[ EMPAT ]

1K 36 4
                                    

Bau obat-obatan menusuk indra penciuman Sella, gadis itu berusaha membuka matanya namun entah kenapa terasa sangat berat untuk di buka. Perlahan dia bisa mendengar suara orang bicara secara samar, tidak begitu jelas tapi cukup membuat dirinya penasaran.

Siapa itu?

Sella merasa seluruh tubuhnya sangat sakit dan kaku, bahkan kakinya seperti mati rasa.

Sebenarnya ada dimana dia sekarang?

"Iyaiya, ini gue lagi mau chek dia. Lo sama Gapi kapan kesini? Gue belom mandi dari semalam anjir, gue tunggu lo berdua -" suara itu berhenti tepat ketika Sella berhasil membuka matanya.

Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih gading.

"Anjir, sadar. Dia sadar," oceh Aldi panik.

Pria itu buru-buru menekan tombol yang tersedia di atas ranjang pasien, guna memanggil perawat yang bertugas. Sempat dilihatnya gadis di depannya tengah meneliti ruangan dengan alis berkerut, Aldi hendak mendekat namun urung ketika mendengar pintu yang di buka.

"Ada apa, Pak?"

Bangke, umur gue masih 30 udah di panggil bapak. Batin Aldi, kesal.

"Kayanya pasien udah sadar," terang Aldi pada perawat perempuan di depannya.

Melihat kategori wajahnya, Aldi merasa usia mereka tidak terlalu jauh.

Aldi memperhatikan dengan seksama bagaimana perawat memeriksa gadis itu, malas ikut campur, Aldi memilih melangkah keluar dari ruangan dan berencana menghubungi Joan karena sambungan telepon mereka sempat terputus tadi.

"Ck! Giliran gue yang nelpon lama banget angkatnya. Coba si Gapi yang nelpon, beh gercepnya bukan main udah kaya mau dapat gaji bulanan." Aldi bergumam kesal, dan beralih ke nomor Gavi.

Setidaknya dia harus mengabari pria itu perihal gadis yang ia selamatkan sudah sadar. Tidak berapa lama, sambungan telepon tersambung.

"hm?"

Sudah biasa, Aldi pun menghela napas kasar.

"Cewek lo udah bangun," ujarnya, sambil melirik seorang dokter yang baru masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Nanti gue kesana, kabari kalau ada apa-apa."

Aldi mencibir kesal, katanya juga tidak kenal tapi perhatiannya luar biasa. Aldi hanya membalas ucapan Gavi dengan gumaman, kemudian hendak mematikan sambungan namun gagal ketika mendengar Gavi kembali bersuara.

"Dia bukan cewek gue, ubah kata-kata lo," ketus Gavi dan sambungan langsung mati sepihak.

"Bangke ni bocah! Perasaan sewot mulu ama gue," sungut Aldi pada layar ponselnya yang telah mati.

Kalau saja Gavi bukan teman akrabnya sejak SMA, sudah dipastikan ia malas berurusan dengan manusia yang punya jiwa otoriter seperti Gavi. Sikap cuek dan ketus pria itu pun menambah poin menyebalkan untuk Aldi pribadi.

Aldi hendak masuk ke dalam ruang inap lagi, namun langkahnya berhenti ketika mendengar suara teriakan dari dalam sana. Aldi memilih untuk tidak jadi masuk, ada dua orang perawat lagi yang berlari memasuki ruangan.

"PERGI! JANGAN SENTUH GUE! PERGI!" teriak gadis itu histeris, tangannya menarik paksa jarum infus membuat perawat langsung menahan tangannya.

Aldi meringis saat melihat darah kental mengalir dari tangan gadis itu, ia ngilu sendiri melihatnya. Entah apa, yang dokter katakan kepada perawat hingga dua di antaranya langsung menahan tubuh dan tangan pasien, sedangkan satunya lagi menahan kaki pasien agar berhenti menendang.

DEVIL LIKE AN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang