Rena mengukir senyum simpul melihat pemandangan yang tersaji di depannya. Kala yang sering menggodanya dengan wajah tengil itu nampak tenang. Matanya terpejam dengan deru napas teratur. Tangan penuh ototnya memeluk anak perempuan yang lagi tertidur pulas.
Rena duduk di tepi ranjang. Mengusap surai legam milik Kala penuh sayang. Meski telah menyakiti berkali-kali, wajah rupawan itu masih tetap menjadi favorit Rena. Katakan saja dia bodoh. Sebab begitulah adanya. Setelah perbincangan dengan Bunda, Rena yang awalnya masih kesal setengah mati itu langsung luluh.
Rena merasa jika perasaannya dengan Kala seimbang, meskipun masih ada sesuatu yang abu-abu di antara keduanya. Untuk terakhir kali, Rena ingin memberi Kala kesempatan. Jika Kala masih enggan memilih dirinya di atas Lavi, maka Rena akan benar-benar mengakhiri hubungan mereka. Persetan dengan prinsipnya, untuk sekarang Rena akan mementingkan dirinya dan ketenangannya. Ia tak mau terombang-ambing oleh perasaan bimbang dan cemburu berkelanjutan.
"Eh, Na?"
Tangan Rena otomatis menjauh dari rambut Kala ketika suara serak lelaki itu terdengar. Kala mengerjap, lalu mengucek matanya yang terasa berat.
"Bikin kuenya udah selesai?" tanya Kala dengan mata menyipit sebelum akhirnya terbuka sempurna.
Rena mengangguk. "Udah, kamu mau? Biar aku amb—"
Pergerakan Rena yang akan beranjak untuk mengambilkan kue di dapur urung lantaran Kala menarik pergelangan tangannya, menjaga Rena agar tetap berada di tempatnya.
"Entaran aja. Sekarang mending kamu mandi, ikut makan malam bareng di sini. Nanti aku pinjemin baju punya Bunda."
"Eh? Nggak perlu, Kal. Aku takut Mama marah karena pulang kemaleman. Lagian nggak enak juga kalau pake baju Bunda."
Kala mengubah posisinya menjadi duduk, lalu berpindah ke sebelah Rena agar lebih leluasa mengobrol dengan kekasihnya tanpa terhalang tubuh mungil adik bungsunya itu.
"Nanti aku yang ngomong ke Mama kamu. Mau, ya?"
Sejenak, Rena berpikir. Sebetulnya dia juga kepengin sesekali ikut makan malam di rumah Kala dan berkenalan dengan seluruh penghuni rumah ini. Namun, ia juga tak bisa menampik fakta kalau Mama bisa saja marah saat tahu selama ini Rena berpacaran. Lalu akan seperti apa tanggapan Mama jika tiba-tiba ada laki-laki yang meminta izin mengajak anaknya makan malam di rumah lelaki itu?
"Lain kali aja, deh, Kal. Aku malah takut tiba-tiba Reno datang jemput aku." Di atas Mama masih ada Reno, jika Mama paling cuma mengomel sampai kupingnya panas, Reno yang tidak banyak bicara pasti akan langsung bertindak.
"Ya udah, deh. Tapi beneran, loh, lain kali kamu makan malam di sini."
"Iyaa."
Hening pun menyergap. Rena duduk memunggungi Kala, memperhatikan adik Kala yang bernama Luna, yang sesekali menggeliat dalam tidurnya.
"Sayang," panggil Kala yang ditanggapi Rena dengan gumaman tanpa menoleh. "Aku ... minta maaf."
"Buat apa?"
"Yang kemarin. Lavi nangis gara-gara pusing, jadi aku peluk dia karena nggak tega." Setelah berkata demikian, barulah Rena mau berbalik badan menghadapnya.
"Maksud aku, buat apa minta maaf kalau ujung-ujungnya diulangi lagi?" Rena tertawa kecil. "Tapi kamu tenang aja, Kal. Udah aku maafin."
"Semudah itu?"
"Mau gimana lagi? Kamu kelihatannya udah lengket banget sama dia." Perkataan Rena berhasil menusuk tepat ke relung terdalam hati Kala.
"Aku punya alasan, Na."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOOLAFFAIR
Novela JuvenilKarena prinsipnya yang enggan menjadi pihak pemutus hubungan, Serena Zephyra harus menjalankan hubungan abu-abu yang tak jelas arahnya ketika perselingkuhan sang kekasih dengan sahabatnya terungkap. Di satu sisi, ia ingin melepaskan diri dari ikata...