--- 18 ---

42 2 0
                                    


--Selamat Membaca--


Di pantai...

Shani dan Feni mendekat kearah kerumunan tersebut. Setelah mereka sampai, ternyata ada seorang laki-laki yang pingsan karna alergi cokelat. 

"Astaga, aku kirain Pedro ci." ucap Feni.

"Sama Fen, tadi ngiranya itu Pedro yang pingsan. Chika ketemu dimana sih sama dia." gerutu Shani.

"Kita cari dekat dinding-dinding sana aja ci, siapa tau dia duduk disitu." jawab Feni.

Mereka pun bergerak menuju ke dinding-dinging batas pantai. Tidak jauh dari situ, mereka melihat ada dua orang yang duduk situ. Dan benar saja, Pedro sedang duduk di situ bersama dengan Pak Ismawan. 

Melihat Pedro dengan Pak Ismawan sedang mengobrol itu, mereka berdua pun memutuskan untuk tidak menghampirinya. "Fen, kayanya kita ga usah nyamperin dia sih." ucap Shani.

Feni pun menganggukan kepalanya menyetujui perkataan Shani tersebut. Mereka semua sudah tau, sosok Pak Ismawan bagi Pedro itu seperti apa. Jika ingin menghibur Pedro, maka Pak Ismawan adalah orang yang tepat untuk itu.

______________________________



--- Pedro POV ---

Malam kemarin, bunda menghubungiku. Dia bertanya tentang keseharianku selama beberapa hari di Bali ini, bahkan bunda juga bertanya obrolan seperti apa yang aku lakukan dengan Om Boby.

Aku bahkan berusaha menjawab dengan sangat tenang, aku tidak berkata apapun soal obrolan dengan om Boby. Setelah bertelfon pun, aku kembali menangisi hal yang bahkan sudah jelas aku yang salah.

Ini pertama kalinya juga bagi ku untuk memutuskan sesuatu yang aku tidak suka. Malam itu, adalah malam terburuk bagiku. Aku tidak tau bahwa akan terjadi seperti ini, harusnya aku bisa menahan perasaan ku pada Gracia. 

Aku memutuskan berjalan keluar dari Apartemen malam itu, pergi ke hotel untuk menitipkan hp yang ketinggalan di mobil. Malam sangat dingin, tapi kepala ku terlalu panas dengan semua yang terjadi di satu malam ini.

Sesampainya aku di hotel dan menitipkan barang tersebut, aku berjalan lagi ke pantai yang tak jauh dari hotel. Aku duduk di atas dinding pembatas jalan dan pantai, hingga sang mentari pun terbit. 

Aku pun sangat malas untuk bergerak dari sini, hingga Chika tiba-tiba saja menepuk pundak ku dari belakang. Ternyata dia sedang berjalan-jalan pagi dan menikmati sunrise, dia banyak bercerita tentang basket. 

Tak lama kemudian, dia pun pergi untuk kembali ke hotel. Akhirnya aku sendiri lagi, tapi tak butuh waktu lama. Pakde Is juga ntah darimana datangnya menghampiriku. Aku sangat tidak ingin bertemu dengan Pakde sekarang, aku tidak ingin terlihat terlalu rapuh seperti ini di depannya.

Tanpa ada kata-kata yang keluar dari Pakde, dia langsung memelukku. Hangat, sangat hangat pelukannya. Aku bahkan tanpa sadar menangis lagi di pagi itu, di dalam pelukannya Pakde. 

Setelah beberapa saat, aku berhasil menenangkan diriku. Pakde pun melepas pelukannya, dia duduk di sebelahku dan memberikan sebotol air mineral dan handuk kecil. 

"Kamu mau cerita?" tanya Pakde. Aku pun menganggukan kepala ku dan menceritakan semua yang terjadi malam tadi.

Pakde mendengarkan semua cerita ku, beberapa kali dia mengelus punggung ku dan memberikan ku semangat. 

"Udah, ga semua hal yang kamu mau bisa kamu dapatkan. Bahkan cinta sekalipun, ada kalanya perasaan cinta itu berubah menjadi merelakan demi kebaikan kamu dan dia. Itu pun juga disebut cinta, kamu udah berjuang yang terbaik nak." 

Kamu Duniaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang