In This Solitary Moment

660 59 10
                                    

Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah layar.

-:-:-

"Mbak Dewi, please. Kasih saya kesempatan."

Saya kembali memohon pada orang yang sedari sekitar lima menit lalu tengah saya ajak bicara di telepon. Dewi, leader divisi marketing Floraspace yang sedari beberapa bulan lalu bekerjasama dengan saya, kini tengah tawar-menawar perkara satu pekerjaan penting di Floraspace yang masih tertunda.

Semenjak opname sampai akhirnya kini masih harus bedrest total di rumah, saya nyatanya sudah tidak bisa lagi terlibat dalam proyek-proyek divisi marketing Floraspace, bahkan ketika saya nanti telah pulih sekalipun. Dan hal mengecewakan ini baru saja saya ketahui ketika pagi ini saya menghubungi Dewi lewat pesan singkat.  

"Maaf, Mas Hasta. Ini bukan maksudnya saya kecewa atau marah karena Mas waktu itu nggak bisa full time dan akhirnya sekarang kerjaan Mas ada yang bolong-bolong karena sakit," jelas Dewi, terdengar hati-hati.

"Justru selama Mas Hasta ada di sini, kerja bareng kita, semua orang merasa terbantu. Mas Hasta selalu punya banyak ide segar untuk marketing dan branding kita. Hampir semua konsepnya cocok sekali dengan image Floraspace. Mas juga orangnya selalu terbuka dengan pendapat dari teman-teman, tim jadi makin solid. Setelah optimasi sosmed, selling dan engagement buat Floraspace meningkat pesat. Kita juga jadi banyak dapat project-project yang lumayan besar dan menarik."

Semua pengakuan Dewi terdengar tidak dibuat-buat. Satu-satu saya mendengarkannya dengan saksama dan penuh perhatian.

"Cuma untuk kali ini, saya betul-betul nggak bisa, Mas. Bu Ratna sendiri yang sudah wanti-wanti ke saya kalau Mas Hasta sudah nggak boleh lagi dilibatkan dalam project. Mas masih harus banyak istirahat untuk pemulihan."

"Kalaupun nanti saya sudah pulih, saya tetap nggak akan bisa gabung lagi di tim, kan, Mbak?" todong saya, yang seketika membuat Dewi terdiam sejenak di ujung sana. Hela napas perempuan yang usianya dua tahun lebih muda dari Laras itu, samar-samar terdengar lelah.

"Saya juga takut, kalau sampai ketahuan Bu Ratna, saya dan anak-anak marketing juga yang bakal kena getahnya. Dan saya juga nggak mau, ujung-ujungnya bakal ada omongan yang kurang enak dari tim ataupun Bu Ratna sendiri," jelas Dewi lagi, bersikeras memberi saya alasan paling realistis yang sekiranya sulit dibantah. Meski begitu, saya tidak lantas menyerah.

"Saya mohon, Mbak Dewi. Kali ini saja. Soal Bu Ratna, semua biar saya yang tanggung jawab. Anggap ini kontribusi saya yang terakhir untuk Floraspace. Sudah lama sekali kita merancang semua ini. Desain untuk pengembangan website yang tempo hari kita diskusikan juga sudah fixed, 'kan? Bu Ratna sendiri waktu itu juga sudah approved."

Lagi- lagi Dewi terdengar menghela napas di ujung sana. "Iya, Mas. Saya paham, apalagi waktu itu, semua orang sudah excited sekali untuk eksekusi proyek. Tapi, sekarang ini—"

Slow Days (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang