2 | Sahabat itu paling baik

15 2 0
                                    


"Zi, rasa es gue kok, beda, ya?"

Zia baru saja meneguk jus alpukatnya saat Devan bersuara. Beberapa menit yang lalu, Zia diminta oleh ketiga temannya itu untuk membeli minuman dan kembali dengan membawa  segelas es teh manis dengan rasa asin untuk Devan.

"Beda gimana?" tanya Danu bingung karena mereka memesan es yang sama.

Devan meneguk esnya sekali lagi. "Kayak ada asin-asinnya gitu."

"Es gue enggak asin," kata Davin yang sama sekali tidak merasakan asin pada minuman itu.

"Rasain!" kata Zia tanpa memandang Devan.

Sebenarnya Zia sengaja memberi sedikit garam pada es teh yang seharusnya manis milik Devan, sebagai balasan karena orang ituberani menyuruhnya bolak-balik. Bagaimana tidak? Setelah disuruh memesan makanan, ia kembali disuruh memesan minuman. Kenapa tidak sekalian saja saat memesan makanan?

Devan menukar jus alpukat Zia dengan es teh asin miliknya. "Bener dugaan gue."

"Eh, enak aja!" Zia mengambil kembali jus alpukat di tangan Devan, tetapi sia-sia karena cowok itu terlanjur meminum habis isinya. Zia memanyunkan bibir, lalu menatap Davin. "Davin kok, betah, ya, punya Abang kembar kayak dia. Kalo Zia punya Abang kayak dia, udah lama Zia lempar ke Benua Antartika."

"Siapa juga yang mau jadi Abang lo?!" sahut Devan.

"Siapa juga yang mau jadi Adik Devan?"

"Gitu aja terus sampe gajah berbulu kucing."

Davin menyahut karena pusing dengan pertengkaran Zia dan Abang kembarnya itu. Tak hanya sekali, pertengkaran itu bahkan berlanjut setiap hari.

"Udah, ah! Zia capek berantem terus. Bisa-bisa muka Zia tua gara-gara Devan. Terus kalo Zia tua, Zayn Malik enggak mau lagi ngakuin Zia sebagai istrinya. Kan, sedih," kata Zia yang dibuat sedramatis mungkin.

Karena tak ingin menanggapi kedua temannya, Danu yang tadi tidak ikut memesan makanan kini bergerak menuju stand milik Bu Nani. Namun, baru saja berdiri, dirinya diinterupsi oleh Zia sehingga mau tidak mau menatap cewek itu setelah menghela napas panjang.

"Danu mau ke mana?" tanya Zia yang dibalas Danu dengan menggerakkan kepalanya, menunjuk stand Bu Nani. "Zia pesan nasi goreng satu lagi, ya. Belum sarapan tadi pagi, hehe!"

"Kebiasaan!" balas Danu datar lalu meninggalkan tempat itu.

"Dua piring lagi, Zi?" tanya Davin heran.

"Pantes enggak kurus-kurus!" sahut Devan yang sepertinya memang ingin melanjutkan pertengakaran yang tadi sempat senyap.

"Zia enggak gendut!" ucap Zia yang hampir berteriak lalu menatap Davin memelas. "Davin, Zia enggak gendut, kan?"

Davin tersenyum, menggeleng, lalu menjawab, "Enggak, Zia, lo enggak gendut." Senyum tercetak di bibir Zia saat mendengar jawaban Davin, tetapi tak bertahan lama setelah mendengar lanjutannya. "Cuma, badan lo mirip panda aja."

Zia kembali memanyunkan bibir karena sebal, yang akhirnya membuat mereka semakin tertawa.

Tak lama, Davin menoyor kepala Zia pelan, lalu bersuara. "Emang siapa yang permasalahin kalo lo kurus atau gendut? Siapa yang berani hina lo kalo lo keliatan gendut gini?" Davin menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Kalo ada, dia bakal berhadapan sama gue, Devan, dan Danu."

Zia tersenyum lalu mengucap syukur dalam hati. Ia berterima kasih pada semesta yang telah mengiriminya tiga malaikat yang mampu menjaga, membuatnya tertawa, juga membuatnya bahagia.

Sementara tidak jauh  dari a tempat mereka berbincang, seseorang menatap mereka sambil tersenyum.

*****

3DZia : Rasa (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang