5. Jarak dan Rindu

51 25 108
                                    

Menginjak tahun ketiga kuliah kedokteran ini, Panji kian disibukkan dengan kegiatan persiapan Program Profesi Dokter atau biasa disebut dengan koas.

"Jadi, ini kamu koas di Bandung, Yank?" tanya Amanda, setelah mendapat kabar itu dari Panji. Bandung memang tidak terlalu jauh. Tetapi namanya berjauhan, apalagi ini dalam waktu yang lama, akan menyebabkan kerinduan panjang.

"Bandun baru permulaan, jawab Panji. Ia tahu, perpisahan ini akan terasa sangat berat. "Koasnya memang dua tahun, pindah-pindah, tapi selama bisa pulang ke sini, aku pasti pulang." Panji coba menghibur kekasihnya.

"Aku bukannya gak ingin kamu koas, tapi, aku bakalan kangen banget sama kamu, Yank." Amanda mengungkapkan perasaannya.

"Iya, aku tahu. Aku juga pasti kangen banget sama kamu." Panji mengusap kepala Amanda, yang lantas memeluknya. "Kok mendadak jadi manja begini?" candanya.

"Kapan lagi bisa meluk kamu, kalo bukan sekarang-sekarang ini?" sahut Amanda, membulatkan suaranya.

Panji pun mendekapnya erat.


Minggu itu, Panji pun berangkat koas di Bandung. Di sana, program profesi dokternya akan berlangsung selama tiga bulan, sebelum dirotasi ke rumah sakit lain, yang bisa saja di kota lain. Ia tidak bisa menentukan sendiri tempat untuk koas ini. Pihak kampus yang melakukannya.

Selama Panji pergi koas, Amandalah yang tinggal di kontrakannya, agar tetap bersih dan berpenghuni. Sesekali, Vero datang dan menginap untuk menemaninya.


Bandung

Sebagai seorang dokter magang yang ganteng, Panji menjadi idola bagi para perawat, dokter magang lain, hingga para pasien. Bahkan ibu-ibu. Kesukaannya bercanda dan melontarkan guyonan juga menjadi penungguan yang spesial bagi mereka semua.

"Dokter Panji, tolong dong, di poli anak, ada anak yang susah banget mau disuntik," kata seorang perawat senior. Nah, yang beginian juga sangat membantu bagi pasien juga dokter atau perawat yang bertugas.

Panji akan datang ke poli anak, dan membujuk si pasien kecil dengan guyonannya, sampai tidak terasa, jarum suntik menusuk kulit si anak, dan anak tersebut tidak merasakan sakit sama sekali, karena sibuk tertawa dan mendengarkan candaan Panji.

Selama magang ini, Panji tinggal di asrama khusus dokter. Kalau sudah malam, dan mau tidur, biasanya ia akan menelepon Amanda. Kekasih tercintanya itu bisa berada di mana saja di Jakarta ini. Di rumah, kampus, bahkan di lokasi syuting. Mereka berdua akan melakukan panggilan video. Menghabiskan kuota internet semalaman untuk melepas rindu.

"Tadi aku gak sengaja sih, nonton kamu di televisi lobi rumah sakit," kata Panji.

"Bagus gak, akting aku?" tanya Amanda, sambil menyeruput teh jahe hangat.

"Bagus, lah. Lucu juga ceritanya. Pasien-pasien di sini banyak loh, yang ngenalin kamu. Pengen kasih tahu mereka, kalo kamu itu pacar aku, takut dikira fans gila yang sok ngaku-ngaku." Panji tertawa.

Amanda pun ikut tertawa. "Kan di telepon genggam kamu banyak foto kita berdua, Sayang."

"Nanti dikira editan, gimana?" Panji masih tertawa.

"Suatu hari mereka akan tahu dengan sendirinya, kok," kata Amanda. Mereka berdua memang tidak pernah berniat merahasiakan hubungan ini. Cinta yang indah, tidak perlu disembunyikan, bukan?


Setelah tiga bulan di Bandung, Panji dirotasi untuk koas di Semarang, Solo, bahkan sampai ke kota-kota di Kalimantan. Hanya bisa pulang ke Jakarta, menemui Amanda saat liburan panjang seperti lebaran, atau saat pergantian kota yang akan dituju untuk koas.

Cintaku yang TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang