25 | Di Balik Hari Ini

4 2 0
                                    

Seiring senandung nada yang kunyanyikan.

Di balik sebuah senyuman ini kerinduan.

Yang mendalam yang kini kurasakan .

Seakan tertutupi hanya aku yang mengerti .

Dari semua napas ini, satu dari semua rasa tak akan bisa dibohongi.

(Dhyo haw~Dibalik hari ini)

Gadis itu bersenandung senang ketika dalam perjalanan menuju makam sang ibu. Lagu itu bukan hanya sebagai penyemangat, tetapi juga sebagai pelepas rindu. Saat kabur dari kejaran sang ayah, mereka pergi ke sebuah lahan kosong dan duduk di bawah pohon rindang. Di dalam pangkuan, ia selalu mendengar mendiang wanita yang sangat dicintainya menyanyikan lagu itu.

Katanya, lagu itu dapat membuat siapa pun yang merasakan rindu tetap tersenyum meski sedih datang tak terhenti. Dan ketika itu, mereka sedang merindukan sosok ayah yang seperti dulu, yang menyayangi mereka layaknya keluarga bahagia.

"Dan semua tercipta di balik hari ini."

Kanzia menghela napas kemudian tersenyum setelah selesai menyanyikan lagu itu. Ternyata benar, lagu itu benar-benar mewakilkan perasaannya, tetapi untuk sang ibulah lagu itu dinyanyikan.

Hari ini adalah ulang tahun Zia. Selain wajib ke makam sang ibu sebulan sekali, ia harus berkunjung di setiap hari ulang tahunnya atau ulang tahun ibu. Ia sempat datang ke rumah Danu untuk meminta menemaninya, tetapi Rida memberi tahu jika cowok itu sedang tidak ada di rumah.

Tidak apa-apa jika Danu tidak bisa menemaninya berkunjung ke makam, karena Zia masih bisa pergi sendirian meskipun sedikit takut. Mulai sekarang, ia harus memberanikan diri agar tidak terus bergantung pada sahabatnya. Sedekat apa pun mereka saat ini, ia yakin bahwa mereka akan memilih jalan hidup masing-masing nanti. Dirinya berharap mereka akan tetap bersama, walaupun semesta tidak mengizinkan.
Sunyi menyambut gadis itu saat tiba di taman pemakaman. Ia memelankan langkah hingga tiba di depan makam Azura. Ia tersenyum tanpa beban lalu membersihkan rumput liar yang mulai tumbuh.

"Bu, Zia hari ini ulang tahun, loh. Ibu enggak mau ngucapin?"

"Zia udah hapal, kok, sama harapan yang selalu Ibu ucapin." Gadis itu menjeda dengan tatapan yang kini berubah sendu. Ia menarik napas panjang sebelum kembali melanjutkan. "Pasti Ibu minta tentang kesehatan, kesuksesan, dan minta supaya Zia tetap kuat dan selalu bahagia."

Tangan Zia berhenti bergerak karena sebulir air jatuh ke udara tepat setelah kalimat terakhirnya. "Tapi, Bu, Zia udah enggak bisa paksain senyum lagi. Banyak hal yang bikin Zia sedih, bahkan orang yang dulunya bikin bahagia sekalipun."

Ia tahu jika tersenyum adalah salah satu cara untuk menunjukkan bahwa diri bahagia. Namun, ia juga lebih tahu bagaimana rasa sakitnya berpura-pura bahagia hanya demi melengkungkan sebuah senyum, mengeluarkan suara tawa, juga mengganti mimik wajah menjadi baik-baik saja.

"Bu, katanya, tertawa yang membuat kita bahagia, tapi kenapa justru luka yang hadir setelahnya?"

Bukannya bahagia yang dirasa, tetapi luka yang semakin menganga. Ia ingin menyerah dan menunjukkan segala kerapuhannya, tetapi ia lebih tidak ingin mengecewakan sang ibu yang terus memintanya untuk tidak berhenti senyum. Itu artinya, ia harus tetap bersama dengan luka.

*****

"Ini harusnya digantung di situ, Bego!" seru Devan saat Davin salah meletakan balon yang sudah ditiup.

"Ye, biasa aja kalik!" kata Davin sebelum menaiki satu kursi untuk memanjat.

Mereka memutuskan untuk memberi kejutan ulang tahun kepada Zia. Rida sempat memberi tahu jika Zia akan pergi ke makam sang ibu, jadi mereka memutuskan untuk menghias rumah Zia sebelum gadis itu pulang. Karena mereka tahu Zia tidak akan pulang dengan cepat setelah pergi ke makam ibu, sehingga mereka bisa menyiapkan banyak dekorasi.

3DZia : Rasa (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang