Pukul enam pagi, sarapan sudah siap. Sambil menunggu Panji turun, Selma beberes rumah, dan menyapu halaman dari daun-daun basah sisa hujan semalam. Tetapi hingga pukul tujuh, Panji belum juga turun. Selma curiga, sekaligus khawatir. Ia terpaksa naik ke lantai dua, dan coba membangunkan pria itu.
"Mas, kamu gak ke rumah sakit? Sudah jam tujuh." Selma mengetuk pintu.
Belum ada jawaban.
Selma kembali mengetuk dan memanggil nama sang suami.
Masih juga tidak ada respons.
Selma terpaksa mendorong pintu kamar itu hingga terbuka. Ia terkejut, mendapati Panji meringkuk di ranjangnya, dengan memeluk sebuah foto. Foto Amanda! Wajahnya pucat. Selma menyingkirkan foto itu. Ia menyentuh kening Panji. Astaga, demam! Dokter muda itu masuk angin.
Hari itu, Selma merawat Panji yang sedang sakit. Badannya demam, juga berkeringat dingin. Lemas dan lebih banyak tidur. Bahkan saat disuapi makan, Panji seolah tidak sadar itu dari tangan Selma.
Tiba-tiba, Panji menangis. "Maafin aku ya. Aku sudah membuat kamu menderita."
Selma juga tidak berpikir apa-apa. Ia ikut sedih. Lalu berkata, "Gak papa, Mas. Aku bisa mengerti."
Entah apa yang Panji lakukan, ia menarik Selma naik ke ranjangnya. Semua terjadi begitu saja.
Amanda tidak sengaja menjatuhkan gelas saat hendak minum. Suaranya mengejutkan Arjuna yang tengah menunggunya di ruang tengah.
"Ada apa, Sayang?" Arjuna mendatanginya.
"Gak tahu nih, tiba-tiba tangan aku kayak lemes, trus gak kuat pegang gelasnya. Jatuh, deh." Tidak hanya itu. Amanda merasakan ada yang berbeda. Ada yang menggelitik hatinya. Tapi apa? Ah, sudahlah.
Arjuna memintanya untuk tidak menyentuh beling-beling itu. Pria itu yang membersihkan. "Kamu kecapean kali. Seharian, kita syuting cukup menguras tenaga, sih. Adegan sebelum ceritanya berpindah ke Amerika, kan?"
"Iya, kayaknya," sahut Amanda pelan.
Arjuna selesai memasukkan beling-beling itu ke tempat sampah, lalu mencuci tangannya sampai bersih. "Kayaknya aku mesti balik deh, Sayang. Hampir tengah malam sih ini."
"Ya udah. Hati-hati ya, nyetirnya. Kamu sendirian, loh." Amanda berpesan demikian, karena Arjuna bukan pria sembarangan di negeri ini.
"Pasti," kata Arjuna sambil tersenyum.
Saat Amanda mengantarnya ke pintu, gadis itu berkata, "Kamu gak mau stay aja di sini malam ini?"
"Stay?" Arjuna belum pernah tidur di rumah seorang wanita. Selama ini dia sangat menjaga kehormatan wanitanya. Tetapi permintaan Amanda sungguh sulit ditolak. "Kamu minta ditemenin, ya?"
Amanda tersenyum dan menganggukkan kepala.
Khilaf!
Panji terbangun dari tidurnya dan mendapati Selma ada di sampingnya. Ia terlonjak, dan merasa begitu ceroboh. "Bangun kamu! Ngapain kamu ada di kamar aku? Tidur di samping aku segala? Kamu pikir tipuan kayak gini bakal bikin aku luluh sama kamu? Kasihan atau apa? Gak akan pernah! Ayo, keluar kamu dari sini!"
"Mas! Kenapa kamu bicara kayak gitu? Kamu sendiri yang memintanya!" Selma berterus terang.
"Aku? Gak mungkin! Aku gak mungkin meminta wanita lain tidur bareng aku di sini." Panji seperti kesetanan. Ia mengusir Selma keluar dari kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku yang Terbaik
RomancePanji dan Amanda sudah menjalin cinta sejak SMA. Memutuskan bertunangan saat menginjak dunia kerja. Namun, orang tua Panji tidak setuju dengan hubungan mereka, karena sudah memiliki seorang calon istri untuk Panji, bernama Selma. Demi keinginan ora...