8. Gerbang Kematian

41 14 57
                                    

Amanda segera mendapat pertolongan di ruang UGD. Vero meminta para petugas untuk tidak menceritakan yang terjadi kepada selain seizin dirinya. Yang paling penting adalah harus merahasiakan hal ini dari awak media.

Menunggu Amanda ditangani para dokter, Vero menunggu di luar. 

Kemudian datanglah Puspa dan Syamsul. "Gimana kondisi Amanda?" tanya wanita itu. Ia sudah tahu apa yang terjadi antara keponakannya dan Panji. Hanya tidak menyangka, masalahnya akan jadi separah ini.

"Ma!" Vero menangis, memeluk ibunya. "Kasihan Manda, Ma. Kenapa dia harus mengalami masalah seperti ini, saat karirnya naik, kebahagiaan sudah dalam genggaman tangannya. Kenapa Panji tega melakukan semua ini sama Manda? Salah Manda apa?"

"Udah, udah, kamu jangan ikutan down begini. Kita semua harus kuat. Terutama kamu, yang paling dekat sama dia." Puspa menepuk-nepuk pelan punggung Vero, menenangkan anak gadisnya.

"Tetap saja, Panji harus memberikan penjelasan pada kita. Kalau pun Amanda gak mau dengar, kita yang mewakili." Begitu kata Syamsul.


Sementara itu, Panji tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya. Ia pun merasa terpukul atas semua masalah yang menimpa dirinya dan Amanda. Sampai ponselnya berbunyi. Ada telepon dari rekannya di rumah sakit. Ia mendapatkan kabar, kalau Amanda melakukan percobaan bunuh diri, dan sekarang sedang ditangani tim dokter. Panji pun segera ke rumah sakit.


Melihat Panji datang, Vero baru sadar kalau rumah sakit ini tempat pria itu mengabdi. "Ngapain lo dateng ke sini? Mau nambahin masalah buat Manda?" Vero melarang Panji mendekati keluarganya.

"Tolong, Vero, izinin aku bicara." Panji berharap penjelasan melalui perantara keluarga bisa meringankan luka hati Amanda kelak. Kelak? Kini ia hanya berharap Amanda bisa selamat.

"Gak ada gunanya, Panji. Lo udah menikah. Trus apa lagi?" Vero begitu benci melihat kedatangan Panji. "Amanda gak akan rela jadi orang ketiga di pernikahan lo, makanya dia memilih mati!!" Vero tidak sanggup menahan emosinya lagi. "Kenapa lo bisa ngelakuin ini semua ke dia. Manda salah apa sama lo, ha? Salah Amanda apa?" Ia mendorong-dorong Panji, meluapkan kemarahannya sambil menangis.

"Udah, Vero, udah, Nak." Puspa menahan Vero, agar tidak terus-terusan menyalahkan Panji. "Biar Mama yang bicara sama Panji. Ya?" Walau pun dirinya juga merasa kecewa atas perbuatan Panji, ia meyakini pasti ada penjelasan atas semua ini. Ia pun meminta suaminya menenangkan Vero. Dirinya lanjut mengajak Panji bicara empat mata.

Panji bersyukur karena Puspa adalah orang paling bijak, yang bisa diajak bicara saat ini.

"Bicaralah, Nak Panji," kata Puspa.

"Bude, kalian semua tahu betapa saya sangat mencintai Amanda. Bahkan sampai detik ini perasaan saya tidak berubah buat dia. Saya, saya terpaksa melakukan semua ini, menikahi perempuan yang bahkan saya gak kenal." Panji mulai menjelaskan duduk perkaranya. "Ini bermula saat saya koas di Jember. Saya pikir, Mama saya akan suka jika tahu kalau tunangan saya adalah Amanda. Karena Mama saya termasuk penggemar semua FTV yang Amanda perankan. Tapi, ketika saya menceritakan hubungan kami, Mama menolak merestui. Bahkan katanya sudah ada calon istri untuk saya. Kami sudah dijodohkan sejak sebelum kami lahir. Saya sempat menolak juga. Saya meninggalkan rumah, dan tetap memilih bersama Amanda, melanjutkan impian kami menikah dan berkeluarga. Sampai... dua minggu lalu saya mendapatkan kabar, kalau Mama saya mengidap kanker otak stadium tiga. Sebagai dokter, saya tahu seberapa parah kondisi seseorang yang menderita penyakit tersebut. Sebagai anak, saya tidak ingin penyakit Mama saya semakin parah. Saya tahu, bukan anak yang berbakti dengan sempurna, dan saya terpaksa menuruti keinginannya, termasuk menikahkan saya dengan anak sahabatnya itu."

Cintaku yang TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang