Another Wave

677 58 17
                                    

Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar.

-:-:-

T-shirt putih bergambar topeng Darth Vader milik saya membungkus tubuhmu. Tampak agak kebesaran. Bibir ini pun memulas senyuman setiap kali ingat kebiasaanmu yang dari kecil ternyata tidak pernah berubah. Meski bajumu mungkin ada segunung, tapi kamu sepertinya memang lebih senang memakai baju-baju saya ketimbang memakai bajumu sendiri, Hawa.

Menjelang malam tadi, ketika kita sampai di rumah, kamu kelihatan sudah hampir tidak punya tenaga untuk naik ke lantai dua. Alhasil, kamar Bapak dan Ibu di lantai satu jadi peraduanmu untuk sementara waktu. Kamu kini masih terlelap tenang dalam tidur. Mata ini kembali memandangi wajahmu yang rona sehatnya sudah kembali—sudah tidak tampak sepucat ketika di perjalanan pulang tadi.

"Hawa," panggil saya pelan seraya berulang kali mengusap puncak kepalamu.

Tak lama, dirimu tertarik dalam sebuah kesadaran. Tubuhmu menggeliat pelan. Dan kedua matamu pun membuka perlahan.

"Has," panggilmu dengan suara agak serak.

Jemarimu sekilas mengusap mata sebelum menegakkan tubuh. Saya segera menata bantal pada kepala dipan, membiarkanmu bersandar nyaman di sana.

"Sudah mendingan?" tanya saya, yang kemudian kamu jawab dengan anggukan.

"Mendingan banget malah. Sakitnya sudah nggak separah tadi," tambahmu, yang seketika membuat saya lega.

"Ini, mumpung masih hangat, diminum dulu. Tadi, aku sama Mas Cahyo bikin."

Saya lalu mengangsurkan cangkir berisi wedang jahe dari atas nakas ke tanganmu. Uap-uap hangat samar-samar tampak mengapung di atasnya.

"Kamu dari tadi repot-repot terus sih, Has."

"Nggak repot," ungkap saya sejujurnya.

Sungguh, Hawa. Saya justru bahagia. Saya tahu, ini mungkin hanya perkara kecil yang tidak ada apa-apanya. Akan tetapi, di saat-saat seperti inilah, saya akhirnya masih bisa merasa jadi saudara kembar yang mampu kamu andalkan.

Kamu lalu tampak menyeruput pelan wedang jahe dalam cangkir. Setelah beberapa teguk, wajahmu pun kemudian dihiasi senyuman penuh kelegaan. Seakan minuman hangat yang kini mengisi rongga-rongga perutmu itu, seketika telah membuat banyak hal berubah menjadi nyaman.

"Makasih, ya." ungkapmu, lagi-lagi terdengar begitu hangat.

Dan lalu, tanpa saya sangka, kamu mulai bertanya perihal pengalaman tadi sore di minimarket. Lucu sekali. Entah mengapa, kamu malah terlihat serupa seorang Ibu yang tengah antusias mendengarkan cerita pengalaman pertama anaknya yang sedikit demi sedikit sedang belajar mandiri.

"Sekarang mau makan? Tadi masakannya juga sudah jadi," tanya saya selepas rampung bercerita.

Kerut tercetak tipis di antara sepasang alis matamu. Spontan, dirimu malah bertanya, "Siapa yang masak?"

Slow Days (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang