30. Takseimbang

12 1 0
                                    

Sebagai istri kedua, Amanda sadar sepenuhnya bahwa menerima pernikahan ini adalah sebuah kesalahan, untuk melindungi reputasi dirinya yang hamil di luar nikah. Tetapi dirinya tidak bisa lagi memungkiri, bahwa perasaannya pada Panji masih ada, meski pernah coba ia tukar dengan perasaan baru kepada mendiang Arjuna.


Sudah bulan keempat usia kehamilan Amanda dan Selma. Perut besar sudah mulai terlihat.

Hari itu, mereka berdua sama-sama ke rumah sakit, ikut Panji, untuk memeriksakan kehamilan mereka. Amanda yang masih belum bisa leluasa menampakkan diri di depan publik, harus mengenakan kacamata hitam, dan aksesoris lain, untuk menutupi wajah, sehingga tidak dikenali orang.

Selma yang belum boleh banyak jalan itu, didorong pakai kursi roda dari lobi rumah sakit menuju poli kandungan.

Mereka sudah di poli kandungan. Amanda duduk berdampingan dengan Selma. Panji sedang tidak bertugas, jadi bisa menemani mereka berdua. Tentu saja, meski tampak membawa dua orang istri yang sedang hamil, perhatian Panji lebih besar untuk Amanda.

"Aku ambilin kamu minum," kata Panji seraya berdiri.

"Untuk Selma juga," kata Amanda mengingatkan.

Selma menoleh pada Amanda. Sesungguhnya perasaannya campur aduk. Awalnya ia mungkin marah dengan takdir hidup yang menimpanya. Ia seorang istri yang tidak pernah dianggap, tiba-tiba hamil juga tidak dipedulikan. Selanjutnya dimadu dengan paksaan. Tetapi setelah sekian lama hidup berbagi suami dengan mantan aktris ini, semakin mengenal kepribadiannya, tidak seburuk sangkaannya. Walaupun tetap saja, tuduhannya pada Amanda sebagai perusak rumah tangga orang tidak mau juga hilang. "Gak papa, Manda. Aku gak haus, kok," katanya.

"Buat persediaan, kalau kamu haus. Biar Panji ambilin." Amanda memaksa.

Selma tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia bisa melihat raut tidak ikhlas di wajah Panji.


Beberapa saat kemudian, giliran Amanda dan Selma yang akan menjalani pemeriksaan. Selma lebih dulu dipanggil masuk.

"Sana, temenin," kata Amanda.

"Biar aja, dia bisa sendiri, kok." Panji hendak menolaknya.

Amanda mencebik. "Temenin sana loh!"

Kalau bukan karena Amanda yang terus mendesaknya, Panji masih ogah menemani Selma masuk ke ruang pemeriksaan.


Di dalam ruangan itu, rekan Panji, dokter kandungan bernama Lina itu sedang bertugas. Ia sudah tahu kondisi keluarga Panji. Dokter muda dengan dua istri yang sama-sama hamil, dengan usia kandungan yang hampir sama. Ini bukan pertama kalinya kandungan kedua wanita itu diperiksa.

Lina melakukan USG pada rahim Selma, sambil memaparkan diagnosanya. "Janinnya sehat. Tetapi karena kandungan kamu lemah, gak boleh banyak bergerak dan aktivitas yang berat-berat dulu ya. Vitamin penguat kandungan harus diminum rutin."

Saat pemeriksaan berjalan, Panji sama sekali tidak memperhatikan apa yang Lina jelaskan. Ia malah asyik memainkan gawainya. Bukan pemandangan baru bagi Lina. Bahkan, dari Iqbal, dia juga sudah tahu bagaimana Panji bisa terjebak dalam takdir yang ironis ini.

"Udah selesai nih, Nji!" kata Lina.

Panji segera menyimpan kembali gawainya ke saku celana. "Thanks ya, Lin."

Lina mengangguk. Ia melihat Panji keluar mengikuti Selma. Sekaligus menunggu Panji kembali masuk bersama Amanda.

Pemandangan berbeda pun tersaji.

Panji menggandeng tangan Amanda dengan penuh perhatian. Membukakannya pintu, membantunya naik ke ranjang pemeriksaan.

Lina mulai melakukan pemeriksaan.

Cintaku yang TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang