Amanda membuatkan jadwal keseharian Panji di rumah. Kapan harus bersama dirinya, kapan juga harus bersama Selma. Panji tidak punya alasan kuat untuk menolak. Biarpun ia harus kesulitan tidur saat sedang bersama Selma, atau tidak semangat melakukan apapun, tetap ia jalani. Menunjukkan bahwa kepatuhannya adalah bukti cintanya kepada Amanda.
Malam ini adalah giliran Panji tidur di kamar Selma. Ini sudah yang kelima kalinya. Tetap saja, sulit untuk membiasakan diri.
Tentu saja, ketika Panji berada di kamar Selma, Amanda tidur sendirian di lantai dua. Malam yang terasa agak panjang, karena Amanda tidur lebih awal.
Sementara itu di kamar Selma, Panji masih memainkan ponselnya, membaca berita-berita kesehatan, untuk menjemput kantuk yang tidak kunjung datang.
Tiba-tiba terdengar suara Amanda berteriak dari dalam kamarnya. Panji segera bangkit, dan berlari ke lantai dua. Dilihatnya, Amanda sudah membuka mata. Seluruh badannya basah karena keringat.
"Kamu kenapa?" tanya Panja.
"A-aku... mimpi buruk," jawab Amanda. Ia tidak bisa menceritakan mimpi itu pada Panji. Tidak perlu.
"Ya udah, ya udah. Jangan diingat-ingat mimpinya." Panji menuangkan air minum dari teko bening yang memang disediakan di samping tempat tidur, agar Amanda tidak perlu menuruni tangga ke lantai satu saat haus.
Amanda mereguk air minum itu banyak-banyak. Sampai hatinya tenang, dan jantungnya berdetak normal.
"Jangan takut. Aku di sini." Panji ingin memanfaatkan kesempatan ini agar bisa tidur bersama Amanda.
Tetapi Amanda menolak. "Jangan. Sana, kamu balik ke kamar Selma. Aku gak papa."
"Gak papa gimana?" Panji masih bersikeras. "Kamu sampai gemeteran kayak gini." Ia juga tidak ingin menanyakan apa isi mimpi buruk itu. Agar Amanda tidak terus-terusan mengingatkan.
"Sungguh. Aku gak papa. Sana, balik ke kamar Selma." Amanda kembali berbaring miring ke kanan. Menarik selimut, dan menutupi badannya. Ia memejamkan mata.
"Ya udah. Aku balik ke sana." Panji mencium kening Amanda. "Kalau ada apa-apa, panggil aja yang keras."
Amanda mengangguk.
Rupanya, Selma juga terbangun karena mendengar suara teriakan Amanda. Ketika melihat Panji kembali, dirinya tidak bisa menahan diri untuk bertanya. "Amanda kenapa, Mas?"
"Mimpi buruk," jawab Panji singkat. Lalu naik ke ranjang, berbaring miring, dan memejamkan mata.
Keesokan paginya.
Panji bersiap akan pergi ke rumah sakit.
Amanda membantunya ganti pakaian. Mengancingkan setiap kancing kemeja dari atas ke bawah. Memakaikan dasinya juga. "Nanti, kalau udah pada lahiran, yang bantu kamu ganti baju, juga gantian antara aku dan Selma. Jangan cari alasan karena baju kamu di kamar ini semua."
"Jangan ngebahas itu dong, pagi-pagi," sergah Panji. "Seharusnya tuh, kamu bicara yang manis-manis. Kasih aku senyuman, buat bekal pergi kerja. Biar semangat, gitu loh."
Amanda tersenyum. "Iya, iya. Nih, aku senyum lebar buat kamu."
Tiba-tiba Panji mencium bibir Amanda. "Titip ciuman cintaku yah, nanti balikin pas aku pulang."
"Dasar!" Amanda mencubit dagu Panji dengan gemas.
Selama Panji bekerja, dan hanya tinggal berdua dengan Selma di rumah, Amanda akan duduk dan melakukan aktivitas di lantai satu, agar tidak perlu naik turun tangga. Siang itu, setelah makan, Amanda duduk di sofa membaca buku. Tidak hanya mengurus dirinya, ia juga waspada menjaga Selma yang kandungannya lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku yang Terbaik
Любовные романыPanji dan Amanda sudah menjalin cinta sejak SMA. Memutuskan bertunangan saat menginjak dunia kerja. Namun, orang tua Panji tidak setuju dengan hubungan mereka, karena sudah memiliki seorang calon istri untuk Panji, bernama Selma. Demi keinginan ora...