Jangan lupa luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar.
-:-:-
Hasta
Jemari ini spontan menekan tombol hold pada pada panel elevator lobi kantor, membiarkan pintunya terbuka lebih lama. Saya hanya tengah memberi waktu pada Cassandra, UI designer sekaligus rekan kerja saya di 81Studio—kantor yang menaungi saya berkarya semenjak dua setengah tahun lalu. Dari jauh, dirinya dan salah seorang perempuan lain, tampak tengah berlari tergesa. Jam istirahat makan siang memang masih ada sekitar sekitar lima belas menit lagi, tapi Cassandra tampaknya sedang terburu untuk mengejar hal yang lebih penting.
"Wih, almost. Thank you, Has."
Saya kemudian hanya mengiyakan sederhana, sekilas mengangguk dan tersenyum tipis padanya. Hanya selang beberapa detik, seseorang yang sedari tadi tampak mengekori Cassandra, ikut memasuki elevator. Perempuan berambut pendek sebatas leher, office outfit setengah kasual yang modis dan berwarna monokrom tampak membalut tubuhnya yang kira-kira tingginya tidak jauh dari Hawa.
Sepertinya, saya tahu dia. Hanya saja, saya lupa nama panggilannya. Bimo, Satria, dan beberapa kawan yang paling dekat dengan saya pun, kalau tidak salah, pernah membicarakan dirinya ketika kami makan siang di luar beberapa hari lalu. Dia, yang saya ingat, adalah yang dikenalkan Pak Ryan—leader tim sebelah—di sela-sela rehat kick off meeting proyek baru waktu itu. Seorang karyawan perempuan baru, yang selama beberapa minggu ini, cukup saya tahu telah menyedot atensi para pria lajang di kantor agensi digital ini.
Tatap mata kami bersirobok, hanya yang sekilas, kemudian lepas. Tidak ada impresi apa pun yang saya dapatkan darinya. Dari pantulan samar dinding elevator yang berbahan metal itu, saya lalu mendapatinya memilih berdiri di sisi kiri ruang kubus berkatrol ini—membuat Cassandra berada di posisi tengah antara saya dan dirinya.
"Besok-besok kalau lo ngelihat yang kayak gitu lagi, ditahan dulu, lah."
Cassandra berujar pelan pada perempuan tadi. Jemarinya tampak menekan cepat angka 16 pada panel sebelum kemudian menekan tombol tutup pintu.
"Nggak peduli mau dia senior apa bukan, Cas. Yang jelas, dia sudah melanggar hak orang lain."
Suara perempuan rambut pendek tadi akhirnya mengisi ruang dalam elevator ini. Suara yang saya dengar dibuat agak berbisik dengan sedikit warna kekesalan dalam nadanya. Dan frasa itu, 'melanggar hak orang lain', terdengar seperti sesuatu yang serius di telinga saya.
Tidak, saya tidak bermaksud menguping apa-apa yang mereka bicarakan. Hanya saja, ruang kubus berkatrol ini tidak cukup besar untuk membuat kata-kata dua perempuan ini jadi terabaikan dan tidak terdengar.
"Yang gue lakuin salah, kah? Kan itu memang bukan hak dia untuk pakai fasilitas itu," protes gadis itu lagi, seperti membela diri.
Pintu elevator berdenting ketika kami tiba di lantai 10. Ada beberapa orang yang kemudian ikut naik lagi. Saya berinisiatif memundurkan sedikit kursi ini. Cassandra dan perempuan tadi pun juga turut memberi ruang untuk orang-orang yang hendak masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slow Days (FIN)
General FictionTujuh bulan semenjak kehilangan orangtua, pekerjaan pertama, dan mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan, saya memutuskan mengasing di vila keluarga. Di sini, saya menyepi, mengurung diri sembari mencoba mengumpulkan keberanian untuk melihat hari-har...