengangguk. "Baik, Mas."


Satu jam kemudian.

Panji dan Selma duduk berhadapan, hanya dipisah oleh meja makan yang kosong. Tanpa makanan atau pun minuman. Selama beberapa menit, mereka hanya diam. Sedikit banyak, Panji memperhatikan Selma. Sebetulnya cantik. Dia berhijab. Sikapnya juga sopan. Tetapi cinta tidak bisa dialihkan hanya karena semua penampilan itu, bukan?

"Selma," ucap Panji. "Kita menikah karena dijodohkan. Jika kamu tidak berkenan atas pernikahan ini, tidak masalah. Karena aku juga demikian. Demi menyenangkan hati orang tua aku, aku akan bertahan selama setahun. Setelah itu kita cerai. Bilang aja karena tidak ada kecocokan."

Selma terkejut mendengar pembahasan ini. "Cerai, Mas?"

Panji menganggukkan kepala. "Malah, lebih cepat lebih baik. Bulan depan, misalnya."

"Tapi kenapa, Mas?" tanya Selma. "Pernikahan karena dijodohkan, sama saja dengan pernikahan pada umumnya. Sah di mata hukum dan agama."

"Aku sudah bertunangan," kata Panji. "Tanggal di mana kita menikah, seharusnya menjadi tanggal pernikahanku dengan Manda."

"Siapa Manda?" tanya Selma, yang telah menitikkan air mata.

"Dia tunangan aku," jawab Panji, tanpa beban. Ia juga tidak peduli bagaimana perasaan Selma.

"Tunangan?" Selma didera perasaan yang campur aduk.

"Saat ini, dia terbaring koma, karena efek dari beban mental yang dirasakannya," jelas Panji. "Kalian sama-sama perempuan, seharusnya bisa mengerti. Bagaimana kalau lelaki yang kamu pacari bertahun-tahun dan siap menikahi kamu, tiba-tiba menikah dengan perempuan lain, tanpa ngasih tahu kamu?" Panji tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. Ia bicara sambil menahan air mata. Sembari membayangkan perasaan Amanda hari itu.

Selma bingung. Bagaimana menghadapi masalah ini. "Tapi, sekarang status kamu adalah suami aku. Bukankah seharusnya kamu melupakan perempuan itu, ya?"

"Kamu ngerti apa gak dengan yang aku bilang?" Panji tidak habis pikir, begitu pendapat Selma. "Aku sudah punya tunangan jauh sebelum setuju menikah dengan kamu. Menikahi kamu hanyalah terpaksa buat aku. Aku gak berencana punya masa depan dengan kamu. Ngerti apa gak?"

"Buat kamu terpaksa," kata Selma. "Tapi aku melakukannya karena ibadah."

"Itu terserah kamu," kata Panji. "Yang penting sekarang kamu udah tahu bagaimana situasi dan kondisi pernikahan terpaksa ini. Aku juga gak peduli, seandainya kamu ingin mengadu ke mamaku, atau ke siapa pun. Cuma satu yang aku minta, jangan mencampuri urusan kehidupanku. Paham?"

Cintaku yang TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang