A Pause

1K 92 46
                                    

Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar.

-:-:-

Dari sekitar satu jam yang lalu, perkara pergi makan malam di luar sebenarnya tidak henti membuat saya gusar. Dan kegusaran itu semakin menjadi-jadi tatkala saya menilik isi lemari selepas membasuh tubuh. Barulah saya sadar jika hampir tidak punya baju yang sekiranya pantas untuk dikenakan.

Sungguh, ketika Laras membawa saya ke vila dalam keadaan tubuh yang masih lemah, benda-benda paling penting yang mayoritas memenuhi bagasi kami hanyalah stok medical supply, beberapa peralatan adaptif, dan obat-obatan, bukan malah pakaian. Terlintas untuk menghabiskan banyak waktu di luar pagar vila dan membutuhkan banyak baju pun, tidak sama sekali.

Baju santai rumahan dan piyama, dua jenis pakaian itu memenuhi pandangan saya ketika mata ini sibuk menjelajah isi lemari. Pakaian lain yang sekiranya masih bisa disebut pantas untuk keluar rumah, hanya tersisa baju-baju berbahan lembut nan hangat seperti sweter atau kardigan.

Mayoritas pakaian yang ada di sini adalah yang longgar, yang saya pikir tidak akan mengganggu pergerakan, ataupun sulit dikenakan oleh orang dengan kelumpuhan kaki seperti saya. Jangankan berpikir untuk tampil keren dan modis, bisa merasa nyaman saja, sekarang sudah jadi standar yang luar biasa untuk saya. Bahkan selama dirawat di rumah sakit, momen di mana akhirnya saya bisa mulai memakai pakaian seperti piyama, sudah bagai pencapaian besar.

Pakaian itu sifatnya kedirian. Pakaian menutupi banyak bagian. Tapi, saya tidak merasakan hal itu ketika berminggu-minggu lamanya harus terbaring di atas ranjang pesakit dan hanya bisa memakai patient gown sepanjang hari.

Kalau diingat lagi, benda sejenis itu bahkan sampai sekarang enggan saya sebut 'pakaian'. Ia hanya menempel dan menutupi tubuh sekadarnya. Tidak ada kancing-kancing yang rapat, yang ada hanya beberapa utas tali-temali longgar di bagian punggung yang tidak perlu banyak usaha untuk membukanya. Tidak ada bagian yang sekiranya agak menyempit dan membentuk postur atau lekuk-lekuk, semua dibuat longgar dan terkesan memudahkan orang lain ketika harus melakukan intervensi atau menjamah bagian tertentu pada tubuh saya, bahkan yang privat sekalipun.

Mata ini kembali memaku tatap pada sedikit deretan baju yang belum satu pun saya putuskan untuk dikenakan. Baju-baju itu didesain untuk terlihat menarik ketika dikenakan oleh orang-orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berdiri, berjalan, dan bergerak tanpa hambatan. Bukan untuk orang-orang yang harus duduk untuk waktu lama seperti saya. 

Bibir ini sekilas tersenyum miris, jatuh sakit memang benar-benar bisa membuat seseorang kehilangan banyak pilihan.

Sakit untuk waktu yang lama dan mengalami kelumpuhan, akhirnya juga membuat saya perlu memperhatikan beberapa hal kecil dalam berpakaian. Benda-benda sesepele kancing, risleting, ataupun detail-detail tertentu pada pakaian yang sekiranya terlampau keras dan punya risiko menekan kulit terlampau dalam, akan sangat mungkin "membunuh" saya.

Slow Days (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang