Trigger warning: Contains explicit descriptions about mental issues, suicidal thoughts, disability, upsetting scenes, and traumatic events.
Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar.
-:-:-
Selepas spasme hebat mereda, Laras membiarkan kepala dan tubuh yang sudah sangat sakit ini lunglai di dadanya, seolah tengah mencari suaka. Ia sekilas membenarkan selimut yang melorot, lalu lengannya mengeratkan peluk pada pinggang yang hanya tersisa tulang dan kulit. Hangat dekapnya pun kemudian membuat gigil terasa sedikit berkurang dari setiap jengkal tulang.
Susah payah, saya berusaha untuk tetap sadar di antara nyeri yang tiada henti menyerang sekujur badan—Nyeri yang saya tahu lebih parah dari biasanya. Sementara, suara dari patient monitor yang ada di sisi ranjang elektrik tidak henti mengisi pendengaran, cukup untuk mematenkan jika saya adalah pasien yang kini sangat butuh pengawasan. Infus, slang, ataupun kabel-kabel yang menempel dan tertancap di tubuh, jumlahnya sudah bertambah lagi, membuat saya semakin tidak nyaman dan risi. Ruangan ini dan segala isinya pun, kembali mengingatkan saya pada masa-masa selepas operasi besar di beberapa bulan lalu.
Bunyi-bunyian berbagai alat penunjang hidup dari beberapa bed pasien lain yang ada di ruangan itu, tak henti bersahutan. Tak jarang, para nakes akan tampak lalu lalang, terus memantau ketat statistik pasien, ataupun mengambil sampel darah di tiap beberapa jam sekali. HCU paralel akhirnya kembali menjelma tempat yang bisa membangkitkan trauma.
Ketika dini hari tadi Laras tiba, keadaan saya di ruang rawat memang telah memburuk. Saya hanya terus-terusan menangis dalam peluknya karena saking tidak kuat menahan sakit dan derita yang serasa hendak mencabut kewarasan. Dan akhirnya, selepas subuh tadi, saya terserang hipotermia. Gigil dan spasme memberontak tidak karuan, sampai-sampai saya mengira jika tengah terserang kejang. Kesulitan bernapas, serta hipotensi pun membuat kesadaran saya kian timbul-tenggelam. Perburukan kondisi yang saya alami itu, akhirnya membuat dokter memutuskan untuk memindahkan saya dari ruang rawat biasa ke ruangan yang level intensitas perawatannya satu tingkat di bawah ICU ini.
Laras memang belum memberitahu saya tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan penurunan kondisi ini. Meski begitu, saya paham, UTI atau infeksi saluran kemih yang tengah saya alami mungkin telah berjalan ke tahap yang lebih parah seperti ... urosepsis[1].
UTI yang sekarang menyerang tubuh ini, memang bukanlah yang pertama. Dulu, ketika masa-masa awal pasca kecelakaan, saya sudah pernah mengalaminya. Cedera komplit yang saya derita adalah salah satu faktor yang membuat tubuh ini kehilangan kendali sistem syaraf pusat dengan fungsi sistem kekebalan tubuh. Saya tidak lagi hidup dengan ciri dan fungsi tubuh yang masih sama. Kecacatan permanen ini akhirnya membuat saya punya kecenderungan mengalami defisiensi imun yang tinggi. Inilah yang pada akhirnya membuat saya rentan akan kejadian infeksi yang berulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slow Days (FIN)
General FictionTujuh bulan semenjak kehilangan orangtua, pekerjaan pertama, dan mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan, saya memutuskan mengasing di vila keluarga. Di sini, saya menyepi, mengurung diri sembari mencoba mengumpulkan keberanian untuk melihat hari-har...